"Alasanku untuk tetap bejuang adalah karena dirimu memang layak untukku perjuangkan. Dan selama ini kebahagiaanku ada bersamamu. Aku tidak akan berhenti hanya karena ribuan duri menghalangi jalanku. Aku akan berhenti, jika suatu saat kusadari bahwa bahagiaku bukan bersamamu"
🍁🍁🍁 Adhya Sinta 🍁🍁🍁🍁
Saat ini Rima tengah berjalan dengan tiga map besar di tangannya. Rencananya ia akan memberikan map itu pada Hans sesuai perintah Hans. Namun ia berhenti melangkah ketika melihat ke arah lift. Disana ada dua orang tengah berbincang di depan pintu lift menunggu lift terbuka. Seorang pria dan wanita berhijab yang sangat Rima kenal keduanya. Siapa lagi kalau bukan Ilham dan Mila.
Rima menghela nafas kasar. Beberapa hari belakangan ini Rima sering melihat Ilham dan Mila berbincang berdua. Sejak ia mengambil cuti sehari itu, ia jarang bertemu dengan Ilham. Yah mungkin karena pekerjaannya yang menumpuk. Apalagi saat ini perusahaan sedang menjalankan pembangunan properti terbaru.
Lagipula, untuk apa Rima berharap bertemu dengan Ilham lebih sering. Dulu saja ia bahkan jarang bertemu dengan CEO itu, ia biasa saja.
Dapat Rima tangkap dari matanya. Keduanya itu sedang tertawa. Bahkan Mila tampak malu-malu dengan perkataan Ilham. Kemudian Rima pun melanjutkan llangkahnya. Bukannya menuju lift, Rima malah melangkah menuju tangga untuk menuju lantai empat. Sebenarnya ia malas naik tangga, apalagi dari lantai dua ke lantai empat membawa map yang cukup berat ini. Tapi entah kenapa ia tetap saja memilih untuk naik tangga.
Dengan membawa tiga map besar penuh berkas akhirnya Rima menaiki tangga. Untung sepatunya adalah flat shoes yang memudahkanya berjalan. Jika ia memakai high heels pasti sudah lecet duluan kakinya. Atau bahkan sebelum lecet ia lebih dulu terpeleset.
"Kenapa sih pake acara pacaran di depan lift. Kan aku jadi nggak bisa naik lift. Berat tau mapnya" gerutu Rima sambil berhati-hati mengambil langkah menaiki setiap anak tangga.
"Mungkin sih nggak pacaran. Soalnya kan Mila udah nggak mau pacaran lagi. Ta'aruf kali ya?" pikir Rima. "Tapi ngapain juga pake ngobrol di depan lift" kesal Rima.
Tak sampai lima menit ia sudah sampai di lantai itu. Ia pun segera menuju meja Hans untuk memberikan berkas yang ia bawa.
"Hai Hans" sapa Rima tersenyum ramah.
"Hai Rima" sahut Hans yang sedang duduk pun berdiri. Hans menatap map bawaan Rima sambil tersenyum. "Selesai tepat waktu ya".Rima meletakkan map itu di atas meja Hans. "Yap. Sesuai perintah" ujar Rima tersenyum mengindahkan lelahnya.
"Oh iya, kenapa kamu lewat tangga tadi. Bukannya kamu bisa menggunakan lift?" tanya Hans yang memang melihat Rima muncul dari ujung tangga.
Rima menyengir sambil terkekeh pelan. "Emm tidak papa sih. Aku hanya ingin olahraga saja".
Hans hanya mengangguk pelan. Kemudian Rima pun pamit untuk kembali.Sementara itu dari ruangan sang CEO muncul Ilham. Karena Ilham mengunakan lift, jadi ia sampai lebih dulu dari pada Rima. Dan saat ia baru masuk ruangannya, dari kaca transparan itu ia melihat Rima. Ia melangkah menghampiri Rima yang berjalan menuju lift. Sambil tertawa Ilham mempercepat jalannya menyusul Rima. Inisiatif jail pun muncul di otak Ilham.
"Rima" panggil Ilham ketika sampai di samping Rima.
"Astaghfirullahalazim" kaget Rima. Ilham tertawa renyah melihat wajah terkejut Rima.
"Bukannya salam malah ngagetin" gerutu Rima yang pasti bisa didengar Ilham.
"Iya iya. Assalamu'alaikum" ujar Ilham sambil menahan tawanya.
"Wa'alaikumsalam" jawab Rima sambil terus berjalan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Naungan Cintamu
SpiritualSpritual-Romance 🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁 Ketika tiba saatnya untuk memilih. Pilihan yang sulit harus Rima ambil. Ia harus memilih yang bisa membawanya ke jalan Allah. Namun, pilihan itu ternyata salah. Kembali ia harus menelan kekecewaan. Dan membuatnya ha...