Tamu spesial

11 1 0
                                    

"Zah, bangun...udah subuh"bunda menggoyang-goyangkan badan Zahra.

"Iya..."katanya lalu mengecek jam dinding.

"Masih jam empat kok Bun, ini mah belum subuh."ujar Zahra merebahkan badannya lagi.

"Ini kan hari Minggu, bunda ada urusan. Kamu bantuin bunda masak yah biar cepat selesai."

"Iya deh."

"Anak pintar."

Zahra beranjak ke kamar mandi untuk cuci muka lalu mengambil wudhu. Berhubung masih ada waktu untuk shalat tahajud, Zahra pun menunaikannya lalu membaca Al-Qur'an sambil menunggu adzan subuh.

Beberapa menit kemudian, terdengar adzan berkumandang. Zahra bergegas turun tangga menuju mushola ayahnya untuk ikut berjamaah. Ini sudah menjadi kebiasaannya sejak sedari kecil. Hingga masih terbawa sampai sekarang.

"Ayo Bun ke mushola."ajak Zahra ke bundanya.

"Bunda lagi nggak sholat."

"Oh, ya udah."katanya menutup pintu kamar bundanya.

))

"Masak apa hari ini bun?."katanya setelah sampai di dapur.

"Banyak, ada rendang, sayur sop, tempe bacem, sambal, sama makanan cemilan."

"Komplit kali Bun."

"Iya, karena ada tamu spesial."

Sebenarnya nggak di hari ini aja bunda selalu masak banyak, kadang ketika ada arisan ibu-ibu, kumpul keluarga, tamu spesial. Jadi, Zahra sudah terbiasa membantu bundanya memasak setiap kali ada acara.

"Aku yang nyanyur sopnya sama buat sambal ya Bun."katanya mengambil kubis untuk dipotong.

"Terserah kamu aja."

"Oke."

"Nggak terasa ya Bun, udah jam sepuluh aja."kata Zahra selesai masak.

"Iyah, kalau udah asyik sama sesuatu ya gitu. Tiba-tiba udah jam berapa aja."

"Mandi ah, udah gerah banget nih."ujar Zahra bangkit dari duduknya.

"Nanti kamu dandan sama pakai baju yang rapi ya Ra."

"Kok Zahra ikutan?."

"Iyah, pokoknya kamu ikut. Kakak kamu sama bang Ardi nanti juga ke sini."papar bunda.

"Nggak biasanya seperti ini. Seberapa spesial kah tamunya."lirihnya pergi mandi.

))

"Ra, pake bajunya kok kaya mau ke pasar aja. Sini aku pilihin bajunya."kata Luna begitu melihat Zahra di kamarnya

"Apa sih kak, orang cuma di dalam rumah aja. "

"Kamu nggak lihat kakak pake baju rapi juga kan?udah nurut aja."

"Pake yang ini aja, sana ganti."suruh kakaknya pada Zahra.

"Iya-iya kakak bawel..."

Sambil ganti Zahra masih sempat ngomel sendiri.

"Kenapa sih hari ini orang rumah pada aneh gitu. Nggak biasanya."

"Nah gitu dong, tambah cantik."

Zahra hanya membalasnya dengan sedikit senyum.

"Eh sepertinya udah dateng Ra."ujar Luna mengintip dari balik jendela kamar Zahra.

"Kakak mau turun dulu, kamu nanti siapin minumannya ya."

"Hemm..."balas Zahra singkat.

"Ra, minumannya teh aja."kata bunda.

"Siyap Bun, berapa orang bun yang dateng."

"Tiga orang Ra..."

"Cuma tiga orang kenapa heboh. Dari mana tho tamunya bun?."

"Dari negeri seberang..."

"Bunda ngelawak yah..."

"Eh kamunya nggak percaya. Itu minumannnya anter sekarang Ra."

Zahra mengiyakan perintah bundanya. Ia berjalan menuju ruang tamu. Bunda dan kak Luna sibuk di belakang menata makanan yang akan disajikan.

Dari yang ia perhatikan ada ayahnya, bang Ardi, seorang laki-laki dan perempuan paruh baya, dan satu lagi seorang laki-laki yang duduk membelakangi dari tempat Zahra berjalan, ia sepertinya masih muda.

Deg, jangan bilang mau acara perjodohan?ia berniat balik badan tapi urung. Karena orang-orang itu sudah terlanjur melihatnya.

"Masyaallah, nduk e ayu pisan."ucap ibu itu.

Zahra hanya bisa senyum sambil menunduk. Ia tak berani menatap siapa laki-laki yang tengah melamarnya.

"Mangga, niki unjukanipun pak, bu." kata Zahra menyajikan minumannya.

"Inggih nduk, matur nuwun."

"Duduk sini nak Zahra."bujuk ibu itu.

"Mriki mawon Bu, mboten napa-napa."kata Zahra senyum tapi masih menunduk. Ia nanti jadi patung kalau duduk di sana, bakal malu nantinya.

"Oh ya pak, untuk maksud kedatangan kami ke sini yang pertama untuk silaturahmi dan yang keduanya ingin menyampaikan niat baik anak saya untuk melamar nak Zahra. Kami harap kebaikan kami tersampaikan. "kata ayah dari laki-laki itu.

"Kami juga terima kasih atas kedatangannya ke rumah kami dan niat baik melamar anak saya. Untuk keputusannya saya kembalikan lagi pada anak saya."jawab ayah Zahra.

"Bagaimana nak Zahra?."tanya ibu itu angkat bicara.

Jantung Zahra kembali dag dig dug, bergetar lebih cepat dari biasanya. Dia sedikit angkat kepalanya untuk menjawabnya dan sret matanya berpapasan dengan laki-laki yang tengah melamarnya. Dan laki-laki itu sedikit tersenyum, namun juga terlihat sedikit tegang.

Siapa coba yang nggak tegang di situasi yang begitu serius untuk menata masa depannya.

Zahra ingin sekali menjerit dan kemungkinan akan lompat-lompat jika tidak ada orang. Tapi itu terlalu berlebihan. Yah karena dia adalah laki-laki yang selama ini ia harapkan.

"Gimana nak Zahra?."tanya ayah laki-laki itu.

Zahra memejamkan matanya sebentar untuk membaca bismillah. Lalu ia mengumpulkan keyakinan hatinya untuk mengiyakannya.

"Saya bersedia menerima lamaran dari putra bapak."ucap Zahra yakin lalu diselingi rasa syukur dengan mengucap Alhamdulillah.

Dia ingin sekali melirik untuk melihat bagaimana reaksi laki-laki itu. Namun, ia tak kuasa untuk itu.

))))
















Why? (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang