14. Jangan Bahas Itu Abi

80 15 5
                                        

"Siapa pun yang bisa membuatmu bahagia. Hanya dalam pelukan orang tuamu lah kebahagiaan yang sebenarnya"
🍁🍁🍁 Adhya Sinta 🍁🍁🍁

🍁🍁

"Ya maafin Rima Umi, Rima nggak gitu lagi kok" rengek Rima yang duduk di antara Umi Fatimah dan Abi Ibnu. Rima duduk menyenderkan kepalanya di bahu Abinya.

Uminya kesal atas sikap Rima yang pulang ke Indonesia dari London tidak memberi kabar. Juga pulangnya malam hari. Fatimah sangat mengkhawatirkan jika saja sesuatu terjadi pada Rima bagaimana. Dan posisinya tidak ada yang mengetahui kalau Rima pulang ke Indonesia.

Marahnya Umi Fatimah adalah bentuk kasih sayangnya untuk putri satu-satunya itu.

"Rima, kamu baik-baik aja kan?" tanya Umi Fatimah sambil mengusap pelan pundak Rima.
"Iya mi, tadi kan umi udah tanya. Rima sehat kok nggak kenapa-napa. Nggak ada yang luka sedikit pun" jelas Rima.

Ibnu dan Fatimah saling bertatapan penuh makna. Ada kesedihan di mata Fatimah, tapi Ibnu tersenyum menyakinkan istrinya itu bahwa semuanya baik-baik saja.

"Maksud Umi kamu bukan itu Rim" ujar Abi Ibnu. Pernyataan Abi Ibnu itu membuat Rima mengerutkan dahi binggung.
"Ini tentang Irsyad" ucap Ibnu dengan hati-hati, ia takut melukai perasaan anaknya itu. Tapi ia ayahnya, ia tak bisa diam saja menganggap hal itu tak terjadi dan membiarkan Rima sendirian di saat seperti ini.

Benarkan. Wajah Rima berubah sendu. Kepedihan itu kembali lagi. Susah payah Rima melupakan itu, namun memang ini belum waktunya untuk Rima bisa menyisihkan luka itu. Tidak mungkin kan dalam sekejap semuanya ia lupakan. Semua butuh waktu.

"Sayang, bukan maksud Abi sama Umi buat kamu sedih. Tapi kami sebagai orang tuamu mau tau keadaanmu. Umi tau kamu selalu nutupin kesedihan kamu di depan Abi sama Umi. Tapi Umi bisa ngerasain dibalik senyum kamu itu ada kesedihan. Hal yang menyakitimu itu juga bisa Umi rasaain nak" ujar Fatimah menatap wajah anak perempuannya itu.

"Kamu selalu lari ke Abang kamu kalo sedih. Sejak kamu tujuh tahun, Abi udah nggak pernah lagi liat anak Abi yang cantik ini nangis di depan Abi sama Umi. Abi seneng kamu selalu bahagia terus" ujar Ibnu tersenyum. "Abi jadi iri sama Abangmu. Abi kepengen kamu cerita ke Abi kalo ada masalah, Abi pengen jadi tempat kamu ngadu ke Abi kalo ada yang nakalin kamu kayak kecil dulu" ujar Abi Ibnu sambil mengelus kepala sang putri yang tertutupi jilbab.

Hati Rima agak teriris mendengar ucapan orang tuanya. Itu memang benar. Rima tak pernah lagi mengadu pada orang tuanya tentang masalah besar yang ia hadapi jika itu bisa membuat orang tuanya sedih. Abangnya lah yang ia jadikan pelarian dari semua kesedihannya.

"Abi, Umi. Rima minta maaf kalo itu buat kalian sedih. Rima cuma nggak mau bagi kesedihan sama kalian. Rima terlalu sayang sama Abi, Umi. Sampe nggak mau liat Abi Umi nangis" ujar Rima.

"Gitu aja terus ngomong nya. Dari dulu kamu bilang gitu kalo Abi Umi bicarain ini" ujar Umi Fatimah.
Rima tersenyum kecil. "Ya emang gitu Mi".
"Ya udah lah. Kalo Rima mau nya gitu. Tapi Abi harap kamu bisa bagi masalah kamu sama Abi atau Umi juga. Nggak semua nggak papa. Kamu coba dikit-dikit untuk berbagi sama Abi Umi ya?" tanya Abi Ibnu.
"Iya Abi" ujar Rima tersenyum pada Abinya juga Uminya.

Ketiga sama-sama tersenyum.
"Oh ya Rima lupa. Umi Abi dapet salam dari dokter Adi" ujar Rima sengaja mengalihkan pembicaraan.
"Dokter Adi?" tanya Ibnu bingung.
"Iya dokter Adi yang ngerawat Umi pas Umi sakit itu loh. Di RS Kasih Bunda" jelas Rima.

"Ohh nak Adi. Dokter ganteng itu toh" ujar Umi Fatimah.
"Iya Mi" sahut Rima mengiyakan.
"Owalah dokter Adi itu" ujar Ibnu ketika sudah mengingat.

Naungan CintamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang