Nama gue Naya, gue gak perlu sebutin nama panjang gue karena gue terlalu malu untuk mengakuinya. Saat ini gue baru balik lagi ke Jakarta setelah 5 tahun tinggal di Norwegia. Hari ini adalah hari pertama gue masuk ke sebuah SMA Swasta di bilangan selatan Jakarta. Ya, setelah sekian lama akhirnya gue balik lagi ke kota yang sangat gue benci ini.
Tok tok tok, "permisi Non, Pak Budi udah nunggu di bawah."
"Iya Bi, 5 menit lagi saya turun."
Rumah orangtua gue ini cukup besar dan hanya ditinggali oleh kedua orangtua gue, gue, 2 asisten rumah tangga, 1 penjaga rumah, serta 1 supir. Suasana hening dan sunyi selalu menyelimuti setiap sudut ruang yang ada di rumah ini.
"Non Naya, kata Ibu kalau tidak mau sarapan, ini udah bibi siapin bekal untuk Non bawa ke sekolah," ucap Bi Siti.
"Papa sama Mama ke mana Bi?" tanya gue melihat jajaran bangku di ruang makan yang kosong.
"Sudah pada berangkat dari pagi sekali Non, Tuan pergi ke luar kota, dan Ibu katanya ada urusan penting di kantor."
"Oh gitu. Mirna udah berangkat sekolah Bi?"
"Mirna sedang siap-siap Non, kenapa menanyakan Mirna?"
"Nih bekalnya untuk Mirna bawa aja ke sekolahnya. Dan saya hari ini mau berangkat naik ojek, gak perlu diantar Pak Budi."
"Tapi Non, nanti Ibu bisa marah kalau Non tidak diantar."
"Ibu gak ada di sini, kalo dia tanya bilang aja tadi Pak Budi antar saya. Saya mau jalan sekarang."
"Tapi Non Naya..."
Gue tidak merespon panggilan Bi Siti, gue hanya berjalan ke depan pagar dan ojek online yang gue pesan sudah menunggu.
"Wuah gede banget dek rumahnya," ucap abang ojek itu sambil melihat rumah dengan kagum.
"Iya, rumah orangtua saya bukan rumah saya. Jalan sekarang Bang."
"Oh iya, dek."
Gue hanya bisa menghela nafas ketika turun di depan gerbang sekolah. Gue merasa semua pasang mata saat ini tengah menatap aneh ke arah gue. Dengan santai, gue tetap melangkahkan kaki gue masuk ke dalam.
Terlihat seorang guru sedang memeriksa pakaian anak murid yang baru saja datang. Ketika gue berjalan ke arahnya, guru tersebut langsung memanggil gue.
"Kamu, ke sini," pamggilnya dan gue pun menurutinya.
Beliau melihat gue dari atas sampai bawah dengan wajah heran sambil menggelengkan kepalanya.
"Kamu murid baru di sini ya?" tanyanya.
"Iya Pak," jawab gue.
"Ayo, ikut saya dulu ke ruang BK."
Dan gue hanya mengikutinya dari belakang.
Gue pun masuk ke dalam ruangan yang tidak begitu besar. Hanya ada 2 meja kerja serta sofa dan meja di tengah ruangan. Tidak lama kemudian, ada guru wanita separuh baya masuk ke dalam.
"Selamat pagi Pak Amir," sapa beliau.
"Pagi Bu Hilda, ini ada anak baru yang hari ini baru masuk."
"Oh iya-iya, saya sudah dengar. Mari duduk di sini nak," guru yang dipanggil Bu Hilda itu meminta gue untuk duduk di sofa.
"Baik Bu, kalau begitu saya kembali ke bawah lagi ya."
"Iya Pak Amir, terima kasih." Dan guru yang dipanggil Pak Amir itu pun keluar ruangan.
"Tunggu sebentar ya Nak, Ibu ambilkan berkas biodata kamu."
Beliau berjalan ke arah belakang salah satu meja kerja dan mengambil sebuah map dari dalam kabinet. Lalu beliau kembali duduk di depan gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH
RomanceHiraeth: A longing for a home you can't return to, or one that was never yours. Menceritakan sebuah perjalanan menemukan kembali titik balik yang sudah lama Naya lupakan. Proses panjang pencarian sebuah makna dari kata 'rumah' yang sudah tidak bera...