Kangen

17 1 0
                                    

Drdrdr...

"Hp kamu bergetar tuh Ra."

"Ih ganggu aja nih hp, orang lagi sibuk."kata Zahra mengelap keringat karena beres-beres rumah.

"Udah angkat aja, siapa tahu penting. Nanti bunda aja yang nyelesaiin."

"Ya udah Bun, Zahra mau angkat telepon dulu "

Bunda mengangguk.

"Wa'alaikumsalam, siapa ya?."

"Bisa bicara dengan Nona Zahra?."

"Ya, dengan saya sendiri. Ada perlu apa dan dengan siapa ya?."

"Lebay ah Ra, kaya drama aja."

"Siapa suruh yang mulai, ngapain telepon?."

"Gitu amat sih, udah berapa tahun kan kita jarang komunikasi, cuma bulan terakhir ini kuberitahu aku nikah. Itu pun takut ganggu belajar kamu. Masa respon kamu gitu. Aku kangen lho!!"

"Iya iya maap, aku juga kangen. Maap juga nggak bisa dateng di hari spesial kamu Rin. Seharusnya kamu nikah hari ini pas aku pulang. Hehe"kataku meneteskan air mata tanpa sadar.

"Kok nangis sih, Aku jadi terharu nih. Udah nggak apa-apa kok, kan kamu di sana juga lagi berjuang untuk dirimu dan akhirnya kamu udah selesai kuliah di mesir. Selamat ya atas wisuda kamu."

"Iya, Rin. Makasih. Sekali lagi maapin aku Rin."kata Zahra menunduk.

"Iya iya, kamu nggak perlu mikirin itu. Sekarang gimana kalo kita rayakan aku dan kamu yang udah mecapai sejauh ini. Cuma buat kita berdua, gimana?."

"Boleh, tapi mending kita bikin acara aja buat anak yatim nggak apalah kecil-kecilan yang penting bermanfaat. Kalo mau happy makan-makan sama cerita bisa lah lain waktu, gimana?."

"Itu lebih bagus. Oke setuju."

"Eh, kalo Indri. Apa kabarnya?."

"Nggak tahu juga Ra, mungkin Ia pindah pondok. Dia juga sulit dihubungi. Kamu tahulah. Pondok kan ada yang nggak boleh bawa hp."

Zahra mengangguk mengerti.

"Ngomong-ngomong, kenapa kamu bisa sama Kak Dio, Rin?. Padahal kan kamu bilang sendiri nggak bakal jatuh cinta sama dia. Lupa ya kejadian saat kita hampir nabrak Kak Dio."Zahra terkekeh.

"Apaan sih Ra, jadi malu nih. Ya itu karena, karena emang cinta. Terus kenapa?."jawab Rini sedikit kesal.

Khemm, terdengar deheman di seberang telepon Zahra.

"Siapa Rin?, Nggak perlu dijawab aku tahu kok. Dia nggak ngerti kan kita lagi ngomongin dia, Rin?." Bisik Zahra lirih.

"Eh, mas Dio. Bentar dulu mau kangen-kangenan dulu ama temen lama beut. Hehe."

Zahra mendengar percakapan di seberang telepon sambil tertawa kecil, Rini manggilnya mas Dio? Nggak salah? bilang kangen-kangenan lagi! malu-malu ini temen aja nih satu orang.

"Sama Zahra?."

"Iyup."jawab Rini

Deg deg,

"Kenapa dia nyebut namaku?atau jangan-jangan, Rini juga sering cerita tentang aku lagi. Astaghfirullah, awas aja kalo cerita yang aneh-aneh." Batin Zahra.

"Ya udah, terusin aja."

"Huh."Zahra menyeka dahi yang memang nggak muncul adanya keringat. Zahra lolos kedua kalinya dari Kak Dio, kali pertama saat dia dites jadi anggota Rohis. Bener-bener rasanya tegang.

"Makasih, sayangku. muach."

"Gila badai Rini, bisa jodoh ya orang alay seperti Rini dengan Kak Dio yang seperti itu."batin Zahra yang menyeka dahinya untuk kedua kalinya.

"Udah ah Rin, dari tadi kamu bikin jantung mau copot aja. Aku mau beres-beres rumah dulu."

"Eh tunggu Ra..."

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam,
Nih anak nggak ada baktinya sama orang tua. Eh, aku kan belum tua, cuma aku nikah duluan aja daripada Zahra."Kata Rini menyeringai.

"Bun, aku datang...wah dah kinclong ya Bun?padahal kayaknya teleponannya cuma beberapa menit."kata Zahra lesu.

"Udah dong, mending kamu istirahat dulu, pasti capek kan baru pulang tadi malam."

"Ya udah deh Bun, aku mau mandi."

))

"Alhamdulilah Rin, acaranya berjalan lancar. Seneng melihat mereka bahagia walau tanpa ada kedua orang tuanya." Kata Zahra memandang anak-anak.

"Yoi bro, bersyukur kedua orang kita masih ada."

"Eh Ra tadi kamu murrotalnya nggak baca Qur'an ya?. Wah wah hebatnya nih anak, jadi bangga punya sahabat penghafal Al-Qur'an."kata Rini sambil memeluk Zahra.

Zahra hanya tersenyum "udah ah Rin, risih dilihat  banyak orang."

"Ntar dulu ah, pengin meluk kamu."

"Permisi mba, Mba Zahra kan?."tanya seorang bapak tiba-tiba.

Zahra segera melepas pelukan dari Rini
"Ya, saya sendiri. Ada apa ya pak?."

"Ah ini, berhubung pengasuh tidak bisa datang karena ada keperluan. Saya perwakilan dari yayasan Cinta Kasih mau minta tanda tangan sebagai bukti mba nya telah mengadakan acara bersama anak kami."menyodorkan buku dan pena ke Zahra.

"Tanda tangannya dua kali ya mba."

"Oh, baik pak."

"Terima kasih, satu lembar buat mba nya. Oh ya, mba Zahra bisa menghubungi nomor yang tertera di situ apabila ada kepentingan lagi. Permisi mba, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam, Terima kasih pak."

Zahra melihat nama terang pengasuh di selembaran kertas yang diberikan bapak tadi. "F.H. El-H. Aneh kenapa nggak ditulis aja nama panjangnya. Mempersulit keadaan, gimana manggilnya kalo mau menghubunginya."

Tiba-tiba Rini menyambar selembar kertas yang dipegang Zahra "Tinggal panggil El aja, ribet amat jadi orang. Kenapa muka kamu tiba-tiba gitu?"

"Hihi mungkin aja El anaknya Ahmad Dhani ya?, nggak apa-apa deh aku panggil El. Nama yang romantis."kata Zahra senyum-senyum sendiri.

"Ra, kamu kenapa?kamu nggak sakit kan?ngggak salah obat kan?."

Yang ditanya masih senyam-senyum sendiri, Rini hanya bisa menghela napas.

"Huh, gini nih kalo masih jomblo. Udah ah jangan terlalu mimpi ama El, nanti kalo jatuh sakit. Mau?."

"Kok gitu sih Rin, aku dulu mimpi kuliah di Mesir nyatanya kecapaian."bela Zahra.

"Kalo itu sih, aku percaya karena kamu pintar. Lha ini, orang kenal kamu aja nggak."timpal Rini.

"Awas ya, kalo aku beneran bisa ama dia. Bakal aku beliin sate lontong."

"Apaan coba, kalo cuma sate lontong aku bisa beli sendiri kali."

))))

Mau tahu keseruannya?

Ayok lanjut!

Why? (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang