22

4.6K 614 9
                                    






Si kembar dan kedua orang tuanya berakhir di sebuah restoran mewah. Mereka duduk di meja bundar bersama. Suasana di meja makan itu agak canggung. Hanya ada suara Jisoo dan Irene yang beradu mulut hanya karena minuman.

"Gua kan dah bilang sama lo itu gulanya pisah. Lo tau kan gua kalo pesan es teh harus gitu?" ucap Jisoo tak suka

Irene mengernyitkan keningnya. "Kok marah sama gua? Kan yang bawain pelayannya seharusnya lo bilang sama dia bukan ngamuk sama gua. Lagian lo juga di restoran mahal pesannya es teh." balas Irene.

"Kan yang pesen lo bukan gua, terus terserah gua dong mau pesen apa. Yang minum kan gua bukan lo." ucap Jisoo tak mau kalah. Irene lebih tidak peduli lagi, memilih mempertahankan argumennya.

"Kenapa gak lo pesen sendiri aja sih? Nyusahin aja." balas Irene. Dian, sang mama, hanya menatap keduanya sambil senyum, tidak berniat melerai. Sementara Hardi sibuk menikmati makanannya.

"Ya udah sih kok jadi lo yang marah? Harusnya kan gua yang marah." ucap Jisoo.

"Lo sih ngegas, gua jadi ikut marah." kata Irene kemudian menyerup minumannya.

"Sana gih gantiin minuman gua." perintah Jisoo sambil mendorong gelas minumannya pada Irene.

"Gak gak. Lo sendiri sana." tolak Irene sambil mendorong kembali gelas tersebut.

"Loh? Tanggung jawab dong, rene."

"Gak. Bodo amat." ucap Irene. Jisoo memilih diam, gak guna juga memaksa Irene.

Jisoo mengambil sendok dan garpunya kemudian menyantap makanannya dengan diam.


"Terus kalian mau kuliah dimana?" tanya Dian. Irene dan Jisoo mendongak dengan kompak.

"Belum kepikiran." ucap Irene. Jisoo juga setuju mengangguk karena memang mereka belum berpikir tentang kuliah. Mereka juga masih punya setahun untuk memikirkannya.

"Pastikan udah kebayang gitu dong. Mau masuk desainer gak?" ucap Dian. Hardi menoleh dengan cepat saat mendengarnya.

"Desainer? Mereka kuliah jurusan IPA kok malah jadi desainer. Kan jauh sama yang mereka pelajari di sekolah." ucap Hardi menolak pendapat Dian.

"Kan gak salah juga kan? Kalau mereka mau juga kan itu hak mereka."

"Emang mereka mau? Mau kamu mungkin itu." ucap Hardi berhasil membuat Dian merasa tersindir.

"Loh aku juga kan cuma saran sama mereka."

"Udah udah, gak usah berantem." lerai Irene.

Irene berdiri kemudian mengambil gelas milik Jisoo. Kembarannya itu menoleh kaget, matanya bertemu dengan Irene. "Ngambek mulu." ucap Irene kemudian beranjak pergi mengganti minuman Jisoo.

Jisoo tersenyum senang saat Irene pergi. Sebenarnya Jisoo juga tadi sudah mau mengalah tapi agak kaget ketika Irene berdiri.

"Kamu mau masuk mana, Jis? Gak ada yang kamu suka gitu?" tanya Dian.

"Jisoo sih sukanya HI, Ma."

"Bukannya kamu bilang mau ambil dokter?" ucap Hardi karena seingatnya Jisoo pernah bilang ingin mengambil kedokteran setelah lulus.

"Iya sih, Pa. Tapi nanti Jisoo pikirin lagi aja."

"Kamu emang mau di kedokteran?" tanya Dian.

"Jisoo mau, Ma. Cuman gak yakin aja bisa masuk atau gak." jawab Jisoo.

"Kalau kamu mau, masuk swasta aja." tawar Hardi.

"Biayanya mahal, Pa." tolak Jisoo sambil menggelengkan kepala. Meskipun keluarganya bisa dibilang kaya tapi Jisoo tidak mau menyusahkan.

"Gakpapa, yang penting kamu seneng aja." ucap Hardi.

"Tapi yang Papa mau biayain itu bukan cuma Jisoo tapi Irene juga. Jisoo gak mau nyusahin Papa sama Mama." ujar Jisoo.

"Masalah biaya itu urusan orang tua kamu cukup belajar saja." ucap Hardi.

"Tapi, Jis, kamu gak ada niat kuliah di luar gak?" tanya Dian. Hardi yang di sebelahnya mengernyit heran memikirkan apa maksudnya berkata begitu.

"Jisoo belum siap tinggal sendiri, Ma."

"Kalau kuliah di US gimana?" Jisoo dan Hardi agak tersentak mendengar ucapan Dian baru saja. Begitu juga dengan Irene yang baru balik ke tempat duduknya.






















HELLO PEOPLE BTW TOLONG KRITIK DAN SARAN BUAT CERITA INI DONG. LAGI BUNTU SOALNYA. HEHE MAKASIH

Dealing With The TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang