Lose

339 44 2
                                    

Keesokan harinya.. 

Jiseong terbangun dari tidurnya dan merasa tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas apapun hari ini. Tapi karena sang Ibu menyuruhnya untuk tetap bersekolah walaupun dia tidak ada di rumah, Jiseong mau tidak mau menuruti kemauan sang Ibu dan mulai turun dari tempat tidurnya. Dia berjalan ke arah kamar mandi untuk bersiap-siap membersihkan dirinya. Setelah beberapa menit berlalu, dia mulai berpakaian rapih dengan seragam sekolahnya dan beranjak keluar kamar. Dia melihat pintu kamar Ayahnya yang terbuka sedikit. 

"Appa sudah bangun? Tumben sekali pintunya tidak ditutup dengan rapat"

Dengan penasaran, dia melangkah ke arah pintu dan sedikit mengintip. Dia mendapati sang Ayah sedang duduk di lantai dengan mengangkat kedua lututnya. Dia juga terlihat masih mengenakan pakaian yang kemarin di kenakannya. Jiseong yang ingin mendorong pintu lebih lebar lagi, tampak mengurungkan niatnya saat mendengar isak tangis dari Ayahnya. 

"Apa aku harus memberitahu keberadaan Eomma padanya? Kenapa mereka harus bertengkar sampai menyebabkan Eomma tidak ingin lagi tinggal di sini?" Ucap Jiseong dalam hati.

Dia memilih untuk melepaskan tangannya dari gagang pintu dan berjalan ke lantai bawah untuk melakukan sarapan seorang diri. 

"Ahjumma, apa yang kau masak hari ini?" Tanya Jiseong saat sudah sampai di depan meja makan. 

"Aku sudah menyiapkan sandwich isi kesukaanmu. Tunggulah sebentar"

"Nde...." Jiseong duduk di tempatnya dan langsung meminum jus yang sudah di sediakan di atas meja. 

"Apa Ayahmu belum bangun? Semalam dia pulang ke rumah saat tengah malam"

"Belum, mungkin dia kelelahan, Ahjumma"

"Ibumu belum juga kembali?" Tanya housekeeper itu saat sudah menaruh piring berisi makanan di depan Jiseong. 

"Belum"

"Apa kau tidak sedih melihat keadaan kedua orangtuamu seperti ini, Jiseong'ah?"

"Nde. Aku tidak boleh menangis untuk menambah beban mereka berdua. Aku juga yakin kalau mereka berdua akan segera berbaikan kembali. Hanya saja, aku tidak tahu kapan...."

"Pemikiranmu setiap hari semakin bertambah dewasa. Apa yang menyebabkanmu bisa berbicara seperti itu?"

"Aku telah memikirkan banyak hal selama Eomma memutuskan untuk meninggalkan rumah kemarin. Aku tidak ingin mereka berdua mengalami hal yang lebih buruk dari ini kalau melihatku menangis. Aku bahkan sempat berpikir, bagaimana jadinya kalau aku tidak lahir di dunia ini? Apa mereka berdua akan tetap menikahi satu sama lain?"

Wanita paruh baya itu memegang pundak Jiseong. 

"Kau tidak boleh berpikir seperti itu. Kehadiranmu sangat di inginkan oleh keluarga ini. Kau menjadi sumber kekuatan bagi mereka berdua untuk bisa terus bertahan dalam menghadapi masalah. Jadi, hilangkan pemikiranmu itu dan tetaplah tersenyum. Aku tahu kelak kau akan menjadi anak yang bisa membanggakan kedua orangtuamu"

"Terima kasih, Ahjumma. Aku sebenarnya tidak suka makan sendirian seperti ini, kau bisa duduk di sebelahku dan menemaniku"

"Apa tidak apa-apa?"

"Nde. Eomma mengajarkanku untuk tidak membedakan orang-orang yang tinggal di sini. Aku harus memperlakukanmu seperti keluargaku juga"

The CureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang