26

206 24 6
                                    

Yena's POV

"Nona, misi selesai."

"Baiklah."

Aku bisa mendengar suara seseorang yang sedang menelepon di belakangku. Namun, aku tidak bisa melakukan apa-apa.

Aku bersyukur bahwa itu tembakanㅡbukan tusukan.

Sampai saat ini, aku masih sadar. Aku bisa mendengar suara langkah kaki yang makin menjauh. Kemudian perlahan-lahan suara itu menghilang.

Setelah beberapa saat tidak mendengar suara apapun, aku langsung berdiri lagi. Aku melepas ikatan rambutku untuk menutupi noda darah di punggungku.

Cairan itu hanyalah cairan berwarna merah biasa. Itu alat yang diberikan oleh Mark. Aku mengenggam tombolnya di tanganku sejak tadi.

Benar kata Mark. Untuk seukuran pembunuh bayaran, ia sangat bodoh.

Aku berjalan menuju tembok yang tidak jauh dariku. Peluru itu tertancap di sana. Pembunuh itu cukup hebat dalam menembak.

Jika aku terlambat satu detik, mungkin aku benar-benar mati.

Aku pun melanjutkan perjalanan untuk mencari taksi.

***

"Kau tidak apa-apa?" tanya Mark saat aku masuk.

"Lecet dikit. Sakit sekali terjatuh di aspal," jawabku.

"Apa mau kupanggil dokter untuk merawatmu?" tanya Mark.

"Hoi, orang kaya," panggilku. "Ini bukan seberapa dibandingkan luka tembakmu."

"Tapi kau harus dirawat juga," ucap Mark.

"Diamlah dan fokus dengan penyembuhanmu," jawabku.

"Alat dari Jeno berguna juga," ucap Mark.

"Sangat berguna." Aku mengangkat rambutku untuk memperlihatkan noda merah di punggungku.

"Good job, Lora."

"Mark, aku bingung satu hal. Bagaimana kau bisa selamat setelah ditembak? Aku juga tidak segera menolongmu waktu itu."

Gambler; JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang