Chapter 2: Voice

4.3K 659 121
                                    

KETERBATASAN informasi membuat Euros merasa terjebak di kota ini.

Setelah kabar mengenai wabah itu mulai menyebar, High Point tampaknya menjadi sasaran penduduk luar yang berbondong-bondong datang untuk mengungsi. Keadaan ini membuat Euros merasa jauh lebih tersiksa saat dia tak bisa lagi mendapat akses internet maupun jaringan telepon darurat dari pemerintah.

Dia memikirkan ada banyak sekali hal-hal yang tidak diketahuinya, termasuk daftar wilayah-wilayah kota di negara bagian North Carolina yang sudah resmi terkontaminasi wabah maupun yang masih aman.

Satu-satunya kabar yang dia dapat selama beberapa bulan terakhir adalah kondisi pemukiman Silverside Hill yang mulai rawan. Euros belum memercayai berita ini seratus persen, akan tetapi dia tak bisa berhenti cemas ketika orang-orang di sekelilingnya mulai membicarakannya juga.

Dia masih ingat percakapannya dengan Juan dan David ketika mereka bertiga bertemu di balai persediaan seminggu lalu. Saat itu, ketiganya tengah berada dalam antrian untuk mengambil jatah makanan selama seminggu.

"Kau yakin? Silverside Hill jaraknya dekat sekali dengan tempat tinggal kita!"

David mengisyaratkan Juan untuk berbicara pelan. Lalu, dia melanjutkan selagi berbisik, "Pamanku orang asli sana. Kemarin subuh dia datang mengungsi ke Barnard Town karena salah satu tetangganya terserang wabah."

"Kau membiarkan pamanmu mengungsi ke rumahmu?" Euros bertanya penuh selidik.

Sementara David langsung memasang wajah kebingungan. "Tentu saja. Dia pamanku!"

"Paling tidak kau harus yakin dia tidak tertular juga!" balas Juan, yang tampak menyetujui keterkejutan Euros. "Prosedur dari kementrian kota mengatakan bahwa kita tidak boleh menerima pengungsi ilegal sembarangan!"

"Tidak, kalian tidak mengerti," kata David. "Mustahil mengabaikan pamanku sendiri dalam situasi seperti ini."

Euros tidak bisa menyembunyikan wajah kesalnya ketika David memberikan alasan klasik seperti itu. Dia ingin menasehati David agar berpikir dua kali atas tindakannya, tetapi tampaknya David telah memantapkan hati untuk tidak mendengarkan saran orang lain. Anak itu langsung mengubah topik ketika Juan hendak membuka mulut.

"Setelah mengetahui ada yang terserang wabah, tentara pengawas di sana langsung membawa tetangga Paman ke balai pengobatan. Jadi, untuk sementara, sepertinya Silverside Hill masih bisa dikontrol."

Juan mengerutkan alis, berpikir-pikir. "Apa mungkin pasien yang mengidap virus masih bisa disembuhkan?"

"Kabarnya mereka belum mendapat obat yang tepat, tetapi pihak balai pengobatan sudah menemukan serangkaian perawatan medis yang bisa mengulur waktu sampai pasien mengalami perubahan total," kata David.

"Perubahan total?" Euros menyipitkan mata.

David bergumam rendah, "Saat mereka berubah menjadi monster kanibal."

Kata-kata David hari itu telah memunculkan kecemasan dalam pikiran Euros. Sebetulnya, kabar ini bukan informasi baru, tetapi Euros tetap merasa seakan semua hal itu kurang masuk akal. Dia tidak pernah bertemu langsung orang yang mengidap virus, sehingga mungkin inilah yang membuatnya sangsi mengenai rumor yang beredar.

Apakah orang yang terkena wabah bisa dengan mudah berubah menjadi iblis neraka hanya dalam beberapa hari? Memangsa manusia lain, huh? Serius yang seperti itu benar-benar ada?

Euros mungkin bukanlah satu-satunya yang penasaran mengenai seperti apa wabah Kureiji, sebab Juan juga secara terang-terangan membagi pendapatnya yang sama persis seperti Euros. Pertemuan di pagi hari itu diakhiri dengan Juan yang mengakui kalau dia ingin bertemu dengan pengidap Kureiji dan membuktikan apakah kabar mengenai sosok itu benar atau orang-orang hanya mendramatisir saja. Dia bahkan bercanda ingin melawan mereka seperti yang pernah disarankan oleh pemerintah.

𝐓𝐇𝐄 𝐋𝐄𝐅𝐓𝐎𝐕𝐄𝐑𝐒 (𝐒𝐄𝐀𝐒𝐎𝐍 𝟏)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang