39

175 22 0
                                    

Yena's POV

Setelah malam tiba, aku mengambil bir diam-diam dari kulkas Mark. Sedangkan Mark sibuk membaca dokumen. Mungkin mengenai perusahaannya yang sebentar lagi akan diwariskan kepadanya.

Aku sengaja tidak mengajaknya bicara. Jika aku bertanya padanya, ia akan sadar dengan bir yang aku minum.

"Oi," panggilnya.

Shit.

"Oi," panggilnya lagi.

Aku pura-pura tidak mendengarnya. Aku terus meminum birnya. Melihat itu, Mark langsung meraih bir yang aku pegang. Setelah itu, ia menghabiskannya.

"Dibilangin gak boleh minum lagi!" ucap Mark.

Aku cemberut. "Iya, iya."

Drrrrt... Drrrrt...

Aku mencari ponselku. Tetapi, saat aku sedang mencarinya, getaran itu berhenti. Ternyata, bukan panggilan untuk ponselku. Itu milik Mark. Mark menerimanya lalu menyalakan loud speaker.

[Mark! Kau ada di vila? Apa Yena ada di sana juga?!] Terdengar suara Jeno yang panik.

"Iya. Ada apa?"

[Carilah tempat yang aman di vilamu. Hindari tempat yang memiliki jendela. Mereka akan segera masuk ke sana!]

Tut.

Aku dan Mark saling tatap. Kita berdua terkejut setengah mati. Tidak mungkin ada yang tahu mengenai vila ini. Apa ada yang mengikuti kita sejak dulu?

Lalu apa maksud Jeno? Mereka akan segera masuk? Mereka? Apa banyak? Sekumpulan pembunuh bayaran akan masuk ke sini?

Kenapa selalu saja ada yang menghancurkan hariku? Padahal aku sudah merasa baikan. Tapi, kenyataan malah menamparku seperti ini. Aku memang tidak pantas mendapatkan kebahagiaan.

"Kita harus ke mana?" tanyaku panik.

Mark sudah berkeringat dingin. "Berpencar saja."

Baru saja kita ingin bersembunyi, pintu masuk vila Mark sudah didobrak. Ada delapan orang yang masuk ke vila. Mereka semua memakai pakaian serba hitamㅡlengkap dengan topi dan masker.

Tepat saat itu, aku bisa melihat Jeno yang berdiri di depan vila.

DOR!

Jeno berhasil menembak salah satu orang itu hingga mati. Setelah itu, ia menembakkan pistolnya ke orang yang lain. Tetapi, aksinya gagal karena pelurunya habis.

"Yena! Lari!" teriak Jeno.

Jeno dan Mark menghadang para pembunuh itu. Aku segera berlari tidak tentu arah. Aku memutuskan untuk menaiki tangga karena tidak tahu harus ke mana. Vila ini sangat besar. Tetapi, tidak memiliki lika-liku yang bisa digunakan untuk bersembunyi.

Mark dan Jeno berkelahi dengan para pembunuh itu di lantai bawah. Aku bisa mendengar suara pukulan dengan jelas. Setelah sampai lantai dua, aku masuk ke salah satu kamar di sana.

Aku mencabut kuncinya yang menggantung di kenop bagian dalam. Setelah itu, aku menguncinya dari luar. Aku melakukan itu ke pintu kamar lainnya. Jika ada yang berhasil ke atas, aku harus membodohi mereka. Mereka pasti akan mengira aku bersembunyi di kamar-kamar itu karena pintunya terkunci.

Setelah selesai, aku berlari ke lantai tiga.

Sial.

Aku lupa kalau ruangan ini memiliki kaca di semua sisi.

Gambler; JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang