Dua Satu

78.5K 3.9K 17
                                    

Setelah beberapa menit Raina datang membawa segelas air dan kapas lalu obat sapu dan juga plaster luka.

Raina menaruh obat itu di lantai karna Fano duduk di atas kasurnya dan setelah itu dia mnegarahkan cahaya lampu itu ke arah Fano untuk melihat bagaimana reaksi wajahnya saat ini.

"Ini obat buat ka...kamu ngapain pake softlens malem-malem? udah warna nya terang lagi, serem tau! kayak kuntilanak." Raina menatap sepasang bola mata milik Fano sehingga menusuk kedalam nya, bola matanya berwarna biru langit. tadi sore dia memakai kaca mata dan sekarang ini dia memakai softlens. benar-benar aneh

"Pake gimana, ini aja gue baru buka. capek mata gue pake begituan." Fano menatap Raina yang masih menandang nya dengan wajah tak percaya

"Nggak percaya?" Raina mengangguk polos

"Sini!" Raina maju sedikit, Fano memutar bola matanya.

"Deket-deket!" Fano berdecak, Raina berjalan kedepan nya lalu gadis itu menunduk sambil menatap kedua bola mata Fano, sedangkan laki-laki itu sudah menelan salivanya, dan ya dia berdebar lagi. hanya karena jarak mereka yang sangat dekat.

"Cantik! minta boleh?" Raina menjauhkan dirinya, sedangkan Fano mematung. mendengar pertanyaan itu membuat dia teringat akan seseorang yang pernah hadir di hidupnya, dan pertanyaan itu pernah dilontarkan saat Fano memperlihatkan bola mata nya yang berwarna biru langit.

"Yaudah deh kalo kamu nggak mau, aku juga nggak maksa. lagian emang gak bisa dikasih." Raina duduk di depan Fano yang masih terdiam.

"Oh iya lukanya makin parah ya?" Sontak laki-laki itu menggeleng, baginya darah yang menetes itu adalah hal yang biasa, daripada cinta yang dikhianati.

"Aduh! ngapain lo mukulin gue?" Kedua alis tebal Fano berkerucut. ketika dia memikirkan tentang masa lalu pasti Raina akan menyadarkan nya, seperti dia dilarang mengingat kembali tentang sosok wanita yang pernah membuat dia bahagia.

"Ini tuh makin parah Fano, terus kamu kenapa nggak pake baju?!" Fano tersenyum melihat Raina yang duduk dihadapan nya dengan mata tertutup.

"Nggak usah merem, kan lo udah liat tadi, lagian gue juga udah pake baju" Kata Fano dengan tenang. Tiada jawaban dari Raina, karna gadis itu tetap dengan pendirian nya meskipun pipinya sudah merona merah.

"Buka mata lo." Raina membuka matanya, tapi apa yang dia dapatkan adalah roti sobek, dan mulailah wajah nya berwarna tomat kering.

"FANO!"

"Hahaha. oke-oke bercanda, sana ambilin baju gue di atas sofa" Fano terkekeh membuat Raina meleleh, Aduh kenapa harus seganteng ini sih?

Fano menggeleng melihat barang-barang yang di bawa oleh Raina, apakah sampai seperti ini rasa peduli nya terhadap Fano.

"Nih! pake cepetan!" Raina menghulurkan hoodie berwarna putih, punya Khei itumah.

"Pakein."

"Jangan banyak gaya Fano, ini tuh udah tengah malem, kamu nggak ngantuk?"

"Nggak."

"Ih! terserah lah yang penting kamu harus pake baju!" Raina memutar bola matanya.

"Gue nggak bisa pake, soalnya ini warna nya putih" Fano menghela nafas. Sudah dia bayang kan bagaimana reaksi Khei saat melihat Hoodie kesayang nya terkena darah.

"Tapi kan..."

"Yang luka itu tangan gue, bukan perut gue!" Sejurus itu Raina langsung duduk di hadapan Fano, dia sedikit kesal dengan laki-laki ini, dikit-dikit marah!

"Iya, ini aku obatin sekarang!"
Nada nya seakan meminta bujukan dari Fano.

"Mau lo apain ni air putih?" Fano menyangka air yang di gelas itu untuk membersih kan luka nya tapi tidak.

"Mau aku minum lah!" Jawab Raina acuh tak acuh, ceritanya sih pengen ngambek.

"Oh." Raina menghela nafas, masih aku liatin ya Fano.

"Tahan." Raina menarik tangan Fano lalu mengoleskan obat sapu di lengan kanan nya, dia sedikit heran karna laki-laki itu tidak meringis sama sekali, saking kepo nya Raina melirik sedikit untuk melihat wajah laki-laki itu.

DEG!

Pipi nya merona merah, pantas saja laki-laki itu tidak bersuara, toh dia lagi sibuk liatin si Raina

"Fano!"

"Apa?" Suaranya tolong di kendalikan, Fano menatap Raina dan Raina menatap Fano. Tidak ada yang mahu memutuskan adegan saling memandang itu.

"Jangan liatin aku kayak gitu! aku nggak bisa konsentrasi!" Raina bersuara manja membuat Fano menahan diri agar tidak tersenyum,

"Ya suka-suka gue lah, yang punya mata kan gue" ujarnya dengan ekspresi mendatar

"Terus yang punya muka siapa?"

"Gue." Satu kalimat itu berhasil membuat Raina terdiam, apa maksud dari kalimat itu?

"Ngapain lo liatin gue?" Tanya Fano dengan wajah datarnya, ini saat nya Raina membalas kata-kata Fano.

"Ya suka-suka gue lah yang punya mata kan gue." Saking imut nya Raina di mata Fano, laki-laki itu menarik hidung mancung Raina, dan meninggalkan kesan merah di situ.

"Sakit tau Fano." Suara nya bergetar, dan tidak di sangka gadis itu menangis lagi. Dan karena kulit nya lumayan putih sudah pasti hidung dan alisnya merah.

"Lo, lo nangis?" Raina mendongak. Pertanyaan bodoh apakah ini?

"Nggak! ini aku lagi dandan!" Sindir nya membuat Fano tertawa ih untung sayang, Eh?

"Udah jangan nangis" Dengan pantas airmata Raina di seka dengan lembut, karna itu salah satu kelemahan Fano, melihat wanita menangis.

"Gue nggak suka liat cewek nangis." Dia berkata dengan jujur, Raina hanya menatap nya intens.

"Apa lagi yang nangis itu orang yang.... lanjutin pekerjaan lo!" Raina berdecit.

"Habisin dulu kek ceritanya.. ini bikin orang penasaran aja."

"Oke siap!" Raina mengemas barang-barang yang di bawa nya tadi.

"Udah jam berapa?" Tanya Fano, lantas Raina melihat layar ponsel nya yang menunjukan pukul
01:12 AM

"Jam satu, lewat dua belas pagi" Fano mengangguk sebelum turun dari kasur.

"Gue tidur disini." Raina menatap nya tidak percaya.

"Ngapain? kan kamu punya kamar?" Sebenarnya Raina masih takut jika harus tidur sendiri.

"Nemenin lo." Finally hati Raina berbunga-bunga, yas akhirnya bisa tidur dengan nyenyak.

"Eh a-aku sih oke aja, tapi badan kamu nggak sakit tidur di lantai?" Pertanyaa Raina tidak di jawab, malahan Fano menutup kedua mata nya.

"ih ni cowok!"

[TO BE CONTINUE]
SPECIAL WOMAN

Special Woman [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang