Memberi Jeda

9.8K 462 34
                                    

"Ethan.. Kamu nggak mau jelasin sesuatu." Lita meremat tangan Ethan. Ada yang salah di sini, kenapa ia tetap merasa gelap padahal perawat bilang selamat siang.

"Ethan!!!" jerit Lita kencang.

"Mbak, tolong berikan kami waktu sebentar." ucap Ethan pada perawat itu. Meski perawat itu agak ragu, ia akhirnya mengangguk dan undur diri.

"Sayang, dengarkan aku. Kamu harus tenang ya."

"Ethan, aku nggak bisa liat. Aku nggak bisa liat, gelap. Samar. Kamu suruh aku tenang?!" Lita mulai mengucek matanya berharap ia bisa melihat sesuatu.

"Sayang, dengarkan aku. Kumohon, ini cuma sementara."

"Enggak! Ethan, yang terpenting mana anak aku sekarang?!" Lita meraba sekitarnya. Kalau ia buta, ia tidak percaya kata-kata Ethan selanjutnya. Pria itu terus membohonginya.

"Mana anak aku!!!" Ketika Lita semakin histeris, Ethan tak dapat membendung kekhawatirannya. Ia meminta perawat tadi masuk, mereka kemudian memanggil dr. Joan.

Dr. Joan terpaksa memberikan penenang untuk Lita agar wanita itu tidak terus histeris. Ethan ingat, Lita memiliki riwayat mental illness. Ia bertambah pusing memikirkan kemungkinan Lita akan kembali mengalami depresi. Ya Tuhan, apa yang harus ia lakukan sekarang?

"Tuan, anda harus bersabar. Keadaan ini mungkin akan membuat Nyonya Lita mengalami stress, tapi keadaannya harus dipulihkan dulu. Saya turut prihatin atas meninggalnya anak kalian berdua." ucap dr. Joan. Dokter itu menganggap Lita seperti adik kecilnya yang telah lama tiada. Sungguh sangat disayangkan sekarang wanita itu mengalami guncangan yang begitu dahsyat.

"Terima kasih, dok." hanya itu yang mampu Ethan katakan.

***

Saat ini kedua orang tua Ethan, dan mamanya Lita sudah berkumpul di RS. Mereka kadang bergantian menjenguk dan menemani Lita. Ethan juga masih wara-wiri mencoba menemui Bastian.

Sama seperti saat ini. Ethan sengaja meminta ayah dan ibunya untuk menjaga Lita, sedangkan ia berusaha menemui Bastian.

"Gimana keadaan Bastian?" tanya Ethan pada pria itu. Ayah biologis Bastian.

Arya menoleh, "seperti yang kau lihat. Anakku menderita." ucap Arya.

"Kau yang membuatnya menderita." kata Ethan.

"Kalau kau tidak mencampakkan Serly, Bastian tidak akan menderita. Karena tidak akan pernah ada di dunia ini." Perkataan Arya membuat tangan Ethan terkepal.

"Bastian ada karena Tuhan menginginkannya, bodoh. Kau seharusnya berkaca, kenapa kau menjalin hubungan dengan kekasih orang." sahut Ethan tak kalah ketus.

Arya diam seribu bahasa. Akhirnya Ethan kembali berkata, "dokter bilang Bastian terinfeksi virus yang cukup serius."

"Bastian lahir karena Serly terjatuh, selain itu juga dia tidak mendapat ASI sama sekali. Malangnya anak ini. Dan anak malang ini adalah anakku." ucap Arya sambil menatap ke arah pintu kamar rawat Bastian.

Kini giliran Ethan yang diam. Memang untuk urusan ini, para orang tualah yang sepatutnya disalahkan. Mengapa dulu Ethan tidak kepikiran soal donor ASI, sehingga tubuh Bastian akan sedikit lebih kebal.

"Sebenarnya kau urus dengan benar atau tidak, anakku ini?" tanya Arya sambil menatap Ethan sengit.

"Brengsek, kau lihat dirimu sendiri. Kemana kau saat Serly hamil, hah?! Dan coba kau pikir, hati wanita mana yang sanggup merawat anak selingkuhan suaminya? Kau masih meragukan aku dan Lita? Bastian bukan anak orang brengsek sepertimu, karena aku dan Lita yang merawatnya, maka ia adalah anak kami!"

All My Fault✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang