HC 4

55.6K 5.3K 43
                                    

 فَبِأَيِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

خَلَقَ ٱلۡإِنسَٰنَ مِن صَلۡصَٰلٖ كَٱلۡفَخَّارِ

Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar,

وَخَلَقَ ٱلۡجَآنَّ مِن مَّارِجٍ مِّن نَّارٍ

dan Dia menciptakan jin dari nyala api.

[QS Ar Rahman ayat 13-15]

Annisa terpaku, mendengar lantunan surah Ar-Rahman dari lantai bawah masjid. Dia yang baru saja menyelesaikan shalat malam berjalan mendekat ke arah pagar pembatas.

"Liat apa, Mbak Nisa?" tanya seorang gadis menghampiri Annisa yang masih menundukkan kepala.

"Itu, yang ngaji. Ma Syaa Allah, suaranya adem di hati," puji Annisa jujur.

Suara merdu itu mampu mengalunkan murotal dengan tajwid yang benar dan bacaan yang tartil. Menjadi musik indah di bawah naungan langit sepertiga malam.

"Itu Gus Malik, mbak. Putra sulungnya Kyai Zainal." Kia menjelaskan.

Hati Annisa bergetar. Ma Syaa Allah.

Annisa begitu menikmati lantunan ayat-ayat cinta dari mushaf suci itu. Suara Malik mampu membuat baper siapapun yang mendengar, termasuk Annisa. Netranya sudah berkaca-kaca menyelami makna permakna ayat Ar Rahman. Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan?

"Mbak, kita shalat witir dulu, yuk. Udah mau subuh," tukas Kia.

"Kia, nanti setelah shalat subuh kasih tau aku, ya, Gus Malik yang mana." Annisa mengekor Kia, menuju tempat permadaninya di gelar.

"Mbak Nisa belum tau Gus Malik yang mana?"

Annisa menggeleng, tersenyum. "Belum. Kan baru mondok di sini."

"Padahal udah dua hari beliau jadi trending topic santriwati, mbak."

Tidak lama setelah melaksanakan shalat witir, adzan subuh berkumandang. Masjid mulai terpenuhi para santri. Lantai bawah khusus tempat santri putra, sedangkan lantai atas khusus tempat santri putri.

"Kia, beliau yang mana?" tanya Annisa setelah sampai di teras masjid.

"Sebentar, mbak," Kia celingukan, mencari sosok anak kyainya, "yang itu, pake koko krem sama sarung coklat."

"Yang mana?"

"Itu, yang deket sama Akhi Hamas." Sinta menunjuk.

Annisa membulatkan mata, mulutnya yang terbuka lebar ditutup dengan tangan kanannya dari balik mukena.

"Astaghfirullahaladzim."

"Kenapa, mbak?"

"Kita cepet balik ke ma'had, yuk." Annisa buru-buru turun dari masjid, mencari-cari sandal jepitnya yang terasa sulit ditemukan.

"Itu sandalnya, Mbak Annisa," tunjuk Kia.

"Ayo cepet balik, Kia."

"Ada apa to, mbak? Tadi katanya minta dikasih tau yang mana Gus Malik."

Annisa tidak begitu mendengarkan. Matanya masih fokus memandang si pemilik gelar Gus itu.

Astaghfirullahaladzim, Annisa...
Dia anaknya kyaimu, nis. Malu, nis, malu...

Buru-buru Annisa mengalihkan pandangan, pura-pura tidak melihat meski sebenarnya sudah ketahuan memandang karena kedua matanya sempat bertemu dengan mata tajam Malik. Annisa menghela nafas berat. Laki-laki yang kemarin sore dicurigainya ternyata anak dari kyai.

HALAQAH CINTA (SUDAH TERBIT) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang