HALAMAN-halaman yang dahulunya terbentang hijau dan berkilau oleh embun pagi kini tertutup oleh lapisan salju setebal betis orang dewasa, sementara angin sedingin es berembus menampar-nampar kulit dan mematikan syaraf. Hari terdingin sejauh ini pada musim yang kacau melanda dan menambah sekelumit permasalahan baru.
Ada satu orang yang Euros lihat saat itu. Pada seperempat malam, ketika dia berada di kamar lantai atas, di tengah keremangan lilin ruangan dan hawa yang dingin, suara batuk-batuk kendaraan yang berhenti tepat di depan rumah River mengusik perhatiannya.
Euros mengintip dari celah gorden di jendela kamar, ketika seorang pria turun dengan tergesa dari sebuah mobil van mini berwarna putih. Walau dilingkupi oleh kegelapan malam, namun sinar bulan masih bisa menampakkan rupanya cukup jelas.
Dia masih terlihat muda, sekitar akhir tiga puluh. Jaket musim dingin yang dipakainya tampak kumal dan kotor oleh noda-noda gelap. Wajahnya tampak kuyu dan pucat. Rambutnya mirip seperti kain pel yang kusut dan berantakan, serta yang paling menjadi fokus penasaran Euros adalah ekspresi pria tersebut yang tampak aneh.
Matanya menunjukkan kecemasan dan ketegangan yang menerawang. Dia mengecek ban mobil depannya, yang sepertinya menjadi sumber masalah, sambil terus menerus menoleh ke arah bangku belakang mobil, seakan meninggalkan sesuatu di sana.
Ketebalan salju biasanya memang mengundang masalah pada rantai antiselip ban kendaraan. Euros teguh mengintip dari jendela atas. Setelah beberapa waktu, pria tersebut mulai tak sabar dan menendang-nendang ban mobilnya dengan frustrasi, lalu mengakhirinya dengan satu tinjuan keras pada kap bagian depan. Erangan kemarahannya merobek pemukiman yang sunyi. Saat Euros hendak berbuat sesuatu―seperti menggedor kaca jendela dengan harapan pria itu menyadari keberadaannya, ketukan di pintu kamarnya tahu-tahu terdengar.
Euros memeriksa di belakangnya tepat ketika suara keriat pintu mengayun terbuka.
Juan masuk ke dalam, membawa kantong kertas berisi jatah makan malam Euros. Dia melihat Euros berdiri di dekat jendela, kemudian mendengar pemuda itu bertanya kepadanya.
"Kau tahu ada orang yang butuh bantuan di bawah sana?"
"Aku tahu," jawab Juan, selagi mengikis langkah menghampiri jendela.
Pria tersebut masih menarik-narik rantai ban dengan liar. Mereka tidak bisa memastikan apa yang sebenarnya terjadi dengan mobilnya.
"Apa kalian akan membiarkannya?" Euros bertanya.
"Kau tidak lihat pria itu? Dia terlalu mencurigakan, coba perhatikan gelagatnya baik-baik."
"Dia butuh bantuan, Juan. Demi Tuhan," kata Euros frustrasi. "Dan lagi, sepertinya mobilnya cukup untuk kita bertiga."
"Bagaimana kau tahu kita tak akan dapat masalah ketika membantunya?"
"Bagaimana kau tahu apa yang akan terjadi kepada kalau tak mendiskusikan masalahnya dulu dengan pria itu?" Euros mulai terbawa emosi. Kegelisahannya naik ke ubun-ubun ketika melihat betapa keras kepala Juan.
"Kita tidak tahu apa yang baru saja dihadapinya, dan inilah yang menjadi titik buta kita. Walau benar dia meminta pertolongan tapi hatinya bisa saja berbohong. Bagaimana bila dia sudah terinfeksi dan sengaja tak memberitahu kita agar kita mau menolongnya? Kau lihat pakaiannya? Kau lihat bagaimana tampangnya? Apa kau bahkan tahu apa yang dia bawa di dalam mobil itu?"
Euros terdiam, menatap Juan dengan ragu. Dia berusaha berpikir apa yang akan dia katakan. "Ha, terserah kau saja lah," semburnya dingin, di atas kelogisan pendapat Juan, tetap tak mau kelihatan egois. "Rupanya kau tak ada bedanya dengan abang tirimu yang sombong itu." Euros menyentak gorden jendela dengan kasar.

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐇𝐄 𝐋𝐄𝐅𝐓𝐎𝐕𝐄𝐑𝐒 (𝐒𝐄𝐀𝐒𝐎𝐍 𝟏)
Ficção Científica🏅 PEMENANG WATTYS 2021 KATEGORI SCIENCE FICTION ⭐ TERSEDIA LENGKAP BAIK DI WATTPAD MAUPUN DI KARYAKARSA ⭐ Ini adalah kiamat yang terjadi secara bertahap. Wabah mengerikan yang mengubah korbannya menjadi monster setengah serigala kini telah menyera...