"Kita mau kemana?" tanya Irene begitu mobil milik Juna jalan keluar dari rumahnya."Maunya kemana?" tanya Juna balik.
"Serah, lo yang ngajak." jawab Irene.
"Udah makan belum?" tanya Juna. Irene menoleh sejenak menatap Juna, membuat pemuda itu menoleh padanya. Gadis itu kemudian menggeleng ragu.
Juna jadi mengalihkan wajahnya mencoba mengontrol ekspresi. "Kita makan aja dulu ya, mau makan apa?"
"Serah lo." jawab Irene.
"Makan ayam mau?" tanya Juna.
"Gak mau."
"Tadi katanya terserah."
"Gua gak bisa makan ayam, nanti merah-merah."
"Alergi ya?" Irene mengangguk.
"Ya udah kita ke mall aja nanti tinggal liat mau makan dimana." kata Juna memberi saran. Irene hanya menurutinya saja, tak mau repot berpikir.
Irene merogoh saku untuk mengambil ponselnya. Gadis itu mengotak-atik ponselnya. Sementara Juna di sampingnya merasa aneh karena keheningan antara keduanya.
Juna berpikir keras mencoba mencari topik agar keduanya tidak diam saja.
Akhirnya mereka berdua tetap diam sampai sudah di tempat parkir mall. Keduanya berjalan beriringan memasuki mall tersebut. Mereka berjalan mengitari mall tanpa tahu kemana akan mereka singgah.
Baik Juna maupun Irene hanya melihat sekitar mereka seakan menghindari kontak mata satu sama lain. Melihat tempat bermain, Juna jadi terpikir sesuatu, "lo suka main? Yuk timezone," ajaknya.
"Boleh," kata Irene pelan yang kemudian berjalan mengikuti Juna di belakang.
Setelah mengisi kartu dengan saldo yang bisa dibilang banyak, Juna menarik Irene menuju ke tempat mesin capit boneka beruang yang berukuran kecil. "Lo bisa main emang?" Tanya Irene.
"Ya coba dulu kan," ucap Juna yang kemudian menggesek kartu tersebut dan mulai mengarahkan joystick mesin tersebut.
"Mau warna apa?" Tanya Juna sambil masih fokus mengarahkan.
"Serah," kata Irene sembarang. Menurut Irene kan hanya orang beruntung yang bisa dapat bonekanya dalam sekali coba.
Juna mulai menggerakkan tubuhnya sejajar dengan mesin tersebut dan menargetkan boneka beruang putih kecil yang berada di tengah-tengah.
Merasa sudah tepat, Juna menekan tombol merah tersebut. Alat itu perlahan turun dan menangkup boneka tersebut. Juna agak membulatkan matanya terkejut sementara Irene tak melihat itu malah berbalik badan.
Juna bertepuk tangan gembira saat boneka itu berhasil keluar dari mesin tersebut. Irene langsung menoleh dan melihat Juna menunduk mengambil boneka tersebut. Gadis itu agak terkejut tak menyangka Juna seberuntung itu.
"Hebat kan? Nih buat lo aja," kata pemuda itu sambil memberikan bonekanya kemudian memandangi sekitar mencari permainan yang seru untuk dimainkan.
Juna agak menunduk menatap Irene yang memegang boneka tersebut sambil menatapnya gemas. "Lo suka bear ya?" ucap Juna.
"Gak juga, tapi lucu sih," kata Irene.
Juna tersenyum mendengarnya, "kalo basket suka?"
"Tau sih," jawab Irene.
"Siapa yang ajarin?" tanya Juna. Irene jadi terdiam mengingat ia belajar main basket melalui sang mantan yang merupakan pemain basket. Irene ingat dengan jelas saat menemani mantannya itu latihan, setelah selesai keduanya sering bermain sebentar walau hanya sekedar adu skor.
Irene jadi tersadar, kan niatnya mau move on.
Gadis ituberdeham pelan kemudian menatap Juna sinis, "kepo banget."
"Sabar," gumam Juna pelan sambil tersenyum.
"Kalo lo tau main, ayo tanding." kata Juna.
"Boleh, yang menang traktir ya," kata Irene.
Juna menggeleng, "gak ah, gua gak suka ditraktir cewek, kesannya gimana gitu."
Irene agak tertegun, "terus apa?"
"Permintaan. Yang menang bisa minta satu permintaan, gimana?" tanya Juna.
Irene jadi berpikir sejenak, kalau menang dia bakal minta apa ya? Tapi kan belum tentu dia menang juga. Gadis itu juga terpikir kalau Juna menang dia bakal minta apa ya? Gimana kalau yang Irene gak suka? Bodo lah, yang penting menang saja dulu.
"Boleh." Keduanya berjalan menuju permainan basket tersebut kemudian menggesek dua mesin basket untuk mereka berdua.
"Siap ya?" Keduanya bersiap kemudian memulai permainan saat timernya mulai berjalan. Irene cukup jago untuk seorang cewek yang bukan pemain basket.
Juna? Jangan tanya lah, dia kan juga pemain basket. Lagian juga Irene sudah tahu Juna jago main basket kenapa terima tantangannya coba.
Skor Juna jauh lebih banyak daripada Irene. Pemuda itu mengintip skor Irene yang berbeda jauh dengannya. Ia jadi santai melihat kemungkinan menangnya lebih besar.
Juna malah menahan satu bola ditangannya tak kunjung memasukkan bola tersebut ke dalam ring, malah menatap Irene gemas yang berusaha untuk mengejar skor Juna.
Waktu habis dan skor Juna masih jauh diatas Irene. Pemuda itu menunjukkan senyum kemenangannya. Irene jadi mendecak sebal dan menatap Juna tak suka.
"Apa permintaannya? Kalo aneh-aneh gua tinggal ya,"
"Permintaan gua tuh simple. Cukup banyakin senyum aja karena kalo lo jutek gua jadi bingung pdktnya gimana,"
GUYS I'M BACK.
Iya tau, kelamaan. Maaf banget yaa soalnya lagi kena writer's block sama tugas kuliah menumpuk padahal kan lagi kuliah onlen yahhh.
Sekian curhatnya, enjoy ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dealing With The Twins
FanficJisoo dan Irene adalah kembar identik. Mereka mempunyai wajah cantik yang hampir tidak bisa dibedakan. Sikap mereka pun hampir tidak bisa dibedakan. Sama-sama jutek. "Gua bukan Irene!" - Jisoo Kirana Putri "Gua bukan Jisoo!" - Irene Karlina Putri