Assalamu'alaikum. Marhaban ya Ramadhan semua, Alhamdulillah kita masih bisa dipertemukan di bulan suci penuh berkah ini. Semoga di bulan ini keberkahan selalu kita dapatkan, dan semoga kita bisa menjalankan ibadah puasa dengan lancar selalu.
Saya mohon maaf atas kesalahan yang pernah saya buat. Jika tulisan saya menyinggung kalian atau saya mengecewakan kalian. Kepada Allah saya mohon ampun 🙏🙏.
Okeh, lanjut deh Naungan Cintamu nya. Happy Reading 😁😁
"Yang seharusnya kau takutkan adalah kehilangan mereka yang peduli padamu disaat kau terbang bahkan disaat kau terjatuh. Bukannya mereka yang bersamamu hanya saat kau berada di atas. Karena mereka hanya berpura-pura peduli saja di awal. Nantinya mereka akan terbang tanpa menoleh padamu untuk sekedar melihat keadaanmu yang terjatuh dibawah sana"
🍁🍁🍁Adhya Sinta🍁🍁🍁🍁
Dengan wajah yang sembab akibat menangis di sepanjang perjalanan pulang di dalam mobil. Rima memasuki rumah tanpa memperdulikan panggilan Uminya. Saat ini Rima kembali hancur. Semua lukanya kembali pedih bak di siram air garam.
Umi Fatimah yang khawatir mengikuti Rima. Namun, ia kalah cepat dengan Rima yang sudah masuk ke kamar dengan menutup pintu. Tak tau apa yang sedang terjadi pada putrinya itu, Fatimah yang khawatir pun langsung menelpon suaminya Ibnu yang sedang berada di kampus tempat pria itu bekerja sebagai dosen.
"Rima! Sayang kamu kenapa? Buka pintunya" seru Fatimah mengetuk pinti kamar Rima. Namun tak ada jawaban dari Rima. Kembali Fatimah mengetuk dan berusaha membuka paksa pintu kamar Rima. Namun nihil, Rima mengunci pintunya.
"Rima. Sayang, Ini Umi. Buka sayang pintunya. Umi khawatir ini" seru Fatimah dengan gusar."Umi, tolong biarin Rima. Rima cuma capek aja. Rima mau istirahat dulu" seru Rima dari dalam kamar.
Fatimah menghela nafas lega. Namun ia tidak percaya jika Rima hanya kecapean. Mana ada orang menangis karena kelelahan.🍁
Ibnu masuk ke dalam rumah dengan tergesa-gesa. Telpon dari istrinya yang mengatakan bahwa putri satu-satunya itu pulang dengan keadaan menangis dan langsung mengunci diri di kamar. Membuatnya khawatir setengah mati. Untunglah saat itu baru saja ia selesai rapat. Sehingga ia diperbolehkan untuk izin pulang.
"Assalamu'alaikum" seru Ibnu saat memasuki ruang tengah di mana di situ sudah ada istrinya, Fatimah yang menunggu.
"Wa'alaikumsalam Bi" sahut Fatimah masih dengan wajah yang panik.
"Rima masih di dalam?" tanya Ibnu yang dijawab dengan anggukan kepala dari Fatimah.Ibnu menatap istrinya yang tampak begitu panik. Lalu ia merangkul istrinya dan mengusap bahu istrinya berusaha membuat Fatimah lebih tenang.
"Kamu tenang, Rima nggak papa kok. Ayo kita liat" ajak Ibnu sambil menuntun Fatimah menuju kamar Rima yang berada di dekat ruang keluarga.Ibnu mengetuk pintu kamar Rima.
"Rima, ini Abi. Kamu di dalem kan nak. Buka pintunya sayang" seru Ibnu dengan lantang. Namun masih terdengar lembut.Tak ada jawaban dari Rima. Ibnu pun menajamkan pendengarannya mencoba mendengar sesuatu dari dalam kamar Rima. Terdengar dari telinganya suara isak tangis. Yang pasti itu adalah suara Rima. Mendengar itu Ibnu semakin khawatir.
"Sayang, ini Abi nak. Buka pintunya sebentar. Kamu kenapa nak?".Masih saja. Hasilnya nihil, tak ada sahutan dari Rima. Ibnu sebenarnya ingin mendobrak pintunya. Tapi ia menghargai privasi anaknya. Ibnu yakin seratus persen. Kalau Rima tidak akan melakukan tindakan konyol selam mengunci dirinya di dalam.
🍁
Luqman senang melihat istrinya ini tersenyum gembira ketika sampai di depan garasi rumah orang tuanya itu. Kebetulan hari ini Luqman libur kerjanya dan Syifa meminta Luqman untuk mengajaknya berkunjung ke rumah mertuanya itu. Karena jika Luqman dan Syifa ingin berkunjung ke rumah orang tua Syifa. Itu dibutuhkan waktu libur yang cukup panjang. Karena rumah orang tua Syifa ada di Yogyakarta. Sementara liburnya cuma hari ini saja.
"Assalamu'alaikum" seru Luqman memasuki rumah karena pintunya terbuka. Ucapan salamnya itu hanya menggema di ruang tamu tak ada yang menjawab.
"Loh pada kemana ya mas Abi sama Umi?" tanya Syifa.
"Nggak tau aku juga" ujar Luqman sambil menaruh sebuah paper bag berisi kue di atas meja ruang tamu."Rima. Buka nak pintunya" terdengar suara Ibnu yang kencang sampai ke ruang tamu. Luqman pun mengikuti suara Abinya itu berasal. Dan sampailah ia dan Syifa di depan kamr Rima.
"Abi. Umi. Ada apa?" tanya Luqman yang membuat Ibnu dan Fatimah terkejut.
"Luqman kamu kapan dateng?" tanya Ibnu melihat Luqmam dan Syifa.
"Barusan kok Abi. Kenapa Rima Bi?" ujar Luqman.
"Rima ngunci diri dikamar. Tadi kata Umi, Rima pulang dari pengajian langsung lari ke kamar sambil nangis" jelas Ibnu."Nangis kenapa Mi?" tanya Syifa binggung dan juga khawatir.
"Umi nggak tau nak, Rima bahkan belum ngomong sama Umi tadi langsung masuk kamar" jawab Fatimah.Luqman merangsek maju ke depan pintu kamar Rima pas. Luqman menatap Abinya penuh tanya. Dan mendapat balasan anggukan dari Ibnu.
Luqman mengetuk pintu itu. "Rima, ini abang. Kamu kenapa dek?" seru Luqman. Namun masih saja tak ada jawaban dari dalam.
"Rima, buka pintunya. Abang khawatir kamu kenapa-kenapa di dalem. Abi, Umi, sama mbak Syifa juga khawatir. Buka pintunya Rim"."Apa kita dobrak aja Bi?" tanya Luqman putus asa.
"Jangan sekarang, kita tunggu Rima yang buka pintunya. Mungkin dia memang butuh sendiri. Rima nggak perlu dampingan kita lagi, dia ngerasa dia bisa nyelesain semuanya tanpa bantuan kita. Biarin aja dia di dalem. Kita nggak dibutuhin sama Rima" ucap Abi Ibnu dengan tegas.Luqman, Fatimah dan Syifa ternganga mendengar ucapan Ibnu. Baru kali ini Ibnu berkata seperti tidak peduli pada Rima.
"Abi. Kenapa Abi bilang kayak gitu? Abi nggak peduli sama Rima?" tanya Luqman tak percaya.
Fatimah yang tak menyadari itu terkejut dengan perkataan anak laki-lakinya itu.
"Buat apa kita peduli sama Rima kalo dia sendiri nggak tau dipeduliin" ujar Ibnu angkuh sambil memejamkan mata sesaat mengalihkan wajahnya dari Luqman.Luqman menggeleng heran. "Abi kenapa sih kayak gini?" tanya Luqman.
"Abi bener mas, buat apa Rima kita peduliin kalo dia nggak tau dipeduliin" ujar Syifa dengan lantang menyetujui perkataan Abi Ibnu.
Luqman menatap tak percaya ke Syifa.
"Syifa?!" serunya tak percaya.Tiba-tiba suara pintu yang terbuka mengalihkan perhatian keempat orang itu.
"Hiks, Abi jangan gitu Abi" isak Rima ketika keluar dan langsung memeluk Abi Ibnu yang tepat di depan pintu. "Abi, maafin Rima. Tolong jangan berenti peduli sama Rima. Rima masih butuh Abi, Umi, Abang sama Mbak. Tadi Rima cuma butuh waktu untuk sendiri" ucap Rima di tengah tangisnya.Luqman yang masih kesal itu tersenyum melihat adik semata wayangnya di depannya.
🍁🍁🍁
Maafkan saya yah, minggu kemarin update cuma sekali. Soalnya stlah up part 17 aku tdk berselancar di dunia online ini hehehe. Jadilah saya hanya membaca cerita orang lain dan saya malah keasikan heheh ☺
InsyaAllah minggu ini bakal tetap 2 part.
Kalo aku up 3 part gmna minggu ini? Ayuk di coment kalo nggak ya aku ttp 2 part.
Semangat ya puasanya. Jangan lupa baca wattpad nya jgn lama-lama sekedarnya aja. Perbanyak baca Al-Qur'an nya karena banyak pahalanya tau. Ayo kumpulkan banyak pahala.

KAMU SEDANG MEMBACA
Naungan Cintamu
SpiritualSpritual-Romance 🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁 Ketika tiba saatnya untuk memilih. Pilihan yang sulit harus Rima ambil. Ia harus memilih yang bisa membawanya ke jalan Allah. Namun, pilihan itu ternyata salah. Kembali ia harus menelan kekecewaan. Dan membuatnya ha...