12. Bukan Dia

74 11 5
                                    

"Dengan luka, aku belajar bahwa hanya Tuhan yang selalu memberi kebahagiaan. Dan kamu yang selalu memberi harapan yang tak sampai tujuan"
🍁🍁🍁Adhya Sinta🍁🍁🍁

🍁

Dinginnya angin malam terasa begitu menyengat di kulit Rima dini hari ini. Suara hembusan angin yang kencang bahkan terdengar dari tempat Rima duduk saat ini.

Pukul tiga dini hari, Rima sudah bangun. Dan seperti biasa ia akan mencurahkan isi hatinya pada Allah di sepertiga malam ini. Waktu tidurnya tadi bisa dibilang singkat. Rima baru tidur sekitar dua jam.

Tapi itu tak menghalangi untuk bangun dan melaksanakan shalat tahajud. Rasa kantuknya nanti akan terganti setelah ia selesai shalat.

Rima tau jika Allah pasti sudah tau semua yang ia alami. Tapi ia masih ingin mencurahkan semua isi hatinya malam ini. Ia tak peduli dengan air mata yang terus mengalir membahasi mukenah putihnya. Karena Allah Maha Pendengar.

"Ya Allah, maafkan aku jika aku berharap banyak pada dia. Sekarang aku merasakan buah dari kesalahanku. Maafkan aku Ya Rabb seharusnya pada-Mu lah aku berharap yang pasti.

"Mulai sekarang, kini tak ada lagi namanya yang akan kusebut dalam sujudku seperti malam-malam lalu. Karena kini aku sadar dia bukanlah milikku. Sudah cukup rasa itu Ya Allah. Berikan aku kekuatan untuk menjaga hatiku lagi, tuntunlah jalanku agar hati ini tak merasakan sakit lagi. Dekatkan hatiku pada-Mu Ya Allah. Amin"

Shalat tahajud adalah salah satu ibadah yang Rima sukai. Selain karena dilaksanakan di jam-jam tertentu yang menguji iman setiap manusia, juga karena ia bisa begitu larut dan leluasa mencurahkan semua isi hatinya di sertai doa-doa yang selalu terucap.

🍁

"Aku berangkat dulu Syifa. Hati-hati dirumah jangan kecapean. Inget yang di dalam harus dijaga" ujar Luqman mengelus perut Syifa yang di dalamnya tengah berkembang buah cinta mereka berdua.

"Iya mas, mas juga hati-hati" ujar wanita berkerudung merah maroon itu mengelus pundak Luqman. Kemudian Luqman berdiri, dan melihat Rima yang tengah menyantap sarapan.

"Rima, abang berangkat ya. Kamu kalo mau pergi keluar bawa mobil abang aja. Jangan naik taksi" pesan Luqman yang mendapat balasan senyum dari Rima.

"Rima nggak mau kemana-mana kok bang. Mau dirumah aja" sahut Rima dengan nada malas. "Nggak papa kan mbak?" tanya Rima melihat Syifa.
"Ya nggak papa dong Rim, mbak seneng malah kamu dirumah nemenin mbak" Syifa tersenyum sumringah.

"Wah bagus tuh, kamu jagain Mbakmu ya. Kalo mau aneh-aneh larang aja" ujar Luqman yang mendapat pelototan kesal dari Syifa. Luqman yang melihat wajah kesal Syifa tertawa. Pasalnya menurutnya itu lucu. Ia pun mencubit pelan pipi Syifa.

"Wahh bang udah dulu mesra-mesraannya. Ada anak kecil nih. Jagan nyontohin yang nggak bener" ujar Rima dengan wajah polosnya bak anak TK.

Luqman tergelak. "Kecil diliat dari mana. Dari Arab. Hahaha".
Rima mendengus kesal. "Ishh Abang mah".

Syifa tersenyum dari tempat duduknya melihat kedua kakak beradik itu. Kemudian Luqman pamit berangkat. Karena ia harus segera sampai ke Rumah Sakit. Sebagai seorang dokter Luqman harus menangani operasi pagi ini.

Tinggalah Syifa dan Rima berdua dimeka makan.
"Alhamdulillah" guman Rima setelah menghabiskan segelas air.
Begitu pula Syifa yang telah selesai makan. "Rima kamu udah telepon Umi Abi belum?"

"Udah mbak tadi abis shalat subuh". Rima pun ikut berdiri mengikuti Syifa yang membawa piring ke dapur.
"Terus Umi, Abi bilang gimana?".
"Tadi waktu Syifa nelpon Abi yang jawab. Rima dapet nasehat lagi dari Abi hehe" Rima menyengir mengingat tadi waktu ia menelpon Abi. "Untung bukan Umi Mbak. Kalo Umi, pasti Rima kena semprot sama Umi".

Syifa menggeleng. "Ishh kamu ni. Ya kan wajar kalo Umi marah. Kamu juga pulang nggak bilang-bilang. Itu Umi kayak gitu karena khawatir sama kamu". Rima menggangguk paham.

"Mbak biar Rima aja yang nyuci piring. Mbak duduk aja sana. Kasian dedek bayinya udah capek ikut masak tadi" ujar Rima sambil menuntun Syifa untuk duduk di meja makan.

Syifa terkekeh. "Ish, kamu ini ada-ada aja". Rima menyengir kuda. Kemudian ia mulai mencuci piring. Di gulungnya lengan gamis yang ia pakai sampai siku.

🍁

Siang ini Rima yang malas keluar itu memilih untuk menonton tv. Untunglah atasannya di kantor menyetujui keinginan Rima yang ingin tetap bekerja di Bandung sampai akhir bulan ini. Dan Rima juga mendapat libur tiga hari sebagai bonus karena telah membuat kesepakatan kerja sama di London dengan perusahaan lain berjalan dengan lancar.

Besok Rima sudah mulai kerja. Dan hari ini ia ingin istirahat. Mengistirahatkan tubuhnya, pikirannya dan hatinya. Sambil bersantai Rima memakan sebungkus besar keripik singkong.

"Rimaa! Tolong!" terdengar suara Syifa berteriak.

Rima sontak bangun dan mencari sumber suara itu. Ia berlari mencincing gamisnya menghampiri Syifa.

"Rimaa" teriak Syifa dari dalam kamar mandi di samping dapur. Rima terkejut bukan main, mendapati Syifa tengah terkulai merintih kesakitan diambang pintu kamar mandi.

"Ya ampun mbak Syifa!". Rima berjongkok dan membantu Syifa untuk berdiri. Syifa masih merintih kesakitan memegangi pinggang.

"Mbak kita ke rumah sakit sekarang ya" ujar Rima yang dibalas anggukkan oleh Syifa.

🍁🍁🍁

Assalamu'alaikum semuanya pembaca ceritaku yang aku sayangi 😊☺

Maaf aku melenceng dari jadwal yang pernah aku bilang di part sebelumnya. Soalnya tangan ini gatel banget (hehhe mau dapet duit tuh) bukan deng. Aku gatel tangannya mau update cerita ini. Nggak papa yah? 😁😁

Jadwal tetep ya kalo up. Tapi kalo aku seumpama up diluar jadwal itu tandanya aku udah kangen berat sama dunia Wattpad ini. Hehe 😁😆

Okelah sekian part terpendek ini yang aku buat. 😁😄

Jangan lupa semangat ibadahnya ke Allah ya. Masa kalah sama Rima 😊

Naungan CintamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang