Mondok

39 3 0
                                    

"Bang boleh nanya sesuatu nggak?."tanya Irfan mengharap abangnya menjawab dengan jujur.

"Ada apa?."balasnya sembari merapikan buku.

"Abang terlihat akrab sama adik kelas itu, maksudku Zahra bang. Apa kalian ada hubungan?."tanyanya hati-hati.

"Kamu mikirin apa toh, nggak ada. Tadi itu dia cuma minta maaf soal sikapnya yang kurang sopan aja sama abangmu ini."jawabnya menjitak pelan kepala Irfan.

"Ohhh..."

"Apa kamu menyukainnya?."tanya Fadli serius. Tapi hanya dijawab dengan gelengan kepalanya, dibalik itu ia bisa mengetahui hanya dengan melihat raut mata Irfan yang dipancarkan.

Bagaimana Fadli bisa bersikap seolah ia tak memiliki hubungan. Sudah lama ia mengenal dan menyimpan rasa dari masa smanya hingga sekarang. Diam-diam ia selalu mencari tahu tentangnya.

Fadli bisa bertemu dengannya lagi setelah lama tidak melihatnya sewaktu Zahra lulus smp. Dan sekarang ia mengambil program pengalaman lapangan di sekolah yang Zahra lanjutkan. Dan kebetulan di sekolah smk yang sama, sekolah yang dulu ia menuntut ilmu.

Ia tak bisa mengatakan yang sejujurnya pada orang yang juga ada rasa dengan orang yang ia sukai. Bahkan dia malah orang yang dekat dengannya, yang sudah ia anggap sebagai adiknya.

Ah Sungguh rumit, ia tak mau merusak persahabatan baik mereka. Ia akan berusaha menjaga rahasia hati ini biarlah tidak ada yang tahu. Ia akan menjalani takdir yang sedang mengalir saat ini saja. Tidak usah menyalahkan takdir Allah Subhanahuwata'ala.

Mungkin Fadli sudah tidak akan sering bertemu dengan Zahra karena masa ppl sudah berakhir.

Ia mengacak rambutnya kasar memikirkan hal itu di kamar rumah yang ia tumpangi. Merasa bersalah dengan orang yang telah baik padanya.

"Bang Fadli..."

Tak ada jawaban sampai tiga kali, ia terpaksa mendorong pintu yang tak dikunci lalu masuk.

"Bang..."ia menepuk pundak seseorang yang masih termangu.

"Malah bengong sih, Irfan panggil nggak dibalas."

"Maafin abang ya Fan..."

"Iya aku maafin, yaelah bang...nggak ditekuk gitu kali mukanya." Irfan terkekeh kecil.

"Apa kamu maafin abang mu ini jika suatu saat nanti kamu bakal tahu..." ucapan itu hanya mampir di tenggorokan tak bisa dikeluarkan.

"Biarin, tumben kamu ke sini. Ada apa?."jawabnya.

"Dicariin tuh sama Diana."katanya sambil berlalu meninggalkannya.

Fadli melangkah malas menuju ruang tamu, untuk apa Diana menemuinya sepertinya nggak ada hal penting yang harus dibahas.

))))

"In sya Allah yah."

Di kamar Zahra masih memikirkan tawaran ayahnya. Sebuah ide telah muncul di otaknya. Ia segera menemui ayahnya di ruangannya.

"Assalamu'alaikum yah. Zahra masuk ya yah."

"Wa'alaikumsalam, ada apa Ra?."jawabnya sembari melepas kacamatanya.

"Sangat beruntung bagi yang mau menghafalkan Al-Qur'an. Tapi untuk tawaran tadi Zahra keberatan yah, Zahra pengin ngaji kitab yah. Sesuatu yang tidak dari hati akan sulit untuk menjalaninya. Zahra takut nggak bisa menjaga amanah ketika Zahra sudah hafal."katanya dengan kepala menunduk. Semoga ayahnya mengerti...

"Baiklah, tapi apa kamu setuju jika kamu harus mondok di pondok ngajimu dulu?.ayahnya menyunggingkan senyum, di sana Zahra tidak melihat ada raut untuk marah."

"Nggak apa apa kok yah, Zahra senang bisa di sana."ia tak mau mengecewakan ayahnya.

"Makasih yah." Zahra memeluk ayahnya dan ayahnya membalas pelukannya.

Zahra mengikuti mba pengurus menuju kamarnya. Ia sebelumnya belum pernah ke kamar pondok putri, ia hanya tahu tempat dulunya mengaji. Itupun sekarang sudah berubah. Masih sedikit asing bagi Zahra yang baru mengenalnya.

"Ini kamar kamu ya Ra, dan loker warna biru itu bisa diisi untuk keperluan sandangmu Ra."arahan dari mb pengurus itu sambil menunjuk jari tangannya ke loker biru tersebut.

"Ada yang ditanyakan?."

"Mba namanya siapa? Mba udah lulus? Di kamar ini berapa orang?Kok sepi mba?."katanya sembari matanya menyusuri ruang kamar.

"Kamu bisa panggil mba Naila. Mba masih kuliah. Kamar ini dihuni enam orang sama kamu, sepi karena mereka sedang menjalankan piket masak di ndalem. Karena kamu masih baru, kamu bisa menunggu mereka atau main ke tetangga kamar?."balasnya ramah.

Zahra menggeleng pelan.

"Kamar mba di mana? Kok mba mirip sama pak kyai Imron?."

Zahra sebenarnya nggak mau banyak cincong, tapi jika ia penasaran ia akan terus bertanya sampai pertanyaan uneg-unegnya selesai.

"Kamar mba di sini juga kok. Ya karena anaknya jadi ya mirip."balasnya rendah hati.

"Masya Allah...jadi mba tidurnya nggak di ndalem?."bisiknya takut kalau ada yang mendengar.

"Iya, tapi kadang-kadang di ndalem kok."senyumnya tulus tanpa dibuat-buat.

Zahra salut dengan sikap Naila, Dia ingin seperti santri pada umumnya yang sedang mondok meskipun dia putri pak kyai.

"Sosok manusia itu juga nggak di ndalem kan mba?."

"Sia-..." belum dijawab Zahra buru-buru mengalihkan pembicaraan ia tak mau Naila tahu ia kenal sepupunya.

"Eh mba Naila habis ini mau kemana?Zahra ikut ya."

"Ke dapur, baiklah ayo..."jawabnya dengan perasaan yang mengganjal terhadap sikap aneh Zahra.

Kedatangan Zahra membuat semua orang di dapur berhenti dari kerjaan mereka, setelah paham mereka melanjutkan pekerjaan mereka lagi. Zahra sudah biasa dengan sikon seperti ini.

"Namanya siapa?."tanya seseorang yang sedang menggoreng ikan.

"Zahra mba."

"Mba buatin minuman teh tiga."kata seseorang tiba-tiba muncul dari pintu.

"Boleh minta tolong gantiin menggoreng ikan ini?"

"Dewi...kamu lanjutin aja menggorengnya, biar Zahra aja yang membuat."balas Naila.

Zahra melihat gelagat orang itu tak suka padanya. Syukurlah ada Naila. Kalau Naila bukan anak dari kyainya orang itu mungkin bisa protes. Dewi hanya mengalah tak bisa berkutat.

Tapi ya, masa mau nganterin minuman tamu habis goreng ikan?.Jangan deh...Zahra tersenyum geli membayangkannya seraya mengaduk-aduk minumannya.

Astaghfirullah Zahra, kamu nggak boleh gitu...Ia cepat-cepat ke ruang tamu dengan petunjuk dari Naila.

Sebenarnya ia nggak yakin bisa nganterin ini. Huss pesimis, pergilah kau...

Zahra menyuguhkan minuman seraya melirik laki-laki itu yang sedang serius berbincang.

Khemm...

Sadar atas tindakannya, ia langsung kembali ke dapur. Jangan sampai ia kepincut. Tunggu-tunggu...sudah berapa kali dia bertemu, kenapa sampai sekarang belum tahu namanya???

))))

Why? (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang