06

338 38 0
                                    

Yena's POV

Setelah sarapan, aku diantar Mark kembali ke rumahku.

Hari ini adalah hari Sabtu. Mama dan papa sudah berangkat kerja. Kak Haechan yang membukakan pintu untukku.

"Terima kasih, Kak Mark," ucap Kak Haechan.

Setelah Mark pulang, aku pun masuk ke rumah.

"Kamu itu ke mana sih kemarin?" tanya Kak Haechan. "Udah dua hari berturut-turut kamu bolos. Sebelumnya juga kamu sering bolos."

"Iya, aku gak akan bolos lagi," jawabku.

Aku mengatakan kalimat itu dengan penuh keberatan. Jika aku tidak akan bolos lagi, artinya aku tidak akan pergi ke tempat kesukaanku lagi.

"Kamu bolos ke mana kemarin?" tanyanya lagi.

"Udah aku bilang, jangan nanya," jawabku lalu masuk ke kamar.

***

"Hari ini Jaemin datang ke rumah," ucap Haechan.

"Ya sudah," jawabku.

Biasanya, jika ada teman kakakku yang datang, aku akan mengurung diri di kamar.

"Yena, maaf," ucapnya. "Aku memberitahu Jaemin bahwa kau adalah adikku."

Aku membelalakkan mataku. "Hanya dia yang tahu?"

"Iya. Tapi dia tidak akan membocorkannya kok," jawab Kak Haechan.

"Tidak apalah. Pasti ada waktunya semua orang tau," ucapku.

"Ada apa denganmu? Bukannya kau selalu melarangku?"

"Aku sudah lelah, Kak. Aku tidak peduli apapun yang akan terjadi," ucapku.

Tiba-tiba, ponselku berbunyi. Namun, tidak ada nama ataupun nomor yang muncul di sana. Aku pun mengangkatnya.

[Berhentilah bermain atau kau akan mati.]

Tut.

Aku tersenyum miring.

Jeon Somi.

Orang ituㅡtidak ada lelahnya mengancamku. Aku sudah kebal akan ini. Ia selalu saja melakukan pemalsuan suara untuk mengancamku. Ini bukan yang pertama kali.

Aku tertantang.

Mendengar ancamannya, aku rasa aku tidak jadi berhenti berjudi. Aku membuka kalender yang ada di ponselku. Hari Rabu akan ada tamu dari luar negeri yang akan datang ke kasino. Aku akan tetap mengikuti permainannya.

"Siapa yang telpon?" tanya Kak Haechan.

"Salah sambung," jawabku lalu masuk ke kamar.

***

Aku duduk di ranjangku lalu menghubungi Mark.

"Mark, Somi mengancamku lagi."

[Dia akan membunuhmu lagi?]

"Iya. Jika aku bermain lagi, aku akan dibunuh olehnya. Aku rasa wine kemarin hanyalah peringatan."

[Kita harus terus bersama. Oke? Aku akan melindungimu.]

"Iya, Mark."

[Kau akan tetap main? Bukannya kau bilang akan berhenti?]

Aku terkekeh. "Hei, aku itu Lora. Aku bukan orang selemah Yena. Aku merasa semakin ingin bermain saat mendapat ancaman itu."

[Hati-hati, Yena. Somi bisa saja benar-benar membunuhmu kali ini.]

"Jangan menakutiku seperti itu. Itu tidak akan terjadi bukan?"

Gambler; JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang