Delapan Belas

80.8K 4.1K 38
                                    

Setelah hampir lima belas menit mencari dimana keberadaan Raina akhirnya Verant menemukan gadis itu. dengan posisinya yang sedang duduk bercangkung di pinggir sawah dengan kepala yang menunduk beralaskan kedua tangan nya.

"Uh! pasti lagi nangis tu kecebong!"

Verant berniat untuk mengagetkan Raina yang sedang mengelamun itu, tapi takut nanti gadis itu berubah menjadi macan. jadi dia memilih untuk datang menghampiri gadis itu dengan cara halus.

"Kenapa nggak sekalian aja duduk di tengah sawah?" Ucapnya membuat Raina sedikit kaget ketika Verant duduk disebelah nya.

"Emang bisa? aduh! sakit kali Verant!" Raina mengelus jidat nya yang mulai merah akibat jentikan maut dari Verant.

"Ya. nggak bisa la ngotak dong sayang!" verant berdecak, sedangkan Raina memilih diam, tak ingin mengeluarkan satu kata pun saat ini.

"Udah, jangan sedih lagi"

"Eh!" Raina sedikit mengundur karna verant mengusap pipinya yang terdapat sisa butiran air mata.

"Aku nggak sedih.."

"Muka lo itu jelek kalo udah nangis kek gini!" Ucapnya lalu tersenyum memperlihatkan barisan gigi nya yang tersusun rapi.

"Si Fano juga salah!" Verant mencampak batu yang ada di samping nya kedalam sawah.

"Kenapa dia yang salah?" Raina mengubah posisi nya berhadapan dengan Verant, agar bisa mendengar dengan jelas apa yang laki-laki itu katakan.

"Udah tau cewek sama air mata itu sahabatan. eh malah di bentak- bentak! kan jadi sedih terus nangis nah kalo udah nangis mukanya pasti jadi jelek begini!" Meskipun masih bergelinang air mata, tetap saja Raina tertawa melihat tingkah Verant yang seperti ini. tapi dia sangat terhibur dengan adanya laki-laki ini di samping nya.

"Iya sih, tapi yaudah la salah aku juga. karna main masuk kamar orang kayak tadi." verant berdecak.

"Kan lo nggak sengaja bawel.."

"Pake loh-gue ni?" Raina bertanya dengan alis terangkat.

"Iya, soalnya gue jijik kalo pake aku-kamu, nggak tau rasanya kayak gimana gituh iuh!" Verant tersenyum geli dengan kata-katanya sendiri.

"Apa lagi kalo yang ngomong gitu si Ben, udah kayak banci beneran tau gak." Verant tertawa kuat sehingga Raina juga ikut tertawa.

"Pulang yuk. udah mau maghrib ni." Raina langsung menatap langit yang kian menggelap, tak terasa dia sudah menghabiskan beberapa jam disitu.

"Ayok. tapi besok kesini lagi ya?" verant berdiri lalu menarik Raina

"Iya pendek!" wajah Raina bertukar cemberut. Lagi-lagi pendek!

"Kok pendek sih!" Raina yang tingginya hanya mencapai dada verant mendongak menatap wajah laki-laki tampan itu.

"Terus apa coba? kecebong?" Raina tiba-tiba tersenyum. bukan karna ia mau di panggil dengan nama binatang itu.

"Lo. tau kecebong?" Raina bertanya dengan mata yang berbinar-binar.

"Ya iyalah anak kodok kan, kenapa emang?" Sambil berjalan beriringan. Verant mengangkat sebelah alisnya sebagai tanda tanya.

"Nggak. cuman nanya" jawab nya dengan ekspresi datar. sedangkan Verant sudah bingung dengan ekspresi wajah cewek itu. ni anak kesambet hantu belanda dari mana?

"Tadi nyengir terus ketawa kayak orang gila. Ini kenapa tiba-tiba dingin begini? udah kayak kulkas di rumah gue." Raina terkekeh. Membuat Verant tambah khawatir dengan keadaan gadis itu. takut saja kalau gadis itu kenapa-kenapa.

"Rai, lo baik-baik aja kan?" nada khawatir verant membuat alis Raina mengerucut.

"Apaansih! aku baik-baik aja kali. tadi itu aku lagi niru gaya nya Fano, eh iya itu cowok emang kayak gitu ya dari lahir?" Raina mengangkat sebelah alisnya, kapan sampai kerumah?

"Ini kenapa tiba-tiba kepoin si Fano? cie jangan-jangan." verant tersenyum menggoda

"Nggak! bukan itu maksud aku. soalnya aku tu suka heran sama dia, bayangin ya. dia itu jarang ngobrol bareng kita, terus dia juga irit banget sama senyuman nya. padahal tersenyum kepada orang lain itukan adalah suatu kebaikan, bener nggak?" Verant mengangguk. Sabar karna masih terlalu awal untuk Raina mengetahui hal yang sebenarnya.

"Jalan nya cepetan dikit kali Rai !" mempercepat langkah nya.

"Tungguin Verant . kamu mah enak soal nya kaki kamu panjang. lah aku apaan coba?" verant mengacak rambut panjang milik Raina.

"Pendek itu imut. gue suka sama cewek yang pendek" Raina memutar bola mata.

"Alasan nya apa?" Mereka sudah sampai di rumah nenek Rao. dan mereka sedang menaiki anak tangga

"Alasan nya. karna setiap cewek yang pendek pasti ngalah kalo lagi brantem sama cowok nya." verant bersandar di tiang kayu yang sedikit rapuh, mumpung belum azan maghrib

"Lah, kok bisa gitu?"

"Ya iyalah. nanti kalo dia pengen sesuatu tapi tempat nya ketinggian. kan cowok nya juga yang ambilin." Jawab verant asal-asalan

"Benerkan?" Raina menggeleng tidak setuju apabila cewek bertubuh pendek di rendahkan.

"Udah ah! susah ngomong sama kamu." Verant memilih masuk kedalam rumah untuk mengambil air wudhu. sedangkan Raina sudah tertawa mengekek di ruang tamu.

Tapi lama kelamaan tawanya mulai mengendur saat melihat tempat dimana dia dibentak oleh Fano. mungkin kalau Fano lewat saat ini pasti akan di jambak-jambak laki-laki itu.

"Gue kira kuntilanak dari mana ketawa sampe kedengaran di kamar eh ternyata lo Rai. oh iya kenapa tiba-tiba berhenti?" Tegur Ben yang baru keluar dari kamar Khei.

"Badmood." Raina langsung merebahkan tubuh nya di sofa.

"Tadi kemana aja? kok nggak ngajak kita." Ben duduk di sofa yang bertentangan dengan Raina,

"Ah, cuman jalan-jalan ke sawah aja."

"Oh. tapi tetep aja, kenapa nggak ngajak kita semua,"

"Uh. terserah kamu Ben," Ben terkekeh, beginikah jawaban orang yang sedang badmood.

[TO BE CONTINUE]
SPECIAL WOMAN

Special Woman [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang