Satu bulan belakangan menjadi waktu tersibuk untuk Annisa, dirinya harus pintar membagi waktu untuk sekolah dan nyantri.
Setelah selesai olimpiade kemarin jadwal Annisa memang mulai padat. Mengurus organisasi ekskul, jadwal pondok sekalian UTS, ulangan harian yang mepet semua menjadi keteteran.
Malam ini setelah selesai mengaji dan ujian Annisa meminta Salwa untuk menemaninya menjemur pakaian di rooftop. Tadi sore dia sudah mencuci pakaian kotor sebanyak tiga keranjang. Cukup melelahkan apalagi besok sepulang sekolah dia harus melanjutkan mengurus acara diklat dan re-organisasi ekskul rohis di sekolah.
"Mbak Salwa," panggil Annisa pada Salwa yang duduk di salah satu bangku tak terpakai.
"Iya, nis?" jawab Salwa tanpa menoleh. Perempuan itu sedang memandang langit yang menggelap dengan sedikit bintang.
"Emang bener ya Mbak Sarah mau nikah?" tanya Annisa.
Saat di kelas tadi dirinya sempat mendengar para santriwati yang membicarakan perihal pernikahan Sarah Aulia. Perasaannya menjadi ketar-ketir jika saja Malik yang akan menikahi ketua ma'had itu karena kemarin sempat menjalani masa ta'aruf.
"Iya, aku dapat undangan tadi pagi."
Kontan Annisa memperpendek jarak antaranya dengan Salwa. "Sama siapa, mbak?"
"Nggak tau, nggak kenal soalnya." Salwa mengangkat bahu.
"Lho? Bukan Gus Malik, mbak?"
"Bukan. Kalaupun calonnya itu Gus Malik pasti Kyai sudah ngasih pengumuman sebelumnya kalau pesantren ada hajatan."
Air muka Annisa berubah pias. Ada rasa yang melegakan saat mendengar yang menikahi Sarah bukan laki-laki dambaannya, tetapi dia masih penasaran.
"Bukannya kemarin ta'arufnya sama Gus Malik? Kok nikahnya nggak sama beliau?"
"Ohh itu. Katanya Mas Hamas, Gus Malik nggak bisa lanjutin ta'aruf an sama Mbak Sarah."
"Padahal Mbak Sarah itu baik dan shalihah, cocok sama Gus Malik."
Salwa yang mendengar kalimat Annisa barusan menampik ekspresi tak biasa. "Hati orang nggak ada yang tau, nis."
"Iya juga sih, mbak."
"Kamu nggak ngerasa dapet kode to, nis?"
Annisa menyampirkan jemuran dengan hanger, kemudian mengalihkan pandang pada Salwa. "Kode? Kode apa, mbak?"
***
"Assalamualaikum, Malik pulang." Malik menutup pintu utama.
"Abi sama umi masih di luar, mas," jawab Athifa sedikit berteriak dari ruang tengah.
"Kalo Aisyah ke mana?" tanya Malik pada Athifa--yang sedang menonton sinetron--setelah sampai di ruang tengah.
"Lagi siap-siap di kamar. Besok pagi mau berangkat."
Malik bingung. "Ke mana?"
"Mas Malik belum tau kalau mantan gebetan Mas Malik mau nikah?"
Ekspresi Malik bertambah bingung mendengar ucapan Athifa yang mulai ngawur. Sejak kapan dirinya punya mantan? Ada-ada saja.
"Siapa nikah?"
"Mbak Sarah. Undangannya Mas Malik itu dekat TV."
KAMU SEDANG MEMBACA
HALAQAH CINTA (SUDAH TERBIT) ✓
EspiritualSUDAH TERBIT - "Biarkan saya diam dalam kata, namun riuh dalam doa perihal mencintaimu. Karena saya takut saat kalimat saya cinta kamu yang terlantun tanpa ridho Allah, itu adalah langkah pertama saya untuk kehilangan kamu." - Annisa Shaqina Azzahra...