Yena's POV
"Besok aku harus mengikuti rapat perusahaan ayahku di luar kota. Apa kau bisa tinggal bersama Jeno untuk satu hari?" Mark mengganti topik.
"Kau gila? Aku bahkan tidak kenal dengannya."
"Lalu? Kau mau sendirian di sini?"
"Tidak masalah."
"Aku yang masalah," ucap Mark. "Jika ada tembakan lagi bagaimana?"
"Ya sudah, aku mati," jawabku ringan.
"Tinggal saja di rumah Jeno," ucap Mark. "Itu keputusan yang paling tepat."
"Aku tidak mau."
"Jeno sama sepertiku. Dia tinggal sendiri."
"Aku makin tidak mau."
"Yena, aku punya ide gila," ucap Mark tiba-tiba.
"Apa?"
"Menginaplah di rumah Somi."
"Lelucon terkonyol. Aku sampai tidak bisa tertawa mendengarnya," jawabku.
"Kalau begitu, kau mau tinggal di mana?"
"Biarkan aku yang mengurusnya," jawabku.
***
Mark
| pulanglah bersama jeno
| ini saran terakhirku
| aku akan mematikan hp untuk 24 jam ke depanAku membaca pesan dari Mark lalu menyimpan ponselku lagi. Masa bodo. Aku tidak ingin mengikuti perintahnya.
Hari ini tampak berbeda. Yeonhee tidak menggangguku sama sekali. Aku merasa bahwa hari ini adalah hari terbaik di sekolah. Tidak ada ancaman. Tidak ada gangguan.
Di kelas juga tidak ada yang mengajakku bicara. Aku lebih suka seperti itu. Lebih baik dianggap invisible daripada ditindas.
Aku pun keluar dari gedung sekolah.
"Oi, Yena," panggil Jeno.
"Aku tidak mau pulang denganmu," ucapku.
"Lalu kau mau ke mana?" tanya Jeno.
"Aku yang menentukan. Kau tidak perlu ikut campur," jawabku lalu menunggu taksi di depan sekolah.
"Mark menyuruhku menjagamu," kata Jeno.
"Oh. Mark yang menyuruhmu? Bukan kau sendiri yang mau?" tanyaku.
"Tentu saja aku mau. Kau teman sepermainanku," jawabnya.
"Omong kosong. Di perjudian, mana ada yang seperti itu." Aku mendecih.
Jeno menarik tanganku. Namun, aku segera melepasnya.
"Jangan memaksaku. Aku tidak suka," ucapku lalu segera menghentikan taksi yang lewat.
Setelah sampai, aku langsung memasuki rumah Mark seperti biasa. Aku mandi lalu bersiap-siap untuk pergi ke klub. Aku akan menjadi Lee Lora lagi untuk malam ini.
Aku keluar dari rumah Mark lalu segera pergi ke klub menaiki taksi.
***
Kali ini aku tidak berada di klub yang sering aku kunjungi. Biasanya aku mengunjungi klub yang berada di hotel. Sekarang aku mendatangi klub yang cukup terkenal di Seoul. Bangunannya sangat besar.
Aku masuk ke klub lalu memesan tiga botol alkohol. Aku berencana untuk menghabiskan semuanya.
DJ sudah berusaha keras. Namun, aku tidak punya keinginan untuk menari sama sekali. Sebenarnya, aku juga tidak pernah ikut menari di dancefloor. Aku ke sini hanya untuk minum.
DOR!
Aku menjatuhkan gelas yang aku pegang. Aku langsung berdiri.
Tembakan itu berasal dari depan klub. Tetapi, suaranya terdengar sangat jelas di telingaku.
Musik di klub itu langsung berhenti. Aku mendengar banyak teriakan. Semua orang sibuk untuk melarikan diri. Sedangkan aku hanya terdiam diri sejak tadi.
DOR!
DOR!
DOR!
DOR!
PRANGG!!!
Lampu gantung yang ada di tengah klub itu terjatuh.
Aku tidak tahan lagi dengan suara itu. Aku segera ikut berlari. Aku hanya mengikuti arus. Aku tidak tahu sekumpulan orang ini akan ke mana.
DOR!
Mataku sudah berkaca-kaca. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku menoleh sebentar ke belakang. Sudah banyak percikan darah di tembok dan lantai klub.
DOR!
DOR!
DOR!
DOR!
DOR!
Pecahan botol alkohol sudah bertebaran di lantai.
"Hmph!"
Mulutku tiba-tiba dibekap. Tubuhku ditarik.
"Ssstt. Ini aku, Lee Jeno," bisiknya. "Ayo kita kabur."
Jeno menggenggam erat tanganku lalu membawaku berlari bersamanya.
Berbeda dengan arus yang tadi, Jeno membawaku ke lantai atas klub. Entah apa yang direncanakan olehnya. Tapi, yang terpenting, tembakan itu berhenti dan mengganti target ke lantai dua.
"Target ada di lantai dua."
"Roger."
Aku bisa mendengar percakapan itu. Sekarang, air mataku sudah keluar. Aku hanya bisa mengikuti ke mana Jeno berlari. Aku harus percaya dengannya. Kalau tidak, kita akan mati berdua.
DOR!
DOR!
Dinding yang sudah aku lewati itu ditembak. Suaranya sangat dekat denganku. Air mataku semakin banyak yang menetes.
DOR!
Jeno berhasil berlari melewati tembakan itu. Untungnya tembakannya selalu meleset.
Jeno membuka sebuah pintu ruangan di sana. Sepertinya ia memiliki master key. Setelah itu, ia membawaku masuk secepat kilat.
Jeno menarik tubuhku hingga aku berada di dekapannya. Setelah itu, ia menyenderkan punggungnya di tembok. Napasnya tersengal-sengal. Begitu juga aku.
Sekarang aku berhadapan dengan Jeno. Aku mengusap air mataku. Lama-kelamaan, pandanganku menjadi jelas. Aku bisa melihat wajah Jeno yang dipenuhi keringat.
Pintu yang berada di sebelah kita berdua sudah ditembak berkali-kali.
Tiba-tiba, suara tembakan tidak lagi terdengar. Namun, sekarang yang terdengar adalah suara langkah kaki.
"Mereka ke sini," bisikku.
Jeno membulatkan matanya ketika mendengarnya juga.
"Di sana ada jendela..." bisiknya lirih di telingaku.
Aku menoleh untuk melihat jendela yang dimaksud Jeno.
"Ayo. Tidak ada jalan lain," ucap Jeno lalu menarik tanganku. Dari suaranya, masih terdengar bahwa napasnya belum beraturan.
Jeno menghampiri jendela itu lalu melihat ke bawah. Ia memeriksa apakah tempat pijaknya nanti aman. Ia memelukku kemudian melompat ke belakang.
==========
Gambler ㅡ 14
11-07-2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Gambler; Jeno
FanfictionLee Yena adalah seorang outcast di sekolahnya. Sesampainya di kasino, Yena bukanlah Yena lagi. Ia adalah Lee Lora, orang paling terkenal di tempat itu. ======== Gambler A Lee Jeno's fanfiction Copyright© 2019 by Ines