Chapter 34: Acceptance

944 269 46
                                    

PENGALAMAN pertama saat Gareth merasakan kegelisahan mengancamnya adalah ketika dia datang ke tempat ini dan melihat, untuk pertama kalinya, pasukan monster yang berkedok manusia.

Kegamangan pada periode itu membuatnya merasakan kebisuan yang nyata, saat tidak ada apa pun yang bisa dilontarkan kecuali pancaran tatapan kosong. Barangkali karena terlalu terkejut, atau terlalu cemas, atau justru terlalu takut. Semua lapisan perasaan itu membekukan ekspresinya.

Menyusul kematian Paman William, terdengar derak memekakkan dari atas. Gareth menengadah dan melihat, dari balik birai tangga, sosok monster yang menyerupai River dalam wujud paling mengerikan menatap pada kekacauan di bawah. Mata bersinar kuning seperti pancaran sorot harimau buas, punggung yang melengkung, otot-otot yang mengeras di balik kulit, serta cakar-cakar tajam dan taring tebal yang meneteskan liur. River telah berubah menjadi monster raksasa―bengis dan tak terkendali, dan kini dia mengincar jasad Paman William.

"RAAAARRR!" Raungan kemarahannya mengaum di ruangan itu, mengerik udara dengan geraman yang buas dan berbahaya. Sang monster, tanpa diduga, langsung meloncat dari birai tangga dan mendaratkan kedua kakinya di lantai dengan suara debum keras.

Pergerakannya begitu gesit. Dalam sekejap, dia menyambar tubuh William dan menerkamnya. Deru napas, geraman, dan dengking makhluk yang kelaparan mendominasi sentakan keterkejutan dari kerumunan yang menonton. Sang monster mengoyak jasad menjadi bagian-bagian kecil, dan semua orang di penginapan itu terperangah ngeri, kepalang terkejut hingga membisu saat menyaksikan sobekan kain dan tubuh-tubuh yang terpotong terlempar ke udara, bersama rambut yang berberai di antara gigi monster, serta darah dalam jumlah besar yang menyiprat, menciptakan bau anyir yang tajam dan berat. Menghipnotis.

Nyaris saja Gareth dan Isaac lupa bahwa penginapan itu adalah sarang monster.

Sekonyong-konyong, bau darah berbaur dalam atmosfer ruangan, menyapu kesadaran beberapa pengungsi yang masih belum sempurna dalam mengontrol nafsu membunuhnya. Gareth dan Isaac tengadah dan menyaksikan pemandangan neraka itu dengan gemetaran. Tiga orang yang mulai mengejang dan berubah. Suara tulang dan cakar mereka berderak bagai api yang melalap kayu, geraman berang dan buas membahana, gegap lolongan manusia yang berubah menjadi monster saling sahut-menyahut....

Jantung Isaac berdebar kencang. Dia mencium aroma darah itu dan mulai kesulitan untuk mengontrol diri. Ujung-ujung jarinya berkedut seperti hendak menumbuhkan sesuatu, sementara rongga dadanya dibanjiri oleh gelegak aneh yang membakar, menimbun dirinya dengan hasrat ingin maju dan menerkam. Namun, dia merasakan genggaman erat Gareth di lengannya, menahannya untuk terjun dalam jerat bangkai itu.

Mereka tahu apa yang semestinya dilakukan, mereka tahu apa yang harus dilakukan untuk menyadarkan monster bermata kuning yang kehilangan kewarasan ini.

"Kita keluar dari sini," adalah sebaris kalimat yang diperintahkan Gareth sebelum dia membiarkan dirinya berubah. Tendon di balik kulitnya mengejang dan membesar, merobek pakaiannya, selagi cakar dan taring terbentuk seperti kait yang tajam, Isaac mengalami hal yang serupa. Perbedaannya adalah, mereka masih terlampau waras untuk bergabung dalam kerumunan yang kini terjun bebas dari atas dan membuat lantai pualam berkeretak pecah. Udara di sekeliling mereka bergejolak dan lobi bergetar oleh gempa.

Ketika kawanan monster beramai-ramai menancapkan gigi dan saling berebut potongan tubuh Paman, dalam sekejap Gareth menembus kerumunan menerjang River.

Dia membanting tubuh River pada pintu garda besar hingga terbuka. Kedua monster itu bergulingan di undakan luar, saling menghunus taring dan mencabik, mengayun pukulan dan menyeruduk. Suara mereka melengking merobek alam. Namun, Gareth jauh lebih kuat dan terkendali. Dia membanting si monster ke tanah, kemudian mengangkatnya lagi dan melemparnya hingga punggungnya menghancurkan pagar penginapan. Besi-besi jeruji membengkok dan menyemburkan debu serta serpihan tanaman rambat yang rontok.

𝐓𝐇𝐄 𝐋𝐄𝐅𝐓𝐎𝐕𝐄𝐑𝐒 (𝐒𝐄𝐀𝐒𝐎𝐍 𝟏)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang