Annisa duduk terdiam di halte depan sekolahnya. Menunggu angkutan umum untuk pulang ke pesantren. Sudah 30 menit dia menunggu, namun dia selalu tidak kebagian tempat duduk.
"Apa balik ke sekolah aja, ya? Nungguin Sinta selesai," lirihnya.
Hari yang semakin sore dan angkutan yang belum juga lewat, membuatnya ketar-ketir menunggu sendirian. Sedangkan sang sahabat sedang berlatih ekstra PMR.
Annisa hendak kembali ke sekolah, namun dia kembali duduk kala seorang laki-laki yang tadi ditemuinya di depan mading berjalan ke arahnya. Mendadak tubuhnya kaku, menunduk begitu dalam hingga dia hanya bisa melihat sepatu laki-laki itu melewatinya dan duduk di kursi yang berjarak tidak jauh darinya.
"Alhamdulillah." Lega, akhirnya angkutan yang ditunggu datang.
Tubuh langsing dengan tinggi semampai itu memasuki angkot yang hanya tersisa dua bangku. Selebihnya ada tiga ibu-ibu dan beberapa kantong belanjaan, hingga angkot itu terasa penuh. Annisa tebak, angkutan ini dari pasar kota.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam," jawab tiga ibu-ibu dan sopir angkot. Sedang Annisa menjawab dalam hati.
Netra Annisa menyipit. Laki-laki tadi memasuki angkot yang sama dengannya. Bisa dipastikan pemuda itu akan duduk di sampingnya, tidak ada tempat duduk lain.
Mendadak tubuh Annisa menegang. Dia malu, seandainya siswa di sebelah kanannya ini mengetahui jika di depan mading tadi Annisa memandang diam-diam. Tangan putih pucat itu memegang dada dari balik hijab putihnya. Annisa mampu merasakan dag-dig-dug dari dalam.
Astaghfirullahaladzim... Astaghfirullahaladzim...
Sepanjang jalan Annisa hanya mampu beristighfar, berharap jika yang dirasakannya ini bukanlah sesuatu yang salah dan dilarang Allah.
"Kiri, pak," ucapnya pada sopir kala jalan dekat pesantren telah dekat.
Annisa turun, membayar selembar uang dua ribuan. Setidaknya dia bisa bernafas lega terbebas dari mas-mas yang dingin itu.
"Astaghfirullahaladzim." Annisa berjengit. Di sampingnya sudah berdiri laki-laki itu.
"Kenapa?" tanya Malik. Gadis itu melihatnya seperti melihat hantu. Sebelah tangannya dia masukkan ke saku celana. Menambah kesan keren bertambah kali lipat.
"Mas ngapain di sini?" tanya Annisa takut-takut.
Mata Malik memicing. "Pulang." Kemudian berlalu.
"Mas mondok di sini?"
Malik menoleh. Gadis yang dia tau bernama Annisa Shaqina A. dari name tag yang terpasang di hijabnya itu masih mengikutinya.
"Enggak," jawabnya singkat.
"Kalo nggak mondok, kenapa pulang ke sini? Mas ngikutin saya ya?" Annisa was-was. Dia ingin memastikan bahwa laki-laki ini orang baik.
"Kenapa saya harus ngikutin kamu?" Malik menatap sebentar gadis bermanik mata coklat itu. Kemudian melenggang pergi lebih cepat.
"Gadis aneh," pikir Malik saat jaraknya sudah jauh dari Annisa.
***
"Baru pulang, Sin?"
"Iya, nis. Capek banget."
Sinta berjalan ke arah meja multi fungsi dekat jendela. Menuangkan air putih ke dalam gelas bening, kemudian meneguknya.
"Kalo minum sambil duduk, Sin," tegur Annisa.
Sinta mendudukkan diri. "Udah terlanjur, nis."
KAMU SEDANG MEMBACA
HALAQAH CINTA (SUDAH TERBIT) ✓
SpiritualSUDAH TERBIT - "Biarkan saya diam dalam kata, namun riuh dalam doa perihal mencintaimu. Karena saya takut saat kalimat saya cinta kamu yang terlantun tanpa ridho Allah, itu adalah langkah pertama saya untuk kehilangan kamu." - Annisa Shaqina Azzahra...