Selamat membaca 💕
|
|
|
Warning typo bertebaran ⚠⚠⚠•••
"kamu lama banget sih di toilet? Lagi sakit perut ya." Tanya Kiana yang baru saja melihat Kaiya tiba dikelas.
"Nggak." Jawab Kaiya sekenanya. "Kok udah selesai ya belajarnya? Kan aku cuma sebentar keluarnya."
"Sebentar dari mana? Jelas tadi aku bilang 'kamu lama banget' masih di bilang bentar itu, kata-kata aku tadi."
Kaiya meringis, sahabatnya ini benar-benar ya, baru gitu aja udah ngambek. "Ya maaf sih. Aku nggak sadar aja ternyata tadi teleponannya lama."
Baru beberapa detik, Kaiya menepuk bibirnya yang malah keceplosan. Padahal tadi dia mau diam saja. Kiana yang melihat itu memasang wajah curiga.
"Apa? Apa yang kamu sembunyikan dari aku?"
"Nggak ada.. iih.. perut aku keroncongan nih, ke kantin yuk."
Kaiya segera menarik tangan Kiana, Kaiya mendengar kalimat protes yang di layangkan Kiana tapi didiamkannya saja. Nanti kalo sudah makan Kiana pasti lupa.
• • •
"Dean, bukan?"
Dean menegakkan kepalanya saat mendengar seseorang memanggil namanya. Sejak tadi, kepalanya tertunduk, memejamkan mata untuk mengembalikan fokusnya.
"Eh, iya, mbak."
"Benar ternyata. Padahal saya asal tebak saja tadi."
"Mau permen ini? Biar kamu nggak gugup." Orang itu memberikan satu barang permen ditangan Dean. Mau tidak mau Dean menerimanya.
"Makasih mbak."
Dean baru menyadari bahwa orang yang kini duduk disampingnya ini adalah orang yang bertemu di perusahaan ini pertama kali.
"Iya. Gimana? Sudah berlatih dengan keras?" Mbak resepsionis itu sedikit mendekatinya dengan menutupi bibirnya dengan satu tangannya seolah tidak ada orang lain yang boleh mengetahuinya tapi suaranya masih dapat terdengar jelas di telinga Dean.
"Pemilik perusahaan ini sangat pemilih, asal kamu tahu."
Dean tersenyum kecil. Dia tahu. Sangat tahu malah. Siapa bilang masuk ke Nasa entertainment seperti masuk ke dalam klub tari. Tidak mudah, maka dari itu Dean sempat ragu tadi.
"Saya tahu mbak. Makanya saya tidak terlalu berharap banyak. Yang perlu saya lakukan hanya nanti adalah melakukannya sebaik mungkin. Hasilnya gimana nanti saya tidak mau membayangkannya." Dean menggenggam ponselnya erat, seakan kekuatannya berada disana.
"Saya juga mau buat semua orang yang mendukung saya sampai disini tidak kecewa. Itu saja."
"Bagus! Saya juga akan dukung kamu. Semangat ya!" Resepsionis yang ditemuinya itu sangat bersemangat sekali mendukungnya membuat Dean sedikit malu dibuatnya.
"Saya pamit pergi dulu, oke?"
"Iya."
Setelah resepsionis itu pergi, seseorang memanggilnya kembali.
"Atas nama Dean Stya Lintang, sudah bisa memasuki ruang audisi."
Dean menghembuskan napasnya dengan kasar.
Bisa. Pasti bisa.
Kalimat itu terus diulanginya. Mengsugesti pikirannya yang sedang kalut ini.
• • •

KAMU SEDANG MEMBACA
IDOL [TAMAT]
Roman pour Adolescents[Selesai] Menggapai hal yang sejak dulu ia perjuangkan dengan bantahan, larangan dari sang ayah tak membuat seorang Dean menyerah akan mimpinya menjadi penari yang disukai banyak orang. Jalan yang tak mulus karena tak ada restu dari sang ayah, tetap...