7 Tahun Kemudian
Dalam sebuah perjalanan bisnis dari Jakarta-Dubai-Berlin, Syahna terlihat sangat lelah sambil menjijing tas laptopnya dengan sebelah tangannya. Setelah menghabiskan waktu dua hari satu malam di Dubai, siang ini Syahna harus melanjutkan perjalanannya menuju ke kota Berlin. Syahna tidak sendiri, dia pergi bersama atasannya.
"Sya, kamu udah check schedule kita selama di sana kan? Please make sure we can attend to all the meetings tomorrow, especially with the Regional BOD. And have you check your last deck that I revised this moring? I gave a note on slide 18 – 20," ucap seorang wanita berusia hampir 35 tahun dengan pembawaannya yang tegas.
Syahna yang sejak tadi mengikuti langkah cepat atasannya tersebut terlihat tengah mengecek ponselnya. "Sudah kok Mbak Maya, our schedule is already set. Aku juga udah revisi deck-nya and I'm ready to present in front of the regional team."
Wanita yang dipanggil Mbak Maya itu tiba-tiba saja menghentikan langkahnya dan menoleh pada Syahna.
"I know I can rely on you. You're doing great Syahna. Terus kayak gini ya, being perfectionist is good," ucapnya.
"Thank you for helping me Mbak."
"Anytime. So, let's go," ajaknya menuju masuk ke dalam pesawat.
Mereka berdua duduk di bangku business class yang mayoritas diisi oleh para pekerja dan pasangan suami-istri.
Para pramugari mulai memberikan arahan dan pemberitahuan. Syahna melihat Mbak Maya yang duduk di sampingnya sedang memakai airpods.
Dia pun ingin melakukan hal yang sama sambil menunggu take off. Namun, sesaat sebelum Syahna memakai airpods di telinganya, sang pilot memberikan ucapan sebelum pesawat lepas landas.
"Good evening ladies and gentlemen, welcome abroad to Emirates Airlines flight 3210. This is your captain speaking, Davira Naya with just a little flight information coming up. We are gonna flying at an altitude of 37,000 feet in our speed is 400 miles an hour from Dubai International Airport to Berlin Branderburg International Airport. Please sit back, relax and enjoy the flight."
Syahna langsung terdiam mendengar pengumuman tersebut. Dia berusaha memastikan nama kapten pilot yang baru saja ia dengar. Saat itu juga, jantungnya berdebar. Rasa lelahnya pun sudah lagi tidak ia pedulikan. Pikirannya langsung tertuju pada satu nama, pada seseorang yang sudah lama ia rindukan. Hingga Syahna tidak lagi bisa menahan rasa penasarannya, ia memanggil salah seorang pramugari untuk menghampirinya.
"What can I help you, Miss?" tanya pramugari yang menghampiri Syahna.
"I'm sorry, I wanna know who is the captain of this flight? I mean her name," jawab Syahna yang sudah tidak bisa lagi membendung rasa penasarannya.
"Our captain name is Miss Davira Naya Baskoro. Is there anything I can help you Miss? Because our flight will take off in a minute."
"Oh no, thank you."
"You're welcome. Please tight your seat belt."
"Oh yeah. Thanks."
Mbak Maya menatap bingung Syahna. Dia pun melepaskan airpods dari telinganya dan bertanya pada anak buah kesayangannya itu.
"Syahna... Something happened here?"
Syahna tersadar dari lamunannya. "Oh, oh gak kok Mbak. Gak apa-apa."
"If you're tired, just sleep okay."
"Iya Mbak, thank you."
Ketika Mbak Maya kembali mengenakan airpods sambil memejamkan matanya, Syahna justru tidak bisa relaks sedikit pun. Ada sesuatu yang berkecamuk di dalam hatinya. Dia jadi gelisah, senang, bahkan tidak tahu harus bersikap bagaimana. Karena saat ini, dia sedang berada di satu tempat yang sama dengan Naya, wanita pertama yang membuatnya jatuh cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH
Любовные романыHiraeth: A longing for a home you can't return to, or one that was never yours. Menceritakan sebuah perjalanan menemukan kembali titik balik yang sudah lama Naya lupakan. Proses panjang pencarian sebuah makna dari kata 'rumah' yang sudah tidak bera...