17

234 29 1
                                    

Yena's POV

"Mark? Apa yang akan kau lakukan?" tanyaku. "Turunkan senjatamu."

"Aku akan membunuhmu," jawab Mark.

Nada suaranya juga berbeda.

Aku kehabisan kata-kata. Aku juga tidak bisa bergerak sama sekali. Aku sangat syok. Apalagi, di hadapanku ada seseorang yang mengancamku dengan pistol.

Mark mengarahkan pistolnya ke atas lalu menarik pelatuknya.

DOR!

Aku segera memundurkan badanku ketika mendengarnya. Sayangnya, kakiku tidak menginjak apapun ketika aku mundur. Aku sudah memejamkan mataku. Aku sudah bersiap-siap untuk sesuatu yang paling buruk.

Ketika aku membuka mata, aku bisa melihat Mark yang sedang menahan badanku. Setelah itu, ia menarikku kembali ke tempat tadi.

"Mark?" panggilku.

"Maaf, Yena. Anggap saja tadi pemanasan," kata Mark.

Aku langsung memeluk Mark lalu menangis.

"Utututu, Yena. Takut ya?" Mark balas memelukku sambil mengelus rambutku. "Maaf karena membuatmu takut."

Aku mencubit pinggang Mark berkali-kali. "Aku sangat takut! Aku kira kau benar-benar mau membunuhku."

Mark mengaduh kesakitan. "Ampun, ampun. Maafkan aku, Yena. Ayo kita lanjut latihannya."

"Latihan apa?"

"Menembak."

"Kau gila? Aku masih syok. Aku mau istirahat dulu," jawabku lalu masuk ke mobil Mark lagi. "Don't talk to me."

Mark ikut masuk ke mobil. "Kita makan dulu di vila. Abis itu langsung latihan ya."

"Tapi aku bisa menembak, kok," ucapku setelah mengangguki ucapan Mark.

"Itu kan cuma game menembak. Kamu harus latihan menembak dengan pistol sungguhan," jawab Mark.

"Memangnya untuk apa?" tanyaku.

"Ya menurutmu untuk apa, Bodoh?" Mark kesal.

***

Aku dan Mark memakan pasta bersama di vila. Mark yang membuatnya.

"Ini vila milikmu? Atau keluargamu?" tanyaku.

"Milikku. Vila milik keluargaku ada lagi," jawab Mark.

Aku mendecak kagum. "Dasar orang kaya."

"Hei, Yena. Kau juga kaya. Uangmu banyak," jawab Mark.

"Tapi aku tidak bisa menggunakannya," jawabku.

Mark mengambil dua botol air mineral lalu memberiku satu.

"Apa tidak ada soju?" tanyaku.

"Berhentilah minum," jawab Mark.

"Banyak yang harus aku hentikan. Aku harus berhenti berjudi. Aku harus berhenti ke kasino. Aku harus berhenti minum."

"Tentu saja. Itu semua hal yang salah," kata Mark.

"Kau yang mengajariku itu semua." Aku mencibir.

Mark hanya nyengir.

"Mark, aku masih marah denganmu," ucapku.

"Soal tadi? Aku kan sudah minta maaf."

"Tapi aku benar-benar takut!" bentakku.

"Aktingku bagus juga. Apa aku harus menjadi aktor?" tanya Mark.

Gambler; JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang