Di kamar Zahra bercakap-cakap setelah pekerjaan selesai. Hanya ada mereka berdua.
"Jadi kita seumuran dong, tapi sayang nggak satu sekolah."Sarah menyayangkan itu. Zahra mengangguk.
"Ngomong-ngomong tadi kamu beruntung Ra, bisa ketemu kang Fachri. Salah satu penyemangat piket di ndalem."katanya sembari makan cemilan dari Zahra.
"Apa kamu menyukainya?."
"Tidak, aku hanya mengaguminya. Ada orang lain yang membuat hatiku luluh."jawabnya malu-malu.
Zahra mengangkat alis, jadi ada banyak yang mengaguminya ya...
"Ciee yang lagi kasmaran..."goda Zahra.
"Untung saja Dewi nggak jadi nganterin unjukannya kemarin, ia selalu ingin menang sendiri dan suka nyuruh. Yang nggak aku suka darinya bukan orangnya tapi sikapnya. Ya seperti itulah..."ujarnya mencurahkan segala isi hatinya yang seolah sudah lama terpendam. Zahra sedang dicurhati, merasa ia orang yang dipercayai.
"Dia hanya nurut sama orang yang jabatannya lebih tinggi dari dia, salah satunya ya mba Naila...ya mungkin nurutnya setengah terpaksa. Entahlah aku juga nggak tahu."
Zahra lagi-lagi hanya mengangguk paham.
"Tadi siapa namanya?."
"Dewi..."Zahra menggeleng pelan.
"Kang Fachri?, apa kamu mengenalnya?. Sepertinya ia satu sekolah denganmu hanya selisih satu tahun kan?."tebak Sarah.
"Kamu tahu darimana?."
"Semua tahu kalau kang Fachri di smk teratai suci, dan kebetulan aku tadi lihat buku tulismu. Dan ternyata kamu di smk itu juga."jawabnya enteng.
"Sar, kamu jangan cerita-cerita ya. Aku nggak mau ada yang tahu tentangku. Ok?."
"Tenang saja Ra, kamu aman kok."
"Hei Zahra, sebagai anak baru kamu harus nyapu kamar ini sampai bersih, sekarang."ujar Dewi tiba-tiba.
What???
"Wi, kamu jangan seenaknya nyuruh dong. Dia kan anak baru, seharusnya nggak diperlakukan gitu."bela Sarah.
Zahra kira Sarah nggak berani, tertanya di luar dugaannya.
"Kamu nggak usah ikut campur deh. Aku kan sebagai ketua kamar, akan menerapkan kedisiplinan di kamar ini. Siapa yang nggak mau bisa pindah ke kamar lain."
"Kamu keterlaluan wi."ia mulai panas.
Zahra tak ingin masalah ini jadi besar hanya gara-gara ia nggak mau menyapu.
"Udah Sar, kamu nggak usah repot-repot bela aku. Aku ikhlas kok, malah bisa mendatangkan pahala untukku." kata Zahra sembari mengambil sapu.
"Nah gitu dong dari tadi. Kan nggak ada keributan."katanya lalu pergi.
"Udah Sar kamu jangan merasa bersalah, kamu duduk aja. Tenangin emosimu. Ok?."
"Maaf Ra." Zahra tersenyum lembut.
))))
Hahh...Zahra masih kepikiran hari pertama mondok susah tidur, makan nggak enak, teman dengan banyak karakter. Ia harus bisa melewati itu semua.
Ia sudah siap berangkat hari ini. Zahra harus berjalan dulu dari pondok Al-Ikhsan ke jalan raya untuk naik angkot ke sekolah.
Melihat angkot yang masih ngetem ia berlari kecil ke tempat angkot berdiri supaya ia tidak ketinggalan.
Sampai...
Zahra senang sudah dapat angkotnya, lalu ia masuk duduk di tempat duduk yang kosong.
Tarrra😱...sosok patung kutub pun berada di angkot yang sama bahkan mereka duduk saling berhadapan.
Tak berapa lama sopir angkot menyalakan mesinnya menjadikan badan angkot bergerak jalan.
Zahra tak bisa berkutik karena tahu siapa yang di depannya. Ia malu mengeluarkan gerak-geriknya secara langsung. Sesekali ia melihat ke luar jendela memastikan sudah tiba di sekolah.
"Kiri pak..."Zahra mengangkat kepalanya begitu mendengar sosok itu membuka mulut.
Karena tujuannya sama, Zahra bergerak lebih dulu untuk membayar. Ia berniat membayarkan sosok patung kutub seperti yang pernah dia lakukan.
"Ini pak untuk dua orang sisanya untuk bapak..."kata Zahra sembari senyum penuh kemenangan.
Senyumnya terkikis hilang, sosok patung kutub itu menyodorkan uang kepadanya untuk mengganti uang Zahra. Karena Zahra yang masih diam terpaku uangnya dia letakkan di saku tas hitamnya Zahra lalu pergi seperti biasanya, tanpa sepatah kata pun.
Zahra yang merasa dikecewakan, ia mengejarnya dan berusaha berjalan menjajarinya.
"Rejeki kenapa kakak tolak?...jika kakak mengganti uang tadi, saya akan ngerasa berhutang pada kakak. Niat saya ingin berbuat baik mengembalikan uang kakak yang kemarin."papar Zahra yang membuat langkah kaki sosok itu berhenti.
"Untuk yang kemarin saya ikhlas membantu orang yang sedang kesulitan. Apa saya salah berbuat demikian?. Jika saya ikhlas membantunya, kamu tidak ada kaitannya hutang pada saya. Apa kamu paham?."
Dia begitu pandai merangkai setiap kata yang akan diluncurkan, membuat Zahra memilih diam.
Lagi-lagi ia pergi tidak menunggu jawaban yang akan dilontarkan dari Zahra.
Fachri...
Kenapa membuat Zahra selalu begini, ia berasa jadi orang yang tak pernah dianggap. Ia hanya ingin dihargain. Menunggu sebentaaaaar saja Zahra menjawab meski satu kata, Zahra pasti akan senang.
Tapi tak ia lakukan, membuat goresan luka di hati Zahra. Ia kecewa...
))))
KAMU SEDANG MEMBACA
Why? (TAMAT)
Teen FictionZahra hanya diam mematung,ia akan bergerak jika ada seseorang yang akan menyemangatinya. Ia berharap seseorang akan datang melakukan itu. Tapi.... Mengapa harus dia? Mengapa? Why? Hai temen-temen...penasaran dengan kisah Zahra??? Baca dan nantikan t...