HC 47

30.6K 2.9K 82
                                    

Menjadi jomblo di usia 26 tahun rasanya tidak cukup mengenakkan. Apa-apa harus diurus sendiri tanpa ada pendamping yang mengiringi. Di supermarket seluas ini, mata Danis sedari tadi menangkap pasangan muda-mudi yang tengah belanja bulanan. Lain hal dengan dirinya yang mendorong troli belanja sendirian, memilih barang sendirian. Tidak ada yang bisa diajak ngobrol atau berdebat kecil perihal barang yang sama namun berselisih harga.

Danis adalah putra tunggal, dia begitu dekat dengan keluarga terutama pada Bunda. Oleh sebab itulah Danis sekarang menginjakkan kaki di supermarket mal hanya untuk memenuhi tugas dari Bunda untuk belanja bulanan. Sebenarnya ini sudah biasa dia lakukan, tetapi akhir-akhir ini pikirannya senang berkelana kesana-kemari. Berandai-andai jika ada sosok perempuan yang dia ajak belanja setiap bulannya. Aish, hanya karena ulang tahun Annisa sudah dekat, rupanya khayalan itu semakin menghantui juga.

"Saos tiram, sudah. Garam, sudah. Sawi, ayam, brokoli, tomat, bawang... Oke udah semua." Danis mengabsen satu-persatu kebutuhan dapur yang Bunda tulis. Kemudian lanjut ke butuhan bulanan, seperti parfum laundry, pewangi ruangan, sabun dapur, shampoo, dan sejenisnya.

Dengan gontai dia mengelilingi rak-rak khusus kebutuhan rumah tangga, tinggallah satu yang belum, yaitu parfum laundry. Bunda memiliki selera sendiri jika menyangkut wangi-wangian. Aroma bunga lavender adalah kesukaannya dan sayangnya di ujung sana tinggal satu botol pewangi. Lavender memang menjadi aroma favorit di kalangan para ibu-ibu, makanya produknya pun paling laku keras di sini.

Bergegas, Danis mengambil langkah. Niatnya mengambil parfum yang tinggal satu-satunya harus terurung saat sebuah tangan mengambilnya lebih dulu.

"Mau ambil juga?" tanya gadis berkhimar ungu itu.

Danis mengangkat tangan, memberi isyarat bahwa dia menolak. "Nggak, buat mbaknya saja. Saya bisa pilih yang lain."

Tidak mungkin Danis akan ngotot dan meminta parfum yang tinggal satu-satunya itu. Bunda akan mengerti, dia bisa mencari parfum pengganti yang lain.

Sebentar,
Suara itu ...,
dan dia rasanya tidak asing.

Perempuan itu lantas tersenyum dan mengambil parfum yang tadi.

"Aisyah?"

Yang dipanggil menoleh, kemudian sedikit memiringkan kepala untuk mengamati lelaki yang ada di depannya ini.

"Kak Danis?"

Dua manusia itu saling tunjuk.

Danis mengangguk dan Aisyah melepaskan nafas. Dia tersenyum, namun tertahan. Ada perasaan bungah dan bahagia bisa dipertemukan lagi dengan lelaki pemilik nama Danis itu. Bagaikan oase di tengah gurun pasir, menghidupkan kembali apa-apa yang pernah mengering dan mati.

"Em, ...," hendak Aisyah bertanya, namun Danis yang bersuara lebih dulu.

"Apa kabar?"

"Alhamdulillah, baik. Kak Danis sendiri?"

"Iya, gue sendiri."

Gue? Aisyah mengulang kata ganti yang Danis pilih. Terasa aneh didengar. Kenapa tidak pakai 'aku' saja? Pertanyaan yang hanya bisa ditanyakan pada diri sendiri.

Diam-diam Danis mengamati, dari ujung Khimar sampai sepatu kets yang membungkus kaki Aisyah. Kemudian mengamati lamat-lamat wajah gadis itu. Masih sama dengan yang dulu. Lentik bulu matanya, senyumnya, semua masih sama. Namun semua itu masih kalah jika dibandingkan dengan Annisa. Annisa-lah yang sekarang menjadi perempuan tercantik setelah bunda.

Bertemu dengan Aisyah kembali di waktu dewasa, rasanya biasa saja. Tidak ada gelenyar aneh yang menggelitik hati. Danis tersenyum dalam hati, sudah dipastikan memang hatinya hanya untuk Annisa seorang. Perempuan yang dia jaga dan juangkan untuk pertama kali. Ah, rasanya Danis memang sudah jatuh sejatuh-jatuhnya kepada Annisa.

HALAQAH CINTA (SUDAH TERBIT) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang