Gadis itu

37 4 0
                                    

Di rumah ini membuatnya nyaman meskipun sederhana. Rumah ini ber nuansa klasik, banyak benda unik dan antik yang dipajang untuk mengisi dalam rumah menambah kesan apik.

Bola matanya bergerak kesana-kemari mencari barang miliknya, di mana kitabnya?.

"Kayaknya di ruang tamu deh."ia berjalan melewati ruang makan menuju ruang tamu.

"Syukurlah kamu nggak hilang sobat."ia berbicara pada kitabnya itu seolah dapat mendengarnya.

Tok tok tok...terdengar ketukan dari pintu. Ia segera membukanya.

"Mari masuk pak." ia tersenyum ramah lalu menyalami tangannya.

Bapak itu tersenyum menimpali dan mengajak masuk seorang gadis yang dibelakangnya. Mungkin itu anaknya. Ia tak perlu berjabat tangan dengannya cukup menelungkupkan kedua tangannya di dada. Gadis itu membalasnya sama.

Eh tunggu...gadis itu, untuk apa ia kesini.

"Silahkan duduk pak. Ada perlu apa pak?".

"Oh begini nak, kami ke sini mau sowan sekalian masrahaken anak saya. Apa pak kyai nya ada?."

Ia melirik gadis itu sekilas. Gadis itu sepertinya salah tingkah lalu mengalihkan pandangan menatap benda hiasan yang ada dalam rumah.

"Sebentar pak, saya panggilkan dulu."ia permisi masuk ke dalam.

"Paman ada yang mau sowan."

"Siapa?."

"Emm...kurang tahu paman. kalo gitu saya mau ke pondok dulu."

"Kamu ikut paman aja."

Sebenarnya ia akan setoran hari ini juga, ia nggak mau kesempatan kali ini hilang. Tapi...nggak sopan juga kalo mau nolak, nanti ilmunya nggak berkah.

"Udah kamu nggak usah khawatir, kamu bisa ngaji sama paman. Nanti paman yang bilangin pengurus." katanya seolah paham yang sedang ia pikirkan.

"Baik paman."ia sangat berterima kasih banyak padanya. Ia tak ingin mengecewakan pamannya yang mau mengurusnya dengan baik.

Ia belok ke dapur untuk membuat beberapa minuman. Sebenarnya ada sih pengurus putri yang bertugas seperti ini, hanya saja mereka sedang mengaji. Ia tak ingin mengganggunya.

"Oh pak Taufik, udah lama ya kita nggak ketemu. Ada yang bisa dibantu nih?."

"Ya sekitar berapa bulanlah pak Imron. Jadi gini pertama kita mau silaturahim sama pak kyai, kedua saya mau menitipkan anak saya mondok di sini. Pak kyai nggak usah sungkan negur anak saya kalo berbuat salah." katanya diselingi tawa kecil.

"Saya percaya dengannya, dia bisa mematuhi peraturan yang ada. Dia kan sudah mengenal pondok sini kan?. Ya meskipun sebelumnya belum sepenuhnya mondok."kata pak Imron sembari menatap gadis itu.

"Iya pak kyai, waktu itu belum bisa mandiri." jawabnya malu.

Ketiga orang itu tertawa hingga memenuhi ruang tamu.

Ia manggut-manggut mengerti mendengar percakapan yang berlangsung sembari menyuguhkan minuman. Gadis itu hanya menatapnnya bingung. Mungkin ia sedang berpikir kenapa seorang laki-laki yang menyuguhkan minuman. Ia hanya cuek menanggapi tatapannya.

"Ngomong-ngomong kamu sekolah di mana sekarang?."tanya pak Imron.

"Di smk teratai suci pak."

"Ohhh...bareng sama ponakan saya dong."balasnya menepuk pundaknya.

"Kelas berapa nak?."tanya ayah dari gadis itu padanya.

"Masih kelas sebelas pak."

"Cuma selisih satu tahun. Apa kalian sudah saling kenal?."

