HC 42

33.4K 3K 126
                                    

Semilir angin yang membawa kabar rindu, menyapa lembut di kulit. Wewangian dari bunga-bunga yang sedang mekar, semerbak di indra penciuman. Gugurnya daun-daun yang telah menguning memberi ketegasan bahwa tempat ini bukanlah tempat biasa.

Manik mata itu menelisik pemandangan indah di sekitarnya. Sebelumnya tidak pernah merasa datang ke sini. Taman dengan jenis bunga yang sangat banyak, warna-warni yang sangat indah, lengkap dengan gemericik air danau di tengah taman.

Ada burung pelikan di tepi air terjun, ada pula burung bangau yang sedang bahagia melayari air biru, serta ikan koi keemasan yang berlari berkejaran mencari makanan.

"Ma Syaa Allah, indahnya..." Annisa mengitari taman itu. Mencium bunga-bunga yang tengah bermekaran dengan indahnya. Di petiklah satu bunga lily putih, aroma wangi yang lembut.

Ada yang menarik di tengah taman itu. Kelopak bunga mawar yang tersebar dengan rapi di tepi jalan setapak. Annisa membawa langkahnya mengikuti jalan itu hingga berhenti tepat di depan sebuah rumah dengan pilar tinggi yang menjulang. Dari luar, kemegahan rumah itu bak istana dari kartun Disney princess yang selalu Annisa liat semasa kecil.

"Istana impian."

Sorot matanya mengelilingi sekitar. Mencari-cari sosok pangeran yang akan membawanya ke istana itu. Sampai netranya menemukan dia di sana! Duduk manis di bawah pohon apel dengan sajadah yang terlampir di bahunya. Lelaki itu tersenyum lebar ke arahnya, senyum kebahagiaan dan manis sekali.

"Gus Malik?" Annisa merekahkan senyum yang tak kalah bahagia. Bahagia sekali rasanya bertemu kembali dengan Malik di tempat seindah ini.

Dari tempatnya berdiri, lelaki yang dia yakini adalah Malik itu melambaikan tangan, seolah mengajaknya untuk mendekat. Annisa menyambutnya dengan riang dan senang hati. Berlari, membiarkan khimar putih yang dia kenakan mengepak ditembus angin.

"Tunggu aku, imamku," teriaknya.

Belum sampai menggapai Malik, langkah itu terhenti. Dunia seolah menamparnya untuk sadarkan diri. Di depan sana, telah sampai perempuan lain yang menggandeng Malik dengan mesranya.

Ah, bukan Annisa yang Malik panggil!
Bukan kedatangannya yang Malik tunggu!
Bersama perempuan itu, Malik berjalan ke arah istana impian. Membuka kunci dengan gembok cinta yang mereka miliki.

Annisa memburu. Dipanggilnya lelaki yang masih bertahta dalam ruang hatinya. "Gus Malik, aku di sini!"

Laki-laki itu menoleh bersamaan dengan perempuan di sampingnya. Memberikan senyum bahagia di saat hati Annisa tengah hancur selebur-leburnya. Permata bening itu telah sukses menganak-pinak di dataran pipi yang tertutup sehelai kain itu.

Zaskia!
Perempuan yang bersama Malik itu adalah Zaskia. Bagaimana bisa (?)

"Maaf, Annisa. Aku telah bersama perempuan pilihan orang tuaku. Aku bahagia bersamanya." Sembari mengeratkan jarak mereka dengan pelukan.

Boom!
Hati itu hancur. Tidak lagi berkeping, melebur bersamaan dengan butiran debu. Rasanya seperti ditimpa bom atom yang dilempar tepat pada relungnya.

"Bukankah Gus Malik telah berjanji untuk menjemput saya sepulang dari Al-Azhar? Bahkan sampai hari di mana Gus Malik tidak pernah datang, hari ini saya masih menunggu," ungkapnya menumpahkan segala beban yang dirasa.

"Janji itu telah berakhir tiga tahun lalu. Bersamaan dengan aku yang tidak menjemputmu sesuai waktu yang telah aku tentukan," Malik masih tersenyum, "sekarang aku bahagia bersama perempuan pilihan Abi dan Umiku. Zaskia, dialah makmumku!"

HALAQAH CINTA (SUDAH TERBIT) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang