Jisoo : pulang aja duluan gua hari ini latihan di studio
Jisoo : tenang aja gua udah kasih tau papa entar jga dijemput sama mama kok
Irene menghela napas kemudian menyimpan ponselnya.
Ting
Arjuna : dimana? ayo pulang bareng
Gadis itu kembali menghela napasnya. Apa-apaan sih cowok ini, kok timingnya pas sekali.
Irene : gak makasih
"Yakin gak mau?" Irene langsung telonjak kaget mendengar suara yang entah datang dari mana mengangetkan begitu saja tanpa aba-aba. Gadis itu mengelus dadanya pelan.
Irene menoleh pada sumber suara tersebut. "Bisa gak sih gak usah ngagetin?" ketus Irene.
Juna tersenyum kikuk. "Iya, maaf."
"Jisoonya mana?" tanya Juna tak melihat si kembar yang satu. Karena biasa mereka sepaket.
"Latihan."
"Oalah, terus lo pulang sendiri?" tanya Juna lagi. Irene mengangguk pelan.
"Udah ada tebengan belum?" tanya Juna lagi.
"Gua bisa pulang sendiri. Gua gak manja." ucap Irene menekankan kalimatnya dengan tegas.
"Iya tau. Gua kan cuma nanya," ucap Juna agak menarik diri, "mau gua anterin?" tanya Juna.
"Kalo lo mau gua bisa anter kok. Basket masih mulai lima belas menit lagi. Cukup lah waktunya buat anter lo dulu." jelas Juna.
"Kalo gua gak mau gimana?" Juna menggaruk kepalanya mendengar respon jutek cewek di hadapannya itu.
"Gua gak paksa sih. Gua cuma tawarin aja" ucap Juna pelan.
"Gua masih bisa pulang sendiri." ujar Irene. Juna mendesah pelan, terlalu susah untuk sekedar mengajak Irene pulang. Harus Juna akui ia butuh Titan untuk sekarang. Karena biasanya ketengilan Titan bisa berbuah baik.
Buktinya saat Irene dan Juna makan bersama di kantin sambil menunggu Jisoo itu semua berkat ceplas ceplosnya Titan.
"Gua sebenernya mau maksa tapi kayaknya lo gak suka. Ya udah, hati-hati ya." ujar Juna melihat ekspresi Irene yang sudah jelas menolak.
"JUN, GUA CARI---" Irene dan Juna menoleh ke asal suara. Miko terhenti begitu saja melihat keduanya.
"Kenapa?" tanya Juna. Miko berdehem canggung, "Gua ganggu ya?"
Irene diam tidak menjawab. Gadis itu hanya menundukkan kepala tak berani mendongak. Juna tak memerhatikannya, ia hanya terfokus pada Miko.
"Gak kok." jawab Juna.
"Kalau gitu gua tunggu di lapangan aja ya." ujar Miko kemudian melangkah pergi begitu saja.
Juna mengernyit saat menoleh pada Irene yang menunduk diam. "Lo gakpapa?" tanya Juna.
"Iya." jawab Irene singkat.
"Mau pulang naik apa?" tanya Juna.
"Taksi." jawab Irene.
"Ya udah ayo ke depan. Gua temenin nyari taksi." ujar Juna melangkah terlebih dahulu menuju gerbang sekolah.
"Cih, padahal gua belum bilang iya." gumam Irene. Tapi gadis itu tetap berjalan di belakang Juna mengikutinya keluar sekolah.
Mereka berdua menunggu di depan sambil berjaga-jaga untuk tidak kelewatan taksinya. Irene sedikit memperhatikan Juna, baru sadar cowok itu tidak lagi mengenakan kemeja sekolah tetapi sudah menggantinya dengan kaos oblong warna putih.
Tau kan cowok kalo pake baju putih gimana. Aura kegantengannya tuh seakan meningkat.
Irene langsung tersadar dan mengalihkan pandangannya. Gadis itu dengan cekatan segera menarik kepalanya menghadap arah berlawanan. Merasa sadar ia sudah menatap Juna begitu lama.
"Taksi, taksi." teriak Juna melihat mobil berwarna biru di seberang jalan. Mobil itu langsung berhenti menepi.
"Bisa nyebrang sendiri kan?" tanya Juna. Irene mendelik tajam.
"Gua anak SMA bukan nenek-nenek."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dealing With The Twins
FanfictionJisoo dan Irene adalah kembar identik. Mereka mempunyai wajah cantik yang hampir tidak bisa dibedakan. Sikap mereka pun hampir tidak bisa dibedakan. Sama-sama jutek. "Gua bukan Irene!" - Jisoo Kirana Putri "Gua bukan Jisoo!" - Irene Karlina Putri