Syahna's Pov
Mata Naya masih terpejam. Dan aku bisa mendengar suara nafasnya yang begitu tenang dan teratur.
"Nay.." panggilku.
"Hmm," gumamnya parau.
"Ke rumah gue sekarang ya," ucapku.
"Hmm," dia masih bergumam dengan mata terpejam dan kepalanya yang bersandar di bahuku.
Aku pun mengeluarkan ponsel dari saku dan langsung memesan taksi online. Tidak butuh waktu lama, taksi online kami datang dan menunggu di samping taman.
"Udah sampe nih abangnya," ucapku.
Dia membenarkan posisi duduknya lalu menarik nafas dalam. Kemudian Naya berdiri dan menatap ke arahku.
"Ayo," ajaknya.
"Ayo."
Selama di perjalanan Naya hanya melihat ke luar jendela. Aku kembali memerhatikan wajahnya dengan seksama. Ada sedikit goresan di pelipis kanannya dan aku rasa luka tersebut masih baru.
Tidak terasa kami pun telah sampai di depan rumahku. Suasana di rumah sangat sepi karena hari ini Mama pergi ke rumah temannya dan Bang Andra juga ada jadwal kuliah dari pagi.
"Lo tunggu sini bentar, gue ambilin minum," ucapku meminta Naya menunggu di ruang tv.
"Iya," sahutnya sembari melepaskan jaket dan duduk di sofa.
Aku bergegas ke dapur membuatkannya sirup. Lalu aku kembali menghampirinya untuk memberikannya segelas minuman.
"Ke kamar gue aja, yuk," ajakku.
Dia tidak menyahuti hanya menganggukkan kepalanya. Sesaat setelah membuka pintu kamar, aku langsung menaruh tas begitu pun dengannya.
"Cuci kaki dulu sana sebelum naik ke kasur gue," ucapku.
"Hemm," Naya bergumam sambil berjalan ke kamar mandi.
Aku melakukan hal yang sama sesaat setelah dia keluar.
Setelah selesai cuci kaki dan cuci muka, aku melihat Naya duduk di balkon kamarku sambil menatap kosong ke arah langit, sama seperti ketika ia menginap di sini.
Aku menghampirinya. "Lo mau ngerokok?"
Dia langsung menoleh. "Emang boleh?"
Aku menganggukkan kepala.
Dia pun masuk ke dalam lalu mengambil rokok serta korek api dari dalam tasnya. Kemudian dia duduk kembali dan membakar sebatang rokok yang sudah dipegang olehnya.
"Tunggu di sini sebentar," ucapku.
"Lo mau ke mana?"
"Ambilin obat."
"Obat? Buat apa?"
"Buat obatin otak lo biar bener. Ya buat luka lo lah, gimana sih?"
"Yaelah, gak usah lebay. Luka begini doang."
"Terserah deh ah, tunggu sini jangan ngerokok di dalem. Tutup lagi nih pintunya."
"Iyaa," sahutnya.
Aku mencari kotak P3K di ruang santai di samping kamar Bang Andra. Tiba-tiba kakiku kembali nyut-nyutan, mungkin karena hari ini kebanyakan jalan. Aku kembali ke kamar dan melihat Naya sudah masuk ke dalam tengah duduk di atas karpet dan bersandar pada tempat tidur. Aku pun bberjalan menghampirinya dan duduk di depannya.
"Udah cuci tangan belum lo abis ngerokok?"
Dia menggeleng.
"Ish, nih elap dulu tangan lo pake tisu basah. Nanti bau," aku menyodorkan se-pack tisu basah di depannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH
Любовные романыHiraeth: A longing for a home you can't return to, or one that was never yours. Menceritakan sebuah perjalanan menemukan kembali titik balik yang sudah lama Naya lupakan. Proses panjang pencarian sebuah makna dari kata 'rumah' yang sudah tidak bera...