Naya's Pov
Gue balik ke apartemen setelah ngobrol banyak bareng Will dan Aris. Mereka berdua juga langsung pulang ke rumah masing-masing setelah mengompres luka mereka di warung tadi.
Gue melepaskan jaket dan mengambil handuk kecil serta air hangat yang gue tuangkan ke mangkok. Gue duduk di ruang tv sambil mengompres luka di pelipis kiri gue. Lumayan sakit juga ya, untung aja gak harus sampai dijahit. Kemudian gue mengambil obat merah, kapas, serta kasa. Gue pun menutupi luka goresnya dengan alat-alat tersebut.
Ketika gue ingin membereskan peralatan tadi, tiba-tiba bel pintu gue berbunyi. Gue berjalan ke depan dan melihat dari dalam siapa yang datang ke apartemen gue di jam segini. Gue sedikit kaget karena ternyata orang tersebut adalah Syahna. Lalu gue membukakan pintu dan mempersilahkannya untuk masuk.
Gue kembali melanjutkan kegiatan gue untuk membereskan bekas handuk kecil serta mangkok yang berisi air hangat. Ketika gue ingin berjalan ke arah dapur, Syahna secara tiba-tiba memeluk tubuh gue dari belakang. Dia pun membenamkan kepalanya di punggung gue sehingga membuat gue tidak bisa melihat wajahnya.
"Kamu kenapa?" tanya gue bingung sambil berusaha melihatnya.
"Gini dulu, jangan gerak," jawabnya masih tidak mau memperlihatkan wajahnya.
Gue pun menaruh alat-alat yang gue pegang tadi di atas meja bar.
"Kamu kenapa sih Sya?"
Terdengar isakan tangis darinya.
"Lho, kok kamu nangis? Kamu kenapa?" tanya gue lagi masih berusaha untuk melihat wajahnya.
"Dibilang jangan gerak. Aku tuh lagi pengen peluk kamu kayak gini. Aku takut kamu kenapa-kenapa Nay. Aku takut kamu dimacem-macemin lagi sama orang. Aku takut kalo sampe harus kehilangan kamu. Aku khawatir banget sama kamu. Aku kesel karena kamu main nyerang gitu aja, tapi aku juga seneng karena kamu ngebelain aku sampe segitunya. Tapi tetep aja, aku takut kamu kenapa-kenapa," ucap Syahna sambil menangis.
Gue mencoba mengatur nafas lalu gue mengelus lembut punggung kedua tangan Syahna yang sedang melingkar di pinggang gue.
"Iya aku minta maaf udah bikin kamu khawatir," ucap gue membuat Syahna semakin erat memeluk tubuh gue.
"Jangan kayak gitu lagi Nay, gue takut. Gue beneran takut kalo lo sampe kenapa-kenapa."
"Iyaa Syaaa. Ini aku belum boleh lihat muka kamu?"
Dia menggelengkan kepalanya.
Gue pun tersenyum melihat tingkah Syahna yang menggemaskan ini. "Iya, iya, aku nurut aja sama kamu."
"Aku malu," gumam Syahna.
"Malu kenapa?"
"Malu tadi marah-marah kayak anak kecil di depan Aris dan Will. Aku juga malu sama kamu."
"Makanya sekarang kamu dateng ke apartemen aku?"
Syahna hanya menganggukkan kepalanya.
"Terus mau sampe kapan meluk dari belakang gini? Aku kan mau lihat muka kamu."
"Iya, iya, tapi janji jangan ngetawain aku," gumamnya.
"Ya masa pacar lagi nangis gini aku ketawain sih?"
"Emmm..."
Secara perlahan, Syahna pun mulai melepaskan pelukannya sehingga bisa membuat gue untuk menatap wajahnya. Dia masih menundukkan kepalanya, lalu gue menyentuh lembut dagunya untuk membuatnya mendongakkan wajahnya.
Akhirnya gue bisa menatap wajah Syahna yang masih menitihkan sedikit air mata. Gue mengusap lembut air matanya, gue tersenyum padanya, dan sedetik kemudian gue mencium bibir Syahna dengan sangat perlahan.

KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH
Roman d'amourHiraeth: A longing for a home you can't return to, or one that was never yours. Menceritakan sebuah perjalanan menemukan kembali titik balik yang sudah lama Naya lupakan. Proses panjang pencarian sebuah makna dari kata 'rumah' yang sudah tidak bera...