Yang ditanya hanya diam, entah harus bilang sudah atau belum. Bilang sudah tapi tidak saling menyapa. Bilang belum tapi sudah pernah bertemu. Ah cukup rumit ya... biarlah waktu yang menjawabnya.

Mereka tenggelam dengan perbincangan yang ada hingga malam menyelimuti bumi memaksa ayah dan gadis itu untuk pulang.

"Apa itu kok gemerlap."gumamnya sembari matanya tertuju pada benda kecil di kursi yang diduduki gadis itu.

"Brosnya ketinggalan..."ia memungutnya setelah pamannya bangkit dari ruang tamu.

"Sudah ke kesekian kalinya ia ceroboh..."

))))

Untuk sekali hari ini, ia masih ingin di rumah. Ia meminta Ayahnya untuk minta ijin pak kyai Imron dan untungnya diijinkan. Kalau bukan mereka temenan mungkin malam itu ia sudah ada di pondok.

"Hei ngelamunin apaan Ra?."Rini menyentuh pundak Zahra.

"Lagi hirup oksigen nih. Buat apa ngelamun kayak nggak ada kerjaan aja."timpal Zahra.

"Lha yang nggak ada kerjaan kan situ. Mata kamu saja sudah bisa ditebak."balas Rini.

"Indri mana Rin, kok nggak kelihatan."Zahra mengalihkan pembicaraan.

"Dia kan akhir-akhir ini emang sibuk Ra. Udah tahu kan sibuknya anak osis."

Zahra mengangguk tanda setuju. Kapan lagi mereka bisa kumpul bertiga lagi ketika istirahat.

"Rin perpus yuk..."

"Nggak ah lagi malas baca Ra."ia memainkan ponselnya.

"Ya udah, aku mau ke sana."ia beranjak pergi.

"Eh tungguin...masa kamu tega ninggalin aku sendirian atuh." ujarnya nggak terima.

"Ya kamu yang salah, udah aku ajak kamunya nggak mau."balas nya sembari berjalan.

"Iya deh maap."

"Lihat tuh Rin."jari telunjuknya mengarah ke sebuah tulisan terpampang di pintu masuk.

"Iya deh aku nggak bakal berisik."

"Ok, yuk masuk."

Zahra memilih buku-buku di rak buku spiritual. Ia memilah-milah buku yang akan ia baca.

Ini nih buku yang ia cari. Tapi kenapa bukunya sulit diambil. Ia berusaha menariknya...

Dia...dunia ini memang sempit, kenapa ia bertemu dengannya lagi. Apa nggak ada makhluk lain. Ia hanya buang-buang waktu saja untuk rebutan buku. Kali ini Zahra yang akan membuatnya kesel.

"Heh...maaf nih bukannya nggak mau ngalah sama perempuan. Yang duluan megang, bukunya harus berada di tangannya."kata seorang laki-laki dari rak buku yang berlawanan.

"Nggak mau, saya duluan yang melihatnya. Laki-laki harus ngalah sama perempuan."ia tak mau kalah.

"Nggak bisa, yang benar harus ditegakkan."laki-laki itu masih bersikeras.

"Aduh kalian jangan berisik...nanti diomelin sama bu perpusnya. Jangan membuat keributan selama di perpustakaan. Eh kalian malah asik berduaan."

Yang ditegur refleks menoleh bareng ke sumber suara.

"Mending bukunya saya pinjem."

"Nggak bisa gitu Rin." Zahra menghalangi Rini yang akan mengambilnya.

"Seharusnya kalian yang nggak usah ribut."buku itu pun sudah di tangan laki-laki itu.

"Rini..."

"He he......"

"Nggak pertama ketemu sampai sekarang masih saja ceroboh. Dari yang ia belilah, lupa bawa uanglah, broslah. Dasar ms.ceroboh."gumamnya pergi meninggalkan mereka berdua.

~Fachri Hasan El Hamdani

))))



Why? (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang