Silaturahim

58 7 1
                                    

Hari Minggu, di mana hari yang bosan jika tidak melakukan suatu kegiatan.

Zahra hanya menonton televisi karena ia sudah selesai membantu bundanya menyelesaikan tugas rumah.

"Ra...handphone nya bunyi tuh." bunda memberitahu.

Ia beranjak meninggalkan ruang tamu menuju kamar. Pesan masuk dari Rini.

Ra,  jalan-jalan yuk ...kamu sibuk nggak?

Kemana? Kebetulan nggak nih...

Aku mendapat informasi kalo pondoknya kak Irfan sama kak Toni menerima siapa aja yang ke sana untuk sekadar lihat-lihat atau mau silaturahim, siapa tahu kita dapet hidayah. Aku pengin ke sana Ra...

Lihat pondoknya atau Lihat kakaknya??

Hehe...dua-duanya. Nggak kok becanda. Ketemuannya di sekolah aja ya. SEKARANG...

Zahra hanya menghela napas. Ia tak ingin buru-buru sampai di sana. Ia pamit pada bundanya dengan alasan jalan-jalan sama temanyya.

"Ra, mau dianterin nggak?."tanya Luna.

"Ya kak..."

"Tapi nggak sama kakak, sama pak sopir angkot..."ledek Luna.

"Kakak nyebelin deh..."

Ini kedua kalinya di mana Zahra harus naik angkot. Ia rasanya ingin sekali terbang sampai tujuan. Apa daya ia bukan burung yang dengan sesuka hatinya tiba di suatu tempat tanpa beban berat yang harus ia tanggung.

Zahra berjalan mengelilingi sekolahnya untuk mencari Rini. Susah payah ia mencarinya, tapi ia tidak dapat menemukannya.

Setttt....

Zahra merasakan suatu benda menempel pada pundak Zahra yang tiba-tiba. Zahra langsung refleks merasa takut, bulu kuduknya merinding.

Arrggghh...

"Kamu kenapa Ra?."tanya Rini panik melepaskan tangannya dari pundak Zahra.

"Riniiii.....kamu buat jantungku mau copot aja tahu."ujarnya dengan napas nggak karu-karuan.

"Iya iya maaf, yuk berangkat."

"Mau naik apa?,jangan bilang mau naik sandal alias jalan kaki." celetuk Zahra.

"Apaan sih, nggak lucu ah, aku bawa motor kok..."

"Mana?, nggak ada." kata Zahra celingukan mencari sepeda motor.

"Ada, di depan gerbang sekolah."jawab Rini nunjuk jari ke depan.

"Kamu nggak ngajak Indri?."

"Udah, katanya sibuk."

Zahra manggut-manggut tanda mengerti.

Di perjalanan, Zahra terus ngoceh nanya ini itu. Rini baru sadar orang pendiam itu kalau di depan orang yang nggak kenal ia bakal diam, tapi jika orang yang dekat dengannya ia bakal numpahin semua kata yang selama ia tahan dan punya sikap yang konyol yang mungkin bisa membuat orang lain terus gelengkan kepala.

"Rin, apa masih jauh?." tanya Zahra penasaran.

"Bentar lagi sampai."

"Kayaknya aku belum pernah ke sini deh."Zahra berusaha mengingatnya siapa tahu udah pernah, tapi nggak ingat.

"Dasar KURES..."

"Apalagi tuh Rin?."Zahra garuk-garuk kepala yang sebenarnya nggak gatal.

"Kurang Refreshing." jawabnya sambil meninggalkan Zahra.

Why? (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang