Dua Enam

68.7K 3.3K 10
                                    

"Kalo gue habis kesambar petir, gue nggak bakalan ada disini buat jagain lo." Fano menatap Raina dengan bola matanya yang berwarna biru langit itu, dia sudah malas untuk menyembunyikan nya lagi tapi mungkin hanya Raina yang dapat melihatnya. dan kenapa harus seindah ini?

"Makasih." Kedua alis milik Fano bertautan mendengar ucapan lembut dari Raina.

"for what?"

"Makasih udah jagain aku." Fano mengangguk, masih segar di ingatan nya dengan kata-kata Fano yang berhasil membuat jantung nya berdebar, apakah dia benar-benar memaksudkan apa yang dia katakan tadi?

"ANJAY, SI KECEBONG UDAH BANGUN !" Begitu riang nya Verant ketika masuk kedalam kamar dan melihat Raina, dia berlari ke depan untuk memberitahu yang lain. Raina menggeleng melihat tingkah Verant.

"Dasar heboh!" decit Fano sembari menggaul bubur yang masih panas itu

SPECIAL WOMAN

"Khei juga gaya-gayaan sih.. udah tau tu pulpen berharga, eh malah di bawa kemana-mana. kan jadi nya hilang." Ben dan Marcel sedang duduk santai di anak tangga sambil mengelap kakinya yang basah karna tadi Khei menyuruh mereka mencari pulpen kesayangan nya di dalam air sungai.

"WOI! SI RAINA UDAH BANGUN ANJIR !" Setelah mendengar teriakan Verant. sontal Marcel dan Ben terburu-baru masuk kedalam rumah, dan terjadilah adegan desak-desakan saat di pintu kamar

"Minggir woi! udah badan kek gentong minyak! malah di tengah jalan lagi!"

"Aduh! kaki gue keinjek bego!"

"Lo ngapain narik rambut gue setan!" Seperti itulah keramaian mereka bertiga, sudah seperti pasar malam, Fano menggaru alisnya yang tidak gatal, seperti nya harus di beri pelajaran

"Bisa diem nggak?" Dan mereka pun terhenti saat mendengar pertanyaan Fano yang kedengaran sedikit tegas. setelah itu mereka berhenti dari berdesak-desakan dan melangkah menuju ke arah Raina yang terbaring di atas kasur.

"Biasa aja kali Fan liatnya! gue tucuk pake sendok mata lo entar!" Ben membentak Fano yang menatap nya bersama bola mata biru langitnya itu, sungguh menyeram kan!

"Kayaknya ada yang kurang?" Raina menghitung jumlah mereka Marcel tersenyum melihat wajah Raina, meskipun pucat dan tak bermaya dia tetap cantik!

"Si Jaka tingkir nggak ada." Bibir Raina membentuk bulat, baru dia sadar bahwa Khei tidak ada bersama mereka saat ini.

"Emang dia kemana?" Tak lupa juga Fano yang sentiasa menyuap nya, hal itu membuat Marcel dan Verant saling memberi kode mengejek Fano.

"Dia lagi nyari pulpen nya di sungai, katanya dia lupa naro nya dimana jadi hilang deh" Marcel berkata santai, sedangkan Raina langsung meraba disekitar kantong celana nya.

"Cari apa?" Tanya Fano bingung sambil menaruh mangkok nya di atas nakas.

"Tadi yang ganti baju aku siapa?"

"Nenek Rao, emang kenapa Rai?" Verant hendak mendekati Raina membuat Fano melotot dan akhrinya dia mundur kembali keposisi awal.

"Tadi pas lagi di sungai, Khei nitip pulpen ke ku, nah pulpen itu aku masukin ke kantong celana yang tadi pagi aku pake!" Suara khawatir Raina memenuhi ruangan kamar.

"Oh. tunggu aja sampe dia pulang" Ucap Fano tenang tanpa sebarang reaksi di wajah tampan nya, sedangkan Raina susah ingin mencakar nya.

"Tapi dia nggak apa-apa kan?" Mereka semua menggeleng sebagai jawapan Raina, tanpa mereka tahu sang Jaka tingkir sedang ngamuk di sungai sambil mencari pulpen kesayangan nya itu.

SPECIAL WOMAN

Seorang gadis bertubuh kecil sedang berdiri di depan air sungai yang sangat dalam itu, bersama air matanya yang mengalir di pipi mulus serta licin seperti bihun rebus, gadis itu baru saja di khianati oleh sang pacar, dan jangan kalian fikir dia mahu bunuh diri, oh tidak! gadis itu sangat bersahabat dengan air, baginya air adalah penenang saat dia bersedih, maka dari itu dia ingin masuk kedalam sungai tersebut.

"Kita udah bangun semua itu sama-sama.. tapi kenapa kamu milih pergi dan ngejancurin semua nya." Bibir gadis itu bergetar saat melangkah masuk kedalam sungai.

Langkah demi langkah, air sudah mencapai pinggang kecil serta ramping nya.

"Aku benci sama kamu." Dia berhasil merendam tubuhnya ke dalam sungai, tinggal hanya ubun-ubun nya saja yang masih terlihat, dia bahkan tidak merasakan apa-apa, seperti dia sedang bernafas di dalam air meskipun kenyataannya air sungai itu telah masuk melalui lubang hidung nya tanpa dia sadari.

t e n a n g.

"Kita-kira gue di apain ya sama mama kalo sampe dia tau gue hilangin pulpen kesayanga nya kakek." Khei menggaru kepalanya yang tidak gatal, setelah itu mata nya menangkap sesuatu.

"Apaan tuh? kayak kepala manusia tuh.." Khei melangkah maju untuk melihat benda apakah itu? mumpung air nya juga tidak keruh.

"Astagfirullah!" Dia begitu kaget saat melihat ubun-ubun seorang gadis yang tak bergerak di dalam sungai, Khei langsung terlompat kedalam sungai lalu dia berenang dan menarik kasar tangan gadis itu, tapi sebelum itu dia sudah meminta seribu ampun karna seenak jidat nya menyentuh anak orang.

Gue terpaksa.

"Huh!.... huh!..." Khei mencoba mencari udara setelah berhasil mebawa gadis itu keluar dari air, setelah itu rambutnya di kuak keatas sebelum dia menekan perut gadis itu, dan untuk sekian kalinya dia mencoba akhirnya gadis itu sadar dengan air yang keluar dari hidung dan mulutnya, di dalam hati Khei sudah berkata.

"Cantik tapi bego.."

"Kamu siapa?" Dengan sisa batuknya gadis itu menegur Khei yang mengelamun jauh dari sabang sampai merauke.

"Kalo mau bunuh diri makan racun biar cepat mati!" Dengan wajah disertai nadanya yang mendatar Khei pergi meninggalkan gadis itu yang masih menatap nya tak percaya.

"Siapa yang mau bunuh diri? eh racun itu di minum bukan dimakan." Kedua alis gadis itu bertautan mencari arti dengan apa yang dikatakan oleh laki-laki yang mengganggu nya yang sedang menenangkan hatinya.

"Ah bodo amat lah!" Gadis itu membawa anak rambutnya kebelakang dan di selipnya ke belakang telinga.

[TO BE CONTINUE]
SPECIAL WOMAN

Special Woman [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang