"ATAU kami membunuhmu."
Kalimat itu bagai sebuah bom yang berdetak di jantung River, membangunkannya, menuntut dirinya berpikir lebih cepat daripada apa yang bisa dia berikan. Tak butuh banyak alasan memutuskan harapannya untuk hidup atau mati, sebab kini semua jelas; ujung senapannya menghadap wajah Claude, sementara ujung pistol Isaac menghadap kepala belakangnya. Tak adil kalau hanya menuntaskan dendam pada satu orang dan meninggalkan dua kroninya hidup-hidup, bukan?
Apa yang hendak dia lakukan?
"River?"
River terlonjak, sejenak lupa caranya bernapas. Dia mendongak dan menjawab tegang pada Gareth, "A, aku akan ikut kalian."
"Bagus," kata Gareth, kemudian River melihat, walau hanya sekilas, ekspresi Gareth yang melunak; menghela napas.
Dia hendak berbicara lagi ketika tahu-tahu terdengar keresak semak-semak dari sampingnya. Semua yang ada di tempat itu secepat kilat berpaling, tepat ketika gegap tawa menyebalkan muncul dari balik pepohonan―dengan langkah terseret-seret malas di atas salju yang licin―menampakkan raksasa perundung berwajah bengis yang mereka kenal.
"Wah, apa ini? Apa kupingku tak salah dengar?"
Daniel terkekeh, tangan dilesakkan pada saku-saku celananya. "Kau," katanya kepada River. "Ternyata tidak tahu apa-apa tentang tempat ini, ya? Pantas saja sejak awal melihatmu aku sudah curiga; mengapa kau selalu menolak makan daging padahal itu adalah makanan pokok kaum seperti kami, dan ...," dia mendekat pada River, dengan agak menunduk, memelototi wajahnya. "Mengapa kau punya bau yang sama seperti tua bangka keparat itu?"
River membeku di tempat, tercabik antara dipermalukan dan marah. Sulit untuk tidak membenci Daniel dengan sikapnya yang seperti itu. Caranya menatap jelas-jelas menyatakan sesuatu dari konsep penghinaan dan perendahan. Andai orang ini bukan monster, River sudah mencolok matanya sejak tadi.
"Tua bangka?" River membeo, berdiri tegap menatap Daniel. Apakah yang dimaksud adalah Paman William?
Daniel berdecak, bernapas di dekat wajah River. Napasnya beraroma rokok dan sedikit amis. "Kalian berdua ternyata sama, ya," katanya dengan enteng, "para manusia kecil rendahan, kalian melarikan diri dari kejaran singa dan malah masuk ke lubang buaya."
Lalu Daniel tertawa lagi.
"Bukankah tadi sudah kubilang agar jangan mengikuti kami?" tanya Claude sementara dia maju menyelip di antara River dan Daniel. River merasakan tangan Claude mendorongnya agar mundur. Gareth menghampiri juga dan menarik dirinya agar lebih menjauh.
"Ah, bagaimana, ya, habisnya aku penasaran dengan anak ini." Daniel melirik River. Lagi. Pandangannya jatuh pada baret luka di jemarinya. "Waktu ketemu di gerbang penginapan tadi baunya bikin aku lapar, makanya kuikuti saja kalian untuk mencari informasi, siapa tahu yang kucurigai benar. Dan, ternyata bocah ini benar-benar masih bersih, ya?"
Isaac menghadang bersama Claude. "Kau ini tidak bisa kalau tidak ikut campur urusan orang, ya?" Suaranya agak bercampur dengan getar kemarahan.
"Yah, tidak ada yang bisa kulakukan kalau kerjaannya hanya menganggur sepanjang hari, kan?" Daniel tertawa mengejek.
River melihat Gareth berpaling padanya dan memberinya arahan untuk melihat ke bawah; kode rahasia. Dia mengacungkan jari telunjuk menghadap tanah di bawah kakinya. Tetap di tempat? Itukah yang Gareth maksud?
River tak bisa berkutik lagi. Tidak masuk akal untuk menolak perintah mereka, walau kedengarannya tanpa kehadiran Daniel pun nyawanya bakal tetap terancam. Keempat monster kejam ini pasti akan memburunya ke mana pun dia lari.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐇𝐄 𝐋𝐄𝐅𝐓𝐎𝐕𝐄𝐑𝐒 (𝐒𝐄𝐀𝐒𝐎𝐍 𝟏)
خيال علمي[Pemenang Wattys 2021 Kategori Science Fiction] Ini adalah kiamat yang terjadi secara bertahap. Wabah mengerikan yang mengubah korbannya menjadi monster setengah serigala kini telah menyerang North Carolina. Karena suatu peristiwa, River dan Juan...