HC 37

31.5K 3.3K 85
                                    

Jogjakarta, Tujuh tahun kemudian...

Panas adalah yang pertama kali dirasakan saat keluar dari ruangan luas ber-AC itu. Hiruk pikuk Kota Budaya sudah berbeda sekarang, lebih panas dan berpolusi. Menyisakan terik yang menjalar sepanjang kota.

"Terima kasih, Mbak Shasa. Semoga bisa kembali ke sini di lain waktu."

"Ah, saya yang berterima kasih banyak. Sudah diundang untuk sosialisasi dengan adik-adik." Gadis bergamis abu-abu itu menyipitkan mata, ada senyum dibalik cadar yang membungkus sebagian wajahnya hingga terlihat dua pasang mata khas perempuan Indonesia.

"Selamat dan sukses, SMA ini bangga punya lulusan seorang penulis sukses seperti Mbak Shasa."

"Saya masih belajar, Bu."

Dia berbicara sebentar dengan staff di SMA tempat dulu dirinya mengemban ilmu. Staff itu baru, belum bekerja saat dirinya lulus enam tahun silam, tetapi begitu menyambutnya dengan baik. Selesai mengobrol, gadis 23 tahun itu meninggalkan sekolah dengan mobil putih miliknya.

"Assalamualaikum. Iya, bang? Annisa lagi di jalan." Dia mengobrol dengan seorang ayah muda di seberang saat mobilnya sudah melaju di jalanan.

"Oh, susu buat Iqbal? Iya, nanti Annisa mampir minimarket sekalian. Oke, nggak lama. Waalaikumussalam." Diletakkan ponsel itu kembali di dashboard, kemudian memutar radio di mobilnya.

Iya, dia Annisa Shaqina Azzahra. Perihal namanya yang dipanggil Shasa itu berawal dari sebuah novel dia tulis dengan nama pena Shaqina Zahra, dan berlanjut dengan dirinya yang dikenal publik dengan nama Shasa. Di usia yang cukup muda bisa dikatakan dia sudah berhasil menjadi orang, bahkan sebelum kuliah S2 nya lulus.

Annisa adalah CEO muda bisnis baju muslimah yang diturunkan dari kedua orang tuanya. Meskipun dari orang tuanya tetapi Annisa belajar begitu keras hingga mencapai di titik sekarang. Kesukaannya membaca novel semasa remaja juga mendorongnya menjadi seorang penulis novel. Satu buku sudah diterbitkan, menyusul dengan buku kedua sebentar lagi. Novelnya cukup laris didunia perbukuan, banyak dicari di toko buku offline maupun online.

Satu langkah yang berbeda semenjak tujuh tahun berlalu, sekarang ada sehelai kain yang membungkus sebagian wajahnya, senyum manis yang tidak sembarang orang bisa melihatnya. Annisa sudah bercadar sekarang, sejak pertama kali masuk perguruan tinggi karena suatu hal, sampai akhirnya dia terbiasa dan merasa nyaman.

Dengan itu, para penggemar novelnya menjadi tidak begitu mengenal hanya dari sepasang manik mata coklat, tetapi Annisa tetap bahagia. Melalui tulisan-tulisannya dia bisa memotivasi orang lain, menumbuhkan semangat dalam mimpi, dan berbagi kisah. Sesederhana itu.

Setengah jam Annisa baru sampai rumah dengan menenteng se-kresek besar belanja bulanan dan keperluan keponakan kecilnya, Iqbal, putra pertama Ihsan dengan Keira yang masih lucu-lucunya. Annisa masih tinggal di rumah lamanya yang dekat dengan Malioboro. Sekarang bertambah dua penghuni baru, Keira dan Iqbal. Sedangkan orang tuanya memutuskan kembali ke Jombang setelah Ihsan menikah.

"Sini biar mbak yang bawa ke dapur, kamu jagain Iqbal sebentar ya." Keira mengambil alih belanjaan Annisa.

"Iya, mbak. Makasih." Kemudian Annisa mendekati Iqbal yang tengah asik bermain di atas karpet. "Halo Iqbal, lagi main apa? Main mobil ya?"

Sebenarnya lelah, dari pagi mengisi seminar untuk motivasi di SMA nya dulu, gravitasi kasur rasanya meningkat drastis. Ditengah rasa lelahnya Iqbal menghampiri dan mengajaknya bermain, kemudian tertawa bersama. Alhamdulillah, dengan hadirnya Iqbal di rumah ini selain sebagai teman bermain adalah teman berbagi bahagia. Sepertinya Iqbal harus punya adik sebentar lagi, pikirnya.

HALAQAH CINTA (SUDAH TERBIT) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang