Dua Empat

70.1K 3.5K 9
                                    

"Udah mau pulang?" Tanya Khei, dia menatap Raina yang menggigil kedinginan.

"Nggak, kan kamu belum mandi disini, padahal kan ini tempat favorit kamu." Raina tersenyum, membuat Khei sedikit khawatir dia takut gadis ini sakit karna kedinginan.

"Tapi bibir lo udah pucat Rai," gadis itu menggeleng.

"Nggak papa, udah pergi sana shuh shuh!" Khei cemberut apabila Raina mengusir nya.

"Serius nggak apa-apa?"

"Iya Khei, udah pergi sana"

"Oke, kalo ada apa-apa langsung teriak aja ya." Raina mengangguk, dan sebelum Khei pergi sempat juga dia mengacak rambut gadis itu sebelum dia mengeluarkan sesuatu dari kantong celana nya.

"Sekalian nitip pulpen, Jangan sampe hilang." Khei menaruh pulpen hitam itu di samping Raina, dan terdapat tulisan "Land" berwarna putih di dalam pulpen tersebut, Raina menggeleng.

"Berharga banget ya?"

"Huh! ini tuh lebih penting daripada nyawa si verant." Khei memuncungkan bibirnya tepat kearah verant yang sedang mengganggu Fano membaca buku, pagi-pagi udah baca buku tapi kok bukunya kebalik ya?

"Gue pergi dulu ya pendek."

"Iya!" Raina cemberut, tidak suka saat dia diberi julukan pendek

"Ululu, dadah. gue lagi males mau bujukin lu, jadi ngambek aja terus..." Belum sempat Raina menarik baju Khei, laki-laki itu sudah melarikan diri

"KHEILAND ANDERSON!" Teriak gadis itu dengan nada kuat Khei pun menoleh kearah nya.

"RAINA CLARISSA!" balas Khei pula, hal itu membuat Raina cekikikan, dia menghela nafas sebelum tersenyum meskipun bibir nya pucat.

Dan saat ini ia benar-benar merasakan kebahagiaan selama beberapa tahun dia merana dan tersiksa dengan hinaan orang lain, dan jika kebahagiaan nya itu bisa di tulis, percayalah meski jutaan lembar pun masih tidak bisa mencukupi setiap kata yang tertulis disitu.

"Cantik banget ni pul, aw!" Raina memijit kepala nya, entah kenapa seperti ada sesuatu yang menusuk kedalam otaknya, sehingga rasanya begitu sakit,
Seketika dia menoleh kearah Khei yang tidak jauh darinya, tiba-tiba kepalanya terasa pusing.

"Khei, sa-sakit!" Rasa sakitnya semakin menjadi-jadi dia memandang Khei, dan laki-laki itu juga ikut memandang nya.

"Khei tolong..." pandangan Raina kabur seketika, sebelum dunia nya menjadi gelap gulita.

"RAINA!" Melihat tubuh Raina yang terbaring di tanah membuat Gos berlari dengan penuh rasa cemas, sangat terlihat di wajah Khei dan Fano yang begitu khawatir terhadap Raina.

Melihat keadaan gadis itu Khei berhasil di selimuti rasa bersalah terhadap Raina, sudah jelas gadis itu terlihat tidak baik-baik saja, tapi mengapa dia masih membiarkan gadis itu sendirian?

Dan Fano? apa yang membuat nya begitu khawatir terhadap Raina? 

"Ayo bawa pulang!"

"Biar gue yang gendong!" Fano bersuara membuat Gos menatap nya heran.

Lo nggak ada niat jahat kan Fan?" Kata-kata Ben membuat Fano memutar bola matanya.

"Ini bukan waktunya bercanda!" Fano berdiri sambil menggendong Raina, berat gadis ini masih sama seperti waktu itu, tapi wajahnya kali ini sedikit berbeda, waktu itu wajah Raina hanya berkeringat dan bibir mungilnya masih berwarna merah jambu,

Tapi sekarang wajah gadis itu sangat pucat sama dengan bibir mungilnya, seperti tidak ada darah yang mengalir ditubuh gadis itu, dan hal ini membuat Fano bertambah khawatir.

SPECIAL WOMAN

"Iya gue tau ini salah gue, karna gue ninggalin dia sendirian!" Setelah mereka sampai di rumah Nenek Rao. Fano dan Khei langsung bertengkar dengan keadaan Raina yang masih belum sadarkan diri.

"Sudah Khei, ini bukan salah lo aja tapi ini salah kita semua karna kita ninggalin Raina sendirian." Marcel mencoba menenangkan keadaan, tapi entah kenapa ada saja kata-kata yang akan keluar dari mulut Fano.

"Terus kalo udah kayak gini lo semua mau ngapain hah?" Fano berdecak, verant memutar bola matanya baru saja suasana sedikit tenang, eh ngomong lagi terus bertengkar lagi jadinya.

"Tenang Fano, dia cuman pingsan karna dia kecapean sama kedinginan" nenek Rao yang baru keluar dari kamar Raina langsung menjelaskan satu-persatu karna telinganya juga sakit mendengar pertengkaran mereka.

"Makasih nek." Nada suara Fano mulai mengendur, meskipun dia kasar dia tidak pernah meninggikan suara terhadap orang yang lebih tua dari nya.

"Awas kalo nenek dengar kalian bertengkar lagi, malam ini kalian tidur di teras rumah" Sontak mereka semua terdiam, uh jangan rendahin nenek Rao, meskipun sudah tua dia masih tegas.

"Mengerti?" Nenek Rao bercekak pinggang menghadap mereka yang duduk di sofa, pada mati kutu semua

"Iya nek!"

[TO BE CONTINUE]
SPECIAL WOMAN

Special Woman [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang