Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak dua puluh menit yang lalu. Namun Annisa masih enggan untuk pulang sekolah. Sengaja kali ini dia akan berlama-lama di sekolah untuk menunggu Sinta yang tengah eskul PMR.
Suara gemerucuk dari perutnya terdengar di tengah-tengah saat dia sedang menonton drama Thailand yang sedang hits. Setelah mematikan koneksi internet Annisa memasukkan laptop ke dalam tasnya. Kemudian bergegas keluar sekolah untuk mencari makan.
Di halte depan sekolah Annisa melihat siswi berseragam SMP yang tidak asing. Aisyah, adik kedua Malik itu tengah duduk di sana.
"Assalamualaikum, Ning Aisyah," sapa Annisa pada putri Kyai Zainal.
Aisyah yang semula memainkan ponsel tersenyum ramah kepada Annisa. Dia tau Annisa adalah salah satu santriwati di pesantren milik abinya. Sekalian perempuan yang menjadi dambaan kakaknya.
"Waalaikumussalam, Mbak Annisa."
"Ning Aisyah kenapa di sini?" Tidak pernah Annisa melihat adik Malik berkunjung ke SMAnya.
"Sedang nunggu Mas Malik. Kira-kira kapan ya Mas Malik selesai kelas?"
"Kelas dua belas sedang bimbel. Mungkin sepuluh menit lagi, Ning."
Mendekati bulan-bulan penuh ujian memang saatnya menggencarkan semangat belajar. Mulai minggu ini pihak sekolah memberlakukan jadwal jam tambahan untuk kelas dua belas.
"Oh, makasih, mbak." Aisyah tersenyum.
"Mari, Ning. Saya duluan," pamit Annisa pada Aisyah karena ingin mencari makan di toko depan.
Ini untuk pertama kalinya Annisa mengobrol dengan Aisyah. Sebelumnya dia hanya memberikan senyum dan hormat ketika bertemu. Tidak pernah sekalipun mengobrol karena sungkan. Ternyata Aisyah memiliki sikap yang ramah. Bahkan kepadanya yang hanya santri kecil dan tidak terkenal di kalangan pesantren.
Memasuki rumah makan Annisa langsung memesan semangkuk mie ayam dan segelas es jeruk. Dia memilih duduk di dekat jendela yang mengarah ke luar toko. Dari posisinya dia bisa melihat kondisi jalanan yang lalu lalang. Sampai akhirnya matanya menangkap seorang laki-laki yang turun dari ojek online dan memasuki rumah makan yang sama. Annisa masih memerhatikan sampai orang itu memesan makanan.
"Kak Danis," panggilnya pada laki-laki itu. Setelah memerhatikan lama dan mendengar suaranya Annisa yakin dia adalah kakak kelasnya.
"Hai, Annisa." Benar laki-laki itu adalah Danis. Dia tengah tersenyum manis dan menghampiri meja Annisa, kemudian duduk di seberangnya.
"Jadi Kak Danis beneran ke sini? Nisa kira nggak beneran."
"Tau darimana? Aku kan nggak bilang kamu. Bang Ihsan ya?"
Annisa menggeleng. "Bukan. Bang Ihsan nggak bilang. Kemarin saat rapat Gus Malik sempat bilang kalau Kak Danis akan ke sini minggu ini."
Danis mengangguk paham. "Iya aku bilang ke Malik kalo mau ke sini."
"Ada acara apa?"
"Acara ngasih kejutan, ke kamu."
Percakapan mereka terpotong sebentar saat seorang karyawati mengantarkan pesanan keduanya.
Danis mengeluarkan sebuah kotak dari ranselnya dan menyerahkan pada Annisa. "Dari Bang Ihsan."
"Tapi Bang Ihsan nggak bilang kalau ngasih sesuatu ke Nisa." Tangan Annisa meneliti kotak yang Danis berikan.
"Kan sudah aku bilang, ini kejutan."
"Terus Kak Danis sekarang di sini ngapain? Kan kita nggak buat janji untuk ketemu."
KAMU SEDANG MEMBACA
HALAQAH CINTA (SUDAH TERBIT) ✓
EspiritualSUDAH TERBIT - "Biarkan saya diam dalam kata, namun riuh dalam doa perihal mencintaimu. Karena saya takut saat kalimat saya cinta kamu yang terlantun tanpa ridho Allah, itu adalah langkah pertama saya untuk kehilangan kamu." - Annisa Shaqina Azzahra...