"Dokter jangan mengada-ada, dia pasti pura-pura stress." pungkas Ethan.
"Maaf, Pak. Tapi sebagai dokter kami memiliki etik yang jelas melarang untuk memberikan keterangan palsu. Kami menyampaikan ini pada Bapak karena Ibu ini," dokter tersebut melihat ke arah Rere, "mengatakan kalau Bapak adalah suami Ibu Lita." lanjutnya.
Rere yang baru saja mendengar keadaan Lita yang sesungguhnya merasa syok. Sungguh ia tak menyangka, hidup bersama Ethan beberapa minggu saja sudah berhasil membuat Lita menjadi seperti ini.
"Lalu selanjutnya bagaimana, Dok?" tanya Rere. Ia khawatir kalau Lita tidak segera sembuh maka gadis itu akan dirawat di rumah sakit jiwa.
"Saya sudah resepkan obatnya, baiknya Bu Lita jangan terlalu stress dulu. Karena kalau jiwanya terguncang, raganya juga sulit untuk disembuhkan." kata Dokter. "Kalau ada masalah, mohon segera diselesaikan. Dokter hanya bisa mengobati, tapi kalau tidak ada usaha untuk sembuh. Semua juga akan sia-sia." Rere tersenyum tipis pada dokter tersebut. Benar apa yang dokter katakan, tapi ia juga sulit untuk membantu Lita karena Lita tinggal di rumah Ethan.
Setelah keluar dari ruangan dokter, Rere memarahi Ethan kembali. Ia seakan tidak bosan-bosannya memaki adiknya sendiri. Ethan juga pusing karena Rere terus-terusan menyalahkannya. Ini bukan salahnya sehingga Lita jadi stress dan hampir gila. Salah sendiri kenapa gadis itu berani menggodanya.
"Puas kau mendengarku dimarahi, hah?" Ethan memarahi Lita sebagai balasan karena tadi ia dimarahi Rere. Sekarang Rere sedang pergi karena ia mendapat telepon kalau anaknya sedang rewel.
Ethan menatap tajam ke arah Lita yang tertidur pulas setelah pingsan tadi. Pipinya tampak lebih tirus dan menjurus ke arah kurus. Membuat cekungan di bawah matanya terlihat samar dan berwarna agak gelap. Bibirnya pucat pasi. Rona pipinya hilang entah kemana. Belum lagi tubuhnya yang mengurus seiring berjalannya waktu.
Lita lebih sering melewatkan jam makannya ketika di rumah. Apalagi Serly sering datang dan makan di meja makan. Lidah dan rahang Lita tak sanggup hanya untuk sekedar mengunyah dan menelan makanan. Ia akan menyibukkan diri dan mengunjungi papa dan mamanya.
Siapa bilang Lita senang menikah dengan Ethan? Tidak! Dia benci. Siapa bilang Lita sengaja tidur di kamar Ethan? Tidak, dia tidak sadar kalau saat itu ia masuk ke dalam kamar Ethan. Lita benar-benar muak dengan omongan orang yang terus menyudutkannya. Ia menangis sendirian, di bawah caci maki yang terus menghujaninya. Tapi Lita tidak bisa melakukan apapun selain berharap Tuhan berkenan untuk mengakhiri deritanya.
Mata Ethan terus menelusuri wajah kurus Lita. Ia merasa heran dengan gadis itu, gadis yang dulu ia anggap sebagai gadis tetangga yang manis, kenapa bisa berperilaku seperti itu?
Ethan mengusap wajahnya, "tidak ada rasa simpati buatmu. Kau pikir dengan berlagak gila lalu aku akan iba? Aku justru jijik denganmu!" Ethan pergi meninggalkan Lita yang masih memejamkan matanya. Tidak ada yang tahu betapa pilunya hati Lita. Hatinya seakan diremas dengan erat. Hingga tetesan demi tetesan air mata mengalir dari pelupuk matanya.
Lita membuka matanya. Ia menatap langit-langit kamar yang polos. Ia berusaha tersenyum walau pipinya akan kebas dan hatinya bertambah nyeri. Tak apa, ia akan terus bertahan semampunya selama raganya masih utuh. Demi sang papa yang menaruh harapan tinggi pada pernikahannya.
"Ta, kamu baik-baik saja kan?"
"Lita baik, Pa. Papa cepat sembuh dong. Jangan menginap di rumah sakit terus." Andy terkekeh. Ia juga sangat ingin segera keluar dari rumah sakit. Tapi tekanan darahnya masih naik turun, jadi dokter belum mengijinkannya pulang. Andy mengusap kepala Lita. Putrinya satu-satunya ini sudah besar. Sudah menikah. Sebagai seorang ayah, Andy percaya kalau Lita tidak lah seperti yang orang pikirkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
All My Fault✔
RomanceINI NOVEL FIKSI YA YOROBUUN! JD KALO ADA YG NGGAK MASUK AKAL, EMANG CUMA FIKSI, GAK SESUAI SAMA KENYATAAN APALAGI AKAL MAKHLUK2 PALING RASIONAL SEDUNIA. MAKASII... WARNING!!! Cerita ini banyak memuat kata-kata kasar dan perlakuan tidak baik dalam r...