HC 17

41.6K 4.1K 30
                                    

Annisa menaiki tangga ma'had menuju rooftop. Tangannya menenteng keranjang yang kosong. Dia hendak mengambil jemuran yang sudah kering.

Sebentar Annisa berhenti. Menatap langit yang indah di ufuk barat. Matahari kembali bersembunyi di kaki gunung. Menawarkan perpisahan dengan langit, bernama 'senja'.

Lucu. Mereka hendak berpisah, tetapi masih memberi keindahan satu sama lain. Annisa jadi ingat masalahnya, merasa berpisah padahal tidak pernah memulai bersama. Tidak ada kenangan kecuali harapan-harapan. Apa ini cinta yang berlebihan?

Saku gamis Annisa bergetar. Dia mengambil ponselnya. Melihat sebentar nama si pemanggil sebelum menempelkan benda berbentuk persegi panjang itu di telinga kanannya.

"Assalamualaikum, bang?"

[Waalaikumussalam]

"Ada apa, bang?"

Annisa rasa akhir-akhir ini Ihsan sering kali menelponnya. Hanya untuk menceritakan hal-hal ringan dan kadang tidak begitu penting.

[Nggak ada apa-apa]

"Kalo nggak ada apa-apa abang nggak bakalan telpon Nisa. Bilang aja kalo kangen sama adeknya yang cantik ini."

Terdengar gelak tawa di seberang sana.

Annisa tersenyum. Ihsan sudah mulai bisa mengikhlaskan kenyataan dan melupakan kenangan buruk yang sempat singgah dalam hidupnya.

"Kesibukan Bang Ihsan apa?"

[Lagi sibuk sama praktik lapangan]

"Istirahat, jangan sibuk mulu."

[Iya, ini istirahat, abang lagi di Malioboro. Tebak sama siapa?]

"Siapa? Mang Udin?" tanyanya. Karena Mang Udin adalah sopir dari keluarganya yang dipercayakan bekerja di rumah Jogja.

[Enggaklah. Masak jalan-jalan sama Mang Udin. Entar dikirain lagi]

"Terus sama siapa?"

Annisa mendengar Ihsan membisikkan sesuatu pada seseorang. Kemudian seseorang yang bersama dengan Ihsan itu menyapanya.

[Halo?]

Annisa membelalakkan mata. Tidak percaya dengan suara siapa yang dia dengar sekarang.

"Ha... halo?"

[Kamu apa kabar?]

"Annisa baik," meskipun nyatanya hatinya tidak benar-benar baik, "Kak Danis apa kabar?"

[Baik, tapi kangen]

"Kangen siapa?"

Terdengar suara keributan di seberang sana. Sepertinya Ihsan sedang memaki Danis.

[Jangan modusin adek gue]

Annisa tersenyum mendengarnya.

[Cuma bilang kangen kali, bang]

[Sok sok an kangen. Bukan tahun sembilan puluhan]

Annisa menahan tawa. Kedua laki-laki itu membuat mood nya kembali baik.

[Dek, masih di sana?]

"Iya, bang."

[Jangan baper kalo digombalin Danis]

"Bang Ihsan sejak kapan kenal sama Kak Danis?"

[Udah dari lama. Mama kan juga temennya Tante Marina. Kebetulan aja di sini si Danis nggak ada temen kecuali abang]

Annisa mendengar Danis protes pada abangnya. Dia tidak terima dijelek-jelekkan di depan Annisa.

"Udah ya, bang. Annisa mau ngambil jemuran, abis itu maghrib an. Nanti ada kelas kitab abis isya'."

HALAQAH CINTA (SUDAH TERBIT) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang