Chapter 37: The Veiled

879 257 52
                                        

PADA pergelangan tangannya, Claude merasakan sedikit nyeri saat jarum suntik itu menembus ke dalam kulitnya.

Dia bisa membayangkan beban berat kenyataan ini bergelayut di atas kepalanya seperti awan mendung. Virus itu telah masuk ke dalam tubuhnya dan dalam beberapa hari akan mengubah dirinya, akan menghilangkan kewarasannya, serta menyingkirkan potongan naluri manusia dalam pikirannya. Apakah keputusannya ini adalah benar? Apakah dia tidak akan keliru dalam menaruh kepercayaan pada ayahnya?

Ini tindakan yang nekat sekaligus membahayakan. Siapa lagi orang yang mau berkorban seperti ini selain dirinya? Claude menelan ludah dengan gugup sementara desau angin dari pendingin ruangan membuatnya membeku dalam kecemasan.

Kecemasan yang sarat dengan tekad dan ketegasan.

Benar, kalau bukan karena sakit kanker yang dibawanya telah merontokkan semua yang ada dalam dirinya, Claude mungkin akan menolak tawaran ayahnya. Keadaan yang kacau telah menggerus semangat hidupnya sehingga dia nyaris berpikir bahwa pengorbanan ini tak sebegitu penting dibandingkan dengan apa yang dihadapi dunianya. Ayahnya adalah salah satu dari tim inti yang beroperasi dalam penelitian mengenai virus Kureiji, dan obsesinya telah melampaui apa yang Claude pikir sebagai batas kenormalan. Namun, dia tak mencoba membencinya dan menaruh kepentingan pribadinya di atas altruisme yang dilakukan ayahnya. Dia tak ingin membencinya.

"Ayah, setelah kau menyuntikkan virus ini padaku, selanjutnya apa?" Claude bertanya, menahan dirinya untuk tak bernapas terlalu keras.

"Gejala akan datang dalam satu atau dua hari ke depan," jawab ayahnya sembari menaruh jarum suntik itu pada secarik kain di dekat meja. Pria itu menutupinya, kemudian membungkusnya dengan hati-hati memakais kain yang lain.

"Pengobatan dikhususkan pada saat gejala pertama mulai muncul, Nak. Saat hal itu terjadi, aku akan menyuntikmu dengan larutan yang akan mengubah kembali susunan genetik dalam tubuhmu. Ini adalah proses yang cepat namun agak menyakitkan. Kau mungkin mengalami fase delusif dan disorientasi yang cukup parah, tapi aku memintamu untuk bertahan selama masa itu. Sepanjang hal itu terjadi, aku akan mencatat seluruh sinyal dan tanda dalam tubuhmu sebagai perbandingan hipotesis yang sedang kuselidiki."

Claude menarik napas. Dia menatap pada tambalan kapas mungil yang digunakan untuk menutupi luka bekas suntikan pada pergelangan tangannya.

Suara hentakan sepatu tahu-tahu menyela renungannya. Claude mendongak dan melihat ibunya muncul dari bilik pada sudut ruangan. Wanita itu melipat tangan di depan dadanya dan memandang Claude dengan alis mata yang turun sedikit, barangkali merasa prihatin.

Seketika hal itu mencetuskan pertanyaan pada benak Claude.

"Ayah, apakah sulit bagiku untuk terus diawasi sampai aku harus tinggal di tempat ini?"

"Kau harus diawasi ... untuk menghindari tindakan-tindakan agresif saat kegilaan mulai menyerang otakmu. Itulah sebabnya, rumah yang paling baik bagimu adalah tempat ini." Mendengar kata kegilaan membuat peurt Claude bergolak. Selama ini dia selalu menunda untuk memikirkan bagaimana akhir hidupnya. Melalui kanal berita dan sumber informasi yang didapatnya, prajurit pengawas di luar sana tak ragu menghunus peluru pada monster-monster yang kelewat gila, dan apakah hal yang sama akan dia terima saat nantinya dia berubah menjadi monster kejam?

Claude merasa hampir kehilangan pegangan. Dia tak bisa membayangkan kematian terburuk macam apa yang akan diterimanya nanti.

"Bila nanti penelitian itu gagal ... apakah Ayah akan membunuhku seperti para prajurit itu?" tanyanya.

"Claude, kalau itu terjadi, aku akan memastikanmu untuk meninggal tanpa rasa sakit."

Claude mendengar sentakan napas terkesiap ibunya ketika ayahnya mengatakan hal itu. Saat mendongak, dia melihat tangan ibunya menutupi mulutnya sendiri. Ironis membayangkan bagaimana janji kematian dirinya diucapkan begitu sederhana oleh ayahnya, namun tak pelak hal itu membuat Claude lebih tenang dibandingkan tadi. Walau sebenarnya wacana itu tak berarti apa-apa dibandingkan dengan apa yang akan dihadapinya beberapa hari ke depan. Sebab kata ayahnya Claude akan merasakan kesakitan yang tak wajar saat virus itu mulai menggerogoti tubuhnya, apakah pada akhirnya dia akan semakin terbiasa dengan rasa sakit?

𝐓𝐇𝐄 𝐋𝐄𝐅𝐓𝐎𝐕𝐄𝐑𝐒 (𝐒𝐄𝐀𝐒𝐎𝐍 𝟏)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang