INTRO: Prey

12.6K 1K 112
                                    

In the end,

all we've got

is precious knowledge

of a self-destruction.


.

.

.

BULAN menyentuh titik tertinggi ketika anak itu muncul. 

Di antara gemerisik pepohonan yang berdiri rimbun sepanjang perbatasan bukit bersalju, dia berjalan tertatih-tatih seperti mabuk, dengan suara napas mirip anjing yang mengendus makanan. Ada darah di mana-mana. Membekas di kulitnya. Menembus kausnya yang kusut. Menutupi hampir seluruh bagian celananya, bahkan belepotan di wajah dan rambutnya. Dia tidak mengenal siapa pun, tidak pula dengan dirinya sendiri. Dia tidak tahu mengapa dirinya berada di sini.

Biar bagaimanapun, suara di dalam kepalanya terus-menerus meneriakinya, menyuruhnya untuk bergegas.

Cepat! Cepat! Cepat!

Dia tidak bisa menolak.

Dia tidak tahu bagaimana cara menghentikan suara itu.

Anak itu tidak lebih dari delapan belas tahun, tetapi kerut-kerut tegang di wajahnya membuatnya tampak berusia lebih tua. Langkahnya dipercepat, selagi otaknya berusaha menerka apa yang terjadi di sekelilingnya. Seingatnya, dia berada di rumah bersama ibunya. Seingatnya, dia sedang sakit keras dan ibunya tak memperbolehkannya keluar. Seingatnya, dia tak pernah berada di tempat ini sebelumnya ....

Di mana dia?

Cepat, Keparat!

Seluruh ingatan di dalam kepalanya kabur. Kakinya seperti disengat oleh ratusan lebah dan membuatnya bengkak, tetapi dia tidak merasa sakit. Alih-alih, dia seperti tidak ada di dalam tubuhnya sendiri. Ada sesuatu yang membuatnya terus bergerak maju. Makin lama makin cepat. Anak itu tidak sadar beberapa saat kemudian dirinya sudah berlari menembus hutan.

Bagus! Bagus! Bagus!

Sudah dekat!

Apa yang terjadi? Apakah dia sedang berhalusinasi? Rasanya dunia berubah menjadi sesuatu yang tidak masuk akal. Tanah di bawah kakinya menggembung seperti hendak meletus, serbuk salju mencair dan berubah menjadi darah, pohon-pohon di sekitarnya bergerak, ranting-ranting saling berbelit dan membentuk tangan-tangan manusia bercakar panjang. Anak itu mendengar suara orang tertawa, kemudian jeritan-jeritan memilukan. Samar-samar, dia berpikir suara-suara bernada jahat dan melengking itu keluar dari mulutnya sendiri.

Sudah dekat!

Sudah dekat!

Anak itu bernapas dengan tersengal-sengal, tetapi anehnya dia tidak merasa lelah. Bau. Dia mencium bau seperti sesuatu yang enak. Kakinya melangkah cepat, menyusuri kelokan tajam dan turunan curam, selagi diliputi oleh nafsu. Jantungnya berdenyut cepat seirama langkah kakinya. Terburu-buru. Kemudian, tubuhnya terjengkang ke depan dan dia terjatuh dengan sangat keras.

Berhenti sejenak. Suara di kepalanya menyuruhnya untuk terus maju.

Bangkit!

Bangkit, bocah bedebah!

Tak ada rasa sakit. Anak itu bangkit lagi, tak memedulikan tumitnya yang terkilir atau tulang lututnya yang bergeser. Jari-jari kakinya patah dan terlipat ke dalam, robekannya membuat darah segar mengalir tanpa henti. Akan tetapi dia terus bergerak, berlari dan tak berhenti walau menabrak pepohonan. Langkahnya membawanya ke sebuah pagar kawat raksasa yang menjulang.

Lapar! Lapar!

Lapar!

Dia mencium bau yang kuat yang berasal dari balik pagar. Bau yang enak. Dia tidak tahu mengapa dia selapar ini. Ada aroma khas yang memicu perutnya bergejolak, merintih minta diisi. Anak itu mengendus-ngedus lebih liar, lalu mengeluarkan suara seperti dengkingan anjing yang tersiksa. Dia harus masuk, dia harus cepat masuk!

Makanannya di dalam!

Cepat masuk ke sana dan ambil makananmu!

Anak itu menyelipkan jarinya pada lubang-lubang kawat, kemudian menarik dan mendorongnya. Dia mengerahkan tenaganya untuk mengoyak kawat itu. Urat-urat nadi menonjol di permukaan kulitnya yang berkilat oleh darah. Rasa lapar merayap di tubuhnya hingga dia merasa jauh lebih marah. Dirusaknya kawat seperti anjing yang ingin dibebaskan dari kandangnya. Dia menarik dengan sentakan keras. Kemudian kawat itu koyak, meninggalkan lubang menganga yang cukup lebar.

Dengan nafsu yang memuncak, anak itu masuk melewati lubang pada pagar.

Malam itu terasa sunyi bagai disihir. Tak ada penduduk dan tentara pengawas yang berjaga. Barangkali anak itu menyelinap ke daerah yang tepat, atau mungkin sebenarnya dia hanya beruntung saja.

Insting membawanya sampai ke sebuah pemukiman. Disusurinya jalanan dengan langkah bengis. Keringat dan air liurnya mengucur deras, membuatnya tampak seperti habis tercebur di kolam yang penuh darah dan lendir. Dengan mengikuti jejak bau, dia mendatangi sebuah rumah yang berpagar rendah, yang berada paling dekat dengannya.

Kemudian, anak itu memanjat masuk ke halaman rumah.

Semakin mendekati teras rumah, aroma yang memabukkan itu makin kuat. Suara di dalam kepalanya kini seperti teriakan tak terkendali. Makan! Makan! Makan! Makan! Dia merasakan perutnya hampir robek dikuasai oleh rasa lapar. Anak itu menyambar kenop pintu dan menggoyang-goyangkan dengan bengis. Saat usahanya gagal, dia meninju apapun di dekatnya, berniat merusak dan mendobrak masuk. Keberuntungan berpihak kepadanya ketika jendela yang berada di samping pintu utama tahu-tahu bergetar ...

... lalu mengayun membuka.

Ternyata, pemilik rumah lupa mengunci yang satu ini.

Dia tertawa tersengal. Ludahnya muncrat ke mana-mana. Nafsu yang besar menggerogotinya selagi dirinya berjuang masuk melalui jendela.

Anak itu muncul di sebuah ruangan gelap yang sunyi. Dia tidak memerlukan cahaya untuk menunjukkan jalan. Insting lah yang akan menuntunnya. Bersama geraman dan gairah yang meluap-luap, langkah kakinya berderap di sepanjang koridor, memasuki tikungan pertama, dan sampai pada pintu di ujung. Dia mengendus kembali dengan satu tarikan napas panjang, lalu memutar kenop dengan perlahan.

Monster itu kini telah menyelinap ke dalam sebuah kamar.

Dia mendekat, mengedarkan pandang di sekeliling ruangan. Atensinya berhenti pada sebuah gundukan selimut di atas ranjang. Terdengar suara dengkur halus dari sana.

Anak pintar―

Suara di dalam kepalanya tertawa-tawa.

―ambil makananmu sekarang!

Dan, diliputi oleh rasa lapar yang memuncak, dia menyambar gundukan itu bagai anjing gila yang menemukan mangsanya.[]

𝐓𝐇𝐄 𝐋𝐄𝐅𝐓𝐎𝐕𝐄𝐑𝐒 (𝐒𝐄𝐀𝐒𝐎𝐍 𝟏)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang