Juna berjalan perlahan di belakang Irene. Tak ingin berada di sebelahnya. Menurut Juna, cewek itu makin lama makin galak, Junanya makin takut.
Irene sendiri yang ada di depan merasa tidak nyaman merasa ada yang berjalan di belakangnya. Irene tahu itu Juna, tapi Irene berlagak tidak peduli.
Juna ikut berhenti saat Irene berhenti di depan tempat pesan makanan. Kantin sudah sepi dan makanan yang ada juga tinggal sedikit. Irene tidak banyak memilih dan langsung memesan apa yang ada.
"Saya sama kayak cewek itu aja ya, bu." Juna mengekori Irene. Karena sepi, banyak tempat yang kosong. Juna memilih untuk tidak duduk semeja bersama Irene.
Juna berkali-kali mencoba untuk pindah ke hadapan Irene. Tapi saat berdiri, tubuhnya tertarik kembali merasa ragu.
Juna berdiri dari tempatnya. Bukan menuju meja Irene, Juna malah beranjak pergi dari kantin. Merasa dalam keadaan darurat, Juna langsung ke toilet.
Sementara Irene masih menunggu makanannya sambil memainkan hape. Beberapa menit Irene hanya fokus dengan ponselnya.
"Ini, neng." Ibu itu meletakkan dua buah piring di tempat Irene. "Eh, bu, saya pesannya cuma satu porsi." kata Irene.
"Oh iya, ini punya mas yang tadi. Barengan kan?" belum sempat Irene menjawab Ibu itu sudah kembali. Irene mendesah pelan kemudian membiarkan makanan itu.
Irene melahap makanannya dengan pelan. Juna yang baru saja datang melihat meja Irene dengan dua piring itu. Juna agak bingung, punya dia gak sih?
Merasa Juna di belakangnya, Irene menoleh. "Ini punya lo kan?" tanya Irene.
"Kayaknya." Juna melangkah dengan berani kemudian duduk di hadapan Irene. "Ngapain?" tanya Irene.
"Makan." jawab Juna.
"Kenapa disini?" tanya Irene lagi. Kali ini dengan ekspresi datarnya.
"Nggak boleh? Oh ini meja punya lo?" kata Juna dengan berani.
"Nggak sih."
"Ya udah berarti gua boleh makan sini dong ya." Setelah kata Juna, Irene mulai diam sambil makan. Juna juga tidak mengeluarkan sepatah kata. Keduanya makan dalam diam.
Juna mengangkat kepalanya coba memandang Irene. Merasa ditatap, Irene mendongakkan kepala. Juna dengan cepat mengalihkan matanya, menghindari tatapan Irene.
Ini kenapa Juna jadi lemah sih kalo sama Irene.
Juna berdehem pelan, "Lo suka makan apa?" tanya Juna.
"Makanan." jawab Irene.
"Ya iyalah." kata Juna.
"Udah tau kok nanya." kata Irene pelan.
"Lo suka musik?" tanya Juna lagi, kali ini mengganti topik.
"Gak juga." jawab Irene. Juna mengangguk, setelah itu tidak tahu ingin berkata apa.
"Pulang bareng yuk, Rene?" Irene mendongakkan kepala mengangkat alis. Juna agak deg degan menanti jawaban Irene.
"Gua sama Jisoo dijemput." jawab Irene. Juna hanya mengangguk paham.
"Lo sama Jisoo, yang lebih tua siapa?" tanya Juna. Kali ini dia juga sebenarnya penasaran bukan sekedar ingin mencari topik.
"Gua." jawab Irene singkat.
"Beda berapa lama?"
"Sekitar sepuluh menit. Gak tau, lupa." jawab Irene sambil mengangkat bahunya.
"Oh gitu." Juna mengangguk.
Jisoo : gua udah selesai, lo msh di kantin?
Irene memeriksa hapenya. Mengetikkan balasan pada Jisoo.
Irene : msh makan
Jisoo : gua ksna
"Siapa?" tanya Juna.
"Kepo amat." Juna agak menarik diri kemudian memilih untuk diam. Mulut Irene tuh singkat, padat, pedas. Juna saja menyerah.
Irene mendongak melihat ekspresi Juna berubah menjadi agak takut. Irene merasa tidak enak tapi ia sendiri tidak tahu ingin berkata apa.
"UDAH MAKAN BARENG AJA NIH, NGEDATE NYA KAPAN?"
SEKALI LAGI, TITAN EMNG BGST.
Promo dikit gpp kan ya:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dealing With The Twins
FanfictionJisoo dan Irene adalah kembar identik. Mereka mempunyai wajah cantik yang hampir tidak bisa dibedakan. Sikap mereka pun hampir tidak bisa dibedakan. Sama-sama jutek. "Gua bukan Irene!" - Jisoo Kirana Putri "Gua bukan Jisoo!" - Irene Karlina Putri