Langit yang biasanya membiru kini masih betah menggelap. Nirwana putih yang biasanya menyapa telah berubah abu-abu. Sepertinya semesta sedang digulung rindu.
Annisa yang baru pulang dari pasar sekarang berdiri sendirian di depan supermarket. Meneduhkan diri dari gemericik hujan. Dia melihat sebentar jam tangan kecil yang melingkari pergelangan kiri, pukul 10.15. Sebentar lagi waktunya makan siang dan dia belum masak apapun.
Seorang ibu paruh baya keluar dari supermarket. Menghampiri tempat Annisa berdiri.
"Annisa ya?"
Yang disapa menoleh. "Iya, saya sendiri," ucapnya sopan.
"Saya Marina, temannya ibumu." Ibu itu menunjuk dirinya sendiri.
Annisa tampak berpikir, lalu setelah itu tersenyum hangat. "Tante Marina apa kabar?" Dia mencium punggung tangan ibu itu dengan takzim.
"Alhamdulillah baik, nak. Kamu kok di sini?"
"Dari pasar, tante, nunggu hujan reda buat balik ke pesantren."
"Bun, pulang sekarang?" Seorang pemuda dengan usia tak jauh dari Annisa datang dari belakang Marina.
"Loh, Annisa," pekik pemuda itu.
Annisa tersenyum. "Kak Danis."
"Sebaiknya Annisa pulang bareng tante saja ya," tawar Marina.
"Nggak usah, tante. Sebentar lagi hujannya reda kok."
"Reda gimana? Hujan ini awet lo, nduk. Danis anterin Annisa ke pesantren dulu ya," pinta Marina pada anaknya.
"Iya, bunda."
Dalam keadaan seperti ini Annisa merasa canggung. Di sekolah Annisa tidak begitu dekat dengan Danis, hanya sebatas rekan organisasi dan adik-kakak kelas. "Apa tidak merepotkan, tante?"
"Sama sekali tidak. Tante senang bertemu kamu di sini, jadi biarkan Danis mengantarkan kamu ke pesantren ya."
Satu bulan sabit melengkung indah, membuat pipi Annisa merona. "Terimakasih, tante."
Setelah meletakkan barang belanjaan di bagasi mobil bersama dengan Danis. Annisa masuk ke jok belakang mobil BMW hitam itu bersama dengan Marina.
"Kamu nggak pulang ke rumah?" tanya Marina saat mobil sudah melaju pesat di jalanan.
"Pulang kalau pesantren sedang libur."
"Opo ndak kangen rumah?"
Annisa tersenyum saat tangan Marina mengelus pelan punggung tangan kirinya. Ah, rasanya dia jadi kangen Alfiyah--mamanya.
"Nggeh kangen, tante."
Beberapa percakapan kecil membuat hidup suasana dalam mobil. Rasa dingin efek hujan di luar tidak terlalu terasa. Annisa dan Marina mudah akrab dan nyambung. Dari balik kemudi Danis tersenyum melihat keharmonisan dua perempuan berharga dalam hidupnya.
Setelah sampai di jalan dekat pesantren Annisa turun, dibantu Danis mengambilkan barang belanjaan.
"Terimakasih, Kak Danis."
"Sama-sama."
"Tante, Annisa pamit dulu. Terimakasih atas tumpangannya. Assalamualaikum." Annisa mencium punggung tangan Marina dari jendela yang terbuka.
"Waalaikumussalam. Hati-hati ya."
"Iya tante."
Selepas kepergian Annisa, Danis kembali mengemudikan mobil.
"Annisa cantik ya, Dan," ungkap Marina.
Danis tersenyum, lalu melirik bundanya dari kaca spion. "Iya cantik, bun. Kan Annisa cewek."
KAMU SEDANG MEMBACA
HALAQAH CINTA (SUDAH TERBIT) ✓
EspiritualSUDAH TERBIT - "Biarkan saya diam dalam kata, namun riuh dalam doa perihal mencintaimu. Karena saya takut saat kalimat saya cinta kamu yang terlantun tanpa ridho Allah, itu adalah langkah pertama saya untuk kehilangan kamu." - Annisa Shaqina Azzahra...