Annisa keluar dari ruangan kelas sepuluh bersama salah satu temannya. Hari ini bimbingan sampai sore. Jadi dia akan membeli makanan di luar mengingat kantin sudah tutup dan sekolah sudah sepi.
Dia berjalan ke arah parkiran. Tetapi matanya menangkap seseorang di halaman tengah bermain bulu tangkis. Annisa mengamatinya selagi temannya belum mengambil motor.
Kok bulu yang mereka mainkan jatuh di hadapannya. Annisa tidak menyadari itu karena masih fokus menatap laki-laki yang berlari ke arahnya. Malik terlihat berkali-kali lebih tampan jika berkeringat. Mungkin jika sekolah masih ramai akan banyak siswa perempuan yang bersorak mendukungnya.
Malik membungkukkan tubuhnya. Mengambil kok bulu yang jatuh tepat di depan Annisa. Annisa terkesima melihat itu. Pesona Malik lagi-lagi mengalahkan hatinya untuk jatuh lagi.
"Hai," sapa Malik. Kemudian tersenyum manis dan kembali berlari ke arah lawan mainnya.
"Ha... halo."
"Nis, ayo berangkat."
Annisa menoleh. Temannya sudah menunggu untuk membeli mie ayam bersama.
"Iya, ayo."
Setelahnya Annisa menaiki jok belakang motor matic itu dan mereka meninggalkan sekolah.
Di perjalanan menuju warung mie ayam, Annisa bercerita ringan bersama temannya. Seperti bagaimana rasanya hidup di pesantren dan serunya memiliki kakak laki-laki.
Percakapan mereka berakhir saat motor berhenti. Kemudian keduanya masuk ke warung dan memesan lima porsi mie ayam.
"Eh Nis, katanya Gus Malik lagi ta'aruf ya sama salah satu santri."
"Ha? Hm, aku nggak begitu tau."
Bukannya enggan, tetapi Annisa memang tidak mau mencari tau tentang ta'aruf itu. Jika dia tau apapun, maka akan susah hatinya untuk menyederhanakan harapan. Lagian dia tidak ingin terlalu mencampuri masalah pribadi orang lain.
Meskipun jika itu tentang Malik dia tetap dan sangat penasaran ingin tahu.
"Aku denger gitu sih. Makanya aku tanyain ke kamu. Kan satu pesantren."
"Kabarnya memang begitu, tapi aku nggak begitu tau dan mencari tau. Biar jadi urusan keluarga beliau."
"Lima bungkus sudah siap."
Annisa segera berdiri menghampiri mas pelayan mie. "Berapa semuanya, mas?"
"Dua puluh lima ribu."
Annisa mengeluarkan selembar uang lima puluh ribuan dan membayarnya. Sembari menunggu kembalian, teman Annisa menyiapkan motor terlebih dahulu. Setelah selesai, mereka kembali ke sekolah.
Dari kejauhan Annisa dapat melihat Malik sudah akan pulang. Laki-laki itu berhenti karena hendak menyeberang. Sampai ada salah satu siswi memberikan sebuah kertas kepada Malik. Annisa tidak mengenal siswi tersebut.
Saat jarak mereka sudah dekat Annisa mengalihkan pandangan. Tidak ingin melihat kejadian di depannya. Tentu saja itu menyesakkan untuknya. Mencintai seseorang yang dicintai oleh banyak orang. Hanya akan ada ketersakitan dan kecemburuan tanpa alasan.
***
Setelah puas bermain bulu tangkis, Malik beristirahat sebentar di pinggir lapangan. Lelah. Hanya untuk menunggu Annisa pulang dia rela membuang waktunya di sekolah. Padahal ada jadwal latihan yang menunggunya.
Drrrtttt Drrrtttt
Saku Malik bergetar. Menandakan ada panggilan masuk. Dia segera mengangkat telepon ketika tau itu adalah uminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HALAQAH CINTA (SUDAH TERBIT) ✓
EspiritualSUDAH TERBIT - "Biarkan saya diam dalam kata, namun riuh dalam doa perihal mencintaimu. Karena saya takut saat kalimat saya cinta kamu yang terlantun tanpa ridho Allah, itu adalah langkah pertama saya untuk kehilangan kamu." - Annisa Shaqina Azzahra...