07

315 37 0
                                    

Yena's POV

"LEE YENA!!!" teriak Yeonhee lagi.

Aku menutup kedua telingaku. Aku tidak ingin mendengar apa-apa. Apa aku harus bolos lagi?

"Kau melaporkannya," ucap Yeonhee. "Padahal kau bilang tidak akan melaporkannya."

"Aku memang tidak melaporkannya," ucapku terisak.

"Lalu siapa? Tidak ada orang yang berani membelamu!"

Yeonhee mengangkat daguku. Yeonhee tertawa melihat wajahku yang penuh dengan air mata.

"Kali ini kau menangis sebanyak ini. Mungkin di pertemuan orang tua akan lebih parah lagi," ucap Yeonhee.

"Tapi kenapa kau marah padaku? Lagipula aku yang akan kena imbasnya," jawabku.

"Kau membuatku terlihat jahat!" ucap Yeonhee. "Semua orang memandangku aneh!"

Aku tersenyum miring. "Kau memang aneh."

Yeonhee menjambak rambutku lalu menatap mataku dalam. "Kau akan dikeluarkan sebentar lagi."

Aku tersenyum. "Aku tidak peduli."

Yeonhee melepas jambakannya lalu pergi meninggalkanku.

Aku mengeluarkan ponselku. Banyak pemberitahuan di sana. Terutama di grup angkatan. Pasti membahas masalahku. Namun, aku tidak mau membukanya.

Haechan
| aku minta maaf
| yena
| maaf
| aku hanya ingin menolongmu

read.

Aku menyimpan ponselku lalu segera berjalan ke luar sekolah. Pada akhirnya, aku bolos lagi.

Di manapun aku diancam. Hidupku sudah kacau.

"Lee Yena!"

Aku mengerutkan dahiku. Suara ini terdengar familiar namun aku tidak tahu suara siapa.

Aku menoleh lalu terkejut.

Lee Jeno.

Untuk apa dia mengikutiku hingga gerbang sekolah?

"Jangan bolos," ucapnya.

"Jangan urusi hidupku. Aku bahkan tidak mengenalmu," jawabku.

"Kau kenal aku," ucap Jeno.

"Aku tidak mengenalmu. Pergilah dan jangan beritahu guru kalau aku bolos," jawabku lalu berjalan meninggalkannya.

"Lee Lora!" teriaknya.

Aku menganggapnya angin lewat lalu segera masuk ke taksi. Aku tidak mempan dengan umpan semacam itu. Jeno tidak boleh tahu tentang identitasku.

***

Aku menekan password rumah milik Mark lalu masuk ke sana. Aku memeriksa semua kamar. Namun, tidak ada keberadaan Mark. Pasti ia sedang sekolah. Tumben sekali.

Aku menghabiskan waktu di rumah Mark dengan memainkan game arcade miliknya.

Setelah cukup bosan, aku duduk di ruang tamu sambil menonton TV.

Beberapa saat kemudian, ada suara pintu dibuka.

"Kau pikir ini rumahmu?" tanya Mark yang baru saja pulang.

"Anggap saja begitu," jawabku.

"Ada apa?" tanya Mark.

Mark duduk di sebelahku. Aku menghela napas. Aku menceritakan semua yang terjadi kepada Mark.

Gambler; JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang