HC 21

38.7K 3.8K 28
                                    

"Mbak Sal, aku ke balkon dulu, ya."

Annisa beranjak dari kursi dan menenteng satu buku dengan tebal seribu halaman. Melihatnya saja sudah membuat Salwa merasa kantuk mendadak.

"Iya."

Annisa keluar kamar kemudian melangkahkan kakinya ke arah balkon. Sedang sepi karena kelas mengaji belum semuanya berakhir. Tetapi cukup damai dengan pesona bintang dan bulan sabit malam ini.

Untuk beberapa saat netra Annisa memandang keindahan malam tanpa lekang. Dia jadi teringat Malik. Sedang apa laki-laki itu malam ini?

"Malam, sampaikan sayangku untuk dia."

Untuk beberapa saat Annisa larut. Namun kemudian menggelengkan kepalanya. Kenapa dia menjadi berlebihan seperti ini?

Ah, jarak itu jahat. Menyisakan harap-harap kosong dibalut kerinduan.

Ponsel yang Annisa letakkan di atas buku bergetar. Layarnya menyala menandakan ada chat masuk. Ibu jarinya dia geser ke atas lalu membuka aplikasi WhatsApp.

'Kak Danis'. Nama itu yang tertera di daftar chat paling atas. Pelan Annisa menghembuskan napas. Bisa dibilang sekarang dia tengah mengharapkan Malik yang mengirimnya pesan. Sekedar memberi semangat atau bertanya apa kabar. Itu ekspektasi yang terlalu tinggi.

Kak Danis
Semangat olimpiade besok.

Annisa Shaqina
Thanks, kak

Setelah membalas pesan Annisa meletakkan kembali ponselnya. Sengaja. Dia sedang malas menerima chat dari Danis yang isinya ya itu-itu saja.

Semenjak Danis berteman dengan abangnya, Annisa jadi sering bertukar pesan WhatsApp atau video call. Awalnya dia canggung. Tetapi lama kelamaan merasa biasa saja karena kadang Ihsan juga ikut bersama Danis dalam panggilan.

Beberapa bulan ini dia masih menyembunyikan kenyataan--bahwa mantan ketua rohis itu sering memberikan kabar atau basa-basi hanya untuk memperpanjang topik--dari Sinta.

Ya, Annisa tidak ingin jika sampai Sinta mengetahui kedekatannya dengan Danis meski hanya sebatas sahabat kakaknya atau putra dari teman mamanya. Karena hal itu akan membuat Sinta bersedih mengingat gadis itu sangat merindukan Danis dan tidak pernah diberikan kabar.

Ponsel Annisa kembali berdering. Panggilan pertama Annisa mengabaikan karena dia yakin itu adalah Danis. Dia sedang tidak ingin berurusan dengan Danis.

Namun pada panggilan ketiga Annisa baru mengangkat. Betapa terkejutnya dia saat membaca nama yang tertera pada layar itu. Gus Malik memanggil...

Tanpa kompromi ibu jari Annisa langsung menggeser layar ke atas. Kemudian meletakkan ponselnya di telinga kanan.

"Ha-halo. Assalamualaikum."

Gugup itu yang sedang Annisa rasakan sekarang. Melihat nama itu menghubunginya untuk pertama kali seolah ada yang membuat perutnya mulas seketika. Jantung berdebar tidak karuan. Dan setelah salam itu terjawab terasa seperti banyak kupu-kupu yang terbang dari dalam perut menuju ke dada.

***

Surabaya, Indonesia

Malik tengah berada di halaman depan penginapan. Dia sedang duduk sendirian di sebuah bangku dari besi. Satu malam tidak berada di pesantren terasa berbeda. Mungkin karena tidak ada lagi sosok cantik yang biasa dia pandang.

HALAQAH CINTA (SUDAH TERBIT) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang