45

2.7K 376 27
                                    







Sudah rapi dengan seragam sekolahnya, Irene melangkah keluar dari kamarnya sambil sesekali merapikan rambutnya. Melihat ruang tamu dan ruang makan kosong, Irene berjalan keluar rumah berpikir Jisoo sudah menunggunya diluar.

Baru saja buka pintu, Irene sontak mundur selangkah melihat wajah pemuda yang tak asing lagi baginya, siapa lagi kalau bukan Arjuna.

"Pagi," ucap pemuda itu sambil nyengir.

"Kok elo disini?" tanya Irene kebingungan.

"Mau jemput lo lah." kata Juna sambil tersenyum. Irene mendelik mendengarnya agak bingung tiba-tiba dijemput seperti ini.

"Gua berangkat sama Jisoo." Kata Irene.

"Jisoo udah duluan tadi sama Titan," kata Juna mengingat tadi setelah Titan menjemput Jisoo, pemuda itu langsung memberitahu Juna untuk pergi menjemput Irene. Itulah kenapa Juna berterima kasih besar pada Titan.

"Loh?" ucap Irene agak kaget. Aneh aja gitu, Jisoo pergi tidak bilang apa-apa. Irene mengambil ponselnya dan langsung mencari kontak kembarannya.


Irene : lo dimana?

Jisoo : hehe maap udah dijalan tadi dijemput Titan

Irene : kok gak bilang? terus gua gimana?

Jisoo : kata Titan entar Juna jemput kok



"Jadi bareng gua aja ya?" Irene mendesah pelan kemudian menatap Juna diam agak lama. Pemuda itu hanya menatapnya sambil menunggu jawaban. Irene tahu ini pasti Juna sudah merencanakan ini dengan Titan.

"Hm, yaudah." Mendengar perkataan Irene, Juna langsung tersenyum lebar. Pemuda itu menarik tangan Irene begitu saja dan membukakan pintu mobilnya untuk gadis itu. Irene hanya menatapnya bingung kemudian masuk ke dalam mobil.

Juna masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesinnya. Walau hal kecil, Juna cukup senang bisa berangkat bareng ke sekolah bersama Irene. Ya walaupun ia harus berterima kasih pada Titan yang sudah merencanakan ini dengannya.

Di dalam mobil keduanya tidak banyak bicara, apalagi Irene. Dalam perjalanan keduanya hanya mendengarkan musik di mobil, tidak banyak pembicaraan diantara keduanya karena Juna sendiri tidak tahu harus membahas apa.




Tidak butuh waktu lama, mereka akhirnya sampai di sekolah. Begitu turun dari mobil, orang-orang yang lewat memandang keduanya begitu saja.

"Makasih." ucap Irene pelan.

"Bareng aja, gua anter sampe kelas." kata Juna menawarkan. Irene hanya diam tidak menjawab. Juna terus berjalan berdampingan dengannya berniat mengantarnya sampai ke kelas.

"Oh ya, katanya mama lo lusa nanti pulang ya?" tanya Juna.

Irene mengangguk, "kenapa emang?" Tanyanya.

"Mama gua mau anterin ke airport katanya." kata Juna yang hanya dibalas anggukan.

"Oh bagus dong." kata Irene sambil tanpa sadar menarik kedua sudut bibirnya membuat Juna yang menyaksikan itu jadi berhenti melangkah.

"Lo barusan?" Irene jadi ikut berhenti kemudian menatap Juna sambil mengangkat alisnya. Sedetik kemudian ia baru sadar dan kemudian kembali mengontrol ekspresinya.

"Ada keajaiban apa hari ini sampe lo senyum?" kata Juna dengan bersemangat.

"Siapa yang senyum?!" elak Irene begitu saja. Juna hanya tertawa pelan, sudah merasa cukup melihat senyum Irene saat itu juga.

Irene jadi melangkah kembali diikuti oleh Juna di belakangnya yang sudah senyum-senyum sendiri. Gadis itu mempercepat langkahnya sambil merutuki bibirnya sendiri.

"Gua kenapa sih goblok banget?" gumam Irene.












"Aduhhhhh." Rintih gadis itu saat merasa menabrak seseorang di depannya. Irene mengusap dahinya merasa baru saja menabrak seseorang dengan tubuh yang lumayan tinggi.

"Eh maaf, rene." Mendengar suara tersebut sontak membuat Irene mendongak melihat wajah pemuda itu. Gadis itu jadi mengalihkan wajahnya begitu saja merasa malas.

Juna di belakangnya juga jadi sontak maju melihat Irene menabrak pemuda itu. "Kalau jalan pake mata." ucap Irene ketus.

"Maaf tadi gak sengaja." kata pemuda itu.

"Ya udah minggir gua mau lewat." ucap Irene.

Pemuda itu menggeleng, "lo jawab dulu kenapa chat gua gak dibalas terus telpon gua gak diangkat?" Tanya pemuda itu dengan nada yang serius.

"Emang sepenting itu sampe harus dibalas?" balas Irene pedas. Juna di belakang hanya menatap keduanya sambil menautkan keningnya merasa ada yang aneh dari mereka, seakan melihat pasangan sedang marahan.

"Lo kenapa sih? Beberapa hari lalu lo gak judes gini sama gua, ada apa sih? Salah gua apa hah!?" kata pemuda itu.

Irene menghela napas kasar kemudian agak mendorong pelan pemuda itu, "gua kenapa? Gua baik-baik aja. Gak ada yang lebih penting pertanyaannya? Minggir! Gua mau lewat."

"Lo marah sama gua? Kenapa? Apa gara-gara gua ninggalin lo di mcd? Waktu itu gua udah bilang ada urusan mendadak." ucap pemuda itu.

"Gua bilang minggir ya minggir, batu banget sih lo!" ucap Irene yang makin mengeraskan suaranya.

Juna maju dan bediri diantara keduanya, "Miko, kayaknya lo harus pergi."

Miko menggeleng masih menatap Irene lurus membuat gadis itu berusaha keras menghindari matanya, "gak bisa! Ada yang harus gua omongin sama Irene," kata pemuda itu memaksa.

"Irene gak mau, seharusnya lo ngerti." kata Juna.

"Lo yang harusnya ngerti, Jun. Ini bukan urusan lo, jangan sok ikut campur!" kata Miko yang terlihat sangat emosi.

"Bro, gua bukan mau ikut campur. Tapi kayaknya lo kelewatan kalo sampe maksa dia kayak gini." kata Juna mencoba untuk tidak terpancing emosi.

"Maaf kalo gua lancang tapi kalo udah kayak gini gua gak bisa diam. Lo mendingan pergi, ini bukan waktu yang tepat buat lo ngomong sama Irene. Coba lo kendaliin emosi dulu, baru lo coba bicara sama dia." jelas Juna yang kemudian meraih tangan Irene dan membawanya pergi dari hadapan Miko.




























MAS MIKO KOK GITU SIH?

Heheh tenang aja konfliknya gak dibikin berat kok karena emang cerita ini gak berat, jadi sebisa mungkin dibikin ringan.

Mau double update gak nih?

Dealing With The TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